Warna Cinta Shepia

Maheera Indra
Chapter #10

Hujan Sepulang Sekolah

Langit sudah mulai mengambil warna kemerahannya. Artinya waktu sudah hampir mendekati isya. Al baru sampai ke rumahnya

 "Kenapa kamu lama sekali pulang, Al. Kau tahu Abang sudah lelah siang ini banyak pengantaran.!" Kalimat yang setiap hari keluar dari mulut abangnya itu. Cepat atau lambat dia pulang, akan kena marah juga.

 Al tak bisa membantah. Ia butuh uang untuk sekolahnya. Ia akan sangat akan merasa menyesal jika harus berhenti di tengah jalan. Selain dia berusaha untuk hidupnya, dia juga membantu orang tuanya. Ya, sesekali saja. sekedar memberi beras untuk ayah ibunya itu.

 Ayahnya yang memiliki dua istri itu seakan kurang tanggung jawab. Tetapi ibu yang tidak mempunyai kekuatan, jika berpisah pun harus mampu bertahan di sela-sela cibiran orang. Padahal ayahnya tergolong orang yang penyayang. Hanya karena kemampuan ekonomi yang kurang, semua beranggapan sama.

 "Rapikan ini dulu. Baru kamu bisa makan!" Itu yang ngomong Abang kandung loh. Tapi yang namanya nasib mau bilang apa lagi.

 Al membuka baju sekolahnya. Tak berselang lama, ia tampil dengan baju kaos dan celana pendek. Tidak ada yang mengurusnya. Bahkan terkadang ia datang ke sekolah dengan baju yang kusut.

 Ah, Al harap selama sekolah, ia bisa bertahan. Walaupun abangnya terkesan kasar, namun segala kebutuhan sekolah Al, dia akan usahakan.

 Al merasa bahagia walaupun pulang sudah hampir malam. Ia senang sekali jika bisa bersama Sisil pulang sekolah. Ini sungguh perasaan yang berbeda, jika dia bersama dengan Rivi, kekasihnya. Ia hanya akan berjalan bersama hingga ke rumah Rivi. Maklum rumah Rivi ada di jalan menuju ke sekolah. Rivi yang cantik dan berkulit putih berbeda dengan Sisil yang hitam manis dan sedikit tomboy.

 Barang-barang pecah belah yang ada diluar bangunan segera ia masukkan. Ia mencatat barang-barang yang terasa kurang. Ini tugasnya setelah pulang sekolah. Bahkan, jika ada toko eceran yang memerlukan barang di grosir yang dimiliki abangnya ini, ia harus siap untuk tidur hingga pukul dua pagi.

 Semua dia jalani dengan sabar.

Al memandang topi yang Sisil berikan. "Bagus sih, apa topiku terlalu buluk sehingga Sisil memberikan ini?" tanya Al dalam hati.

 Ia berpikir untuk membalas hadiah dari Sisil. Diperhatikannya sekitaran toko grosir abangnya ini. Pilihannya jatuh pada sebuah lampu tidur berwarna hijau. "Semoga Sisil senang!" sambil memasukkan lampu tidur dengan hiasan bunga di atasnya.

 "Tidak begitu jelek kok!" batinnya lagi. Tapi Al enggan jika harus memberi dengan sampul kado. Lah, Sisil saja memberikannya pakai acara setengah melempar. "Mungkin dia malu?" pikir Al.

 Lagian kalau pakai bungkus kado bisa-bisa itu enggak nyampai ke tangan Sisil karena kawannya pasti akan bertanya-tanya, ujung-ujungnya pasti dia bilang untuk Rivi.

 Setelah semua beres, Al mandi dan melepaskan penat. Di tokonya itu ada ruangan kecil untuk sekedar ia tidur dan salat. Dia bisa belajar di atas meja kasir setelah Abang dan kakak iparnya pulang ke rumah mereka.

 Terkadang jika mengingat penderitaan, rasanya benar tidak ada tahu dirinya jika berani jatuh cinta. Hubungannya dengan Rivi berawal dari comblang kawannya Al yang ada di kelas gadis itu. Lama-lama dia juga tidak bisa pisah dari Rivi.

Berbeda dengan Sisil. Murni, ada simpati dalam hati yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.

Belakangan ini Rivi sering bertanya tentang Sisil. Banyak gosip yang menyebar. Entah dari mana. Padahal Sisil orangnya tidak suka bicara hal pribadi. Bahkan jika di dekat Al, cenderung cuek, kayak enggak kenal.

Sisil orangnya energik, itu yang Al pikir. Setiap pertanyaan guru pasti dia bisa jawab.

Hal yang paling tak disangka-sangka Al dengar belum lama ini pada Sisil, ketika ia memperkenalkan dirinya dengan bahasa Inggris.

"Apa? kamu baru empat belas tahun?" kata Ibu guru bahasa Inggris, dan kebetulan Al mengintip, secara kelas Al dan Sisil bersebelahan.

"Hahaha, anak kecil rupanya!" kata Al refleks, lalu masuk ke kelasnya. Semua siswa di kelas itupun ikut tertawa.

Bagi Sisil, sudah biasa mendengar suara Al yang usil ketika mengintip ke kelas Sisil.

***

Hujan disertai petir sore itu. Sepulang sekolah Sisil sudah merasakan gerimis kecil. Mereka berteduh di bawah halte.

"Sil, ini buat kamu. Lampu tidur. Lumayan buat kawan tidur!" kata Al.

Lihat selengkapnya