Warna Cinta

Yalie Airy
Chapter #3

Bab Dua

"Aku bisa mengurusnya sendiri Om!"

Galang tetap ngotot ketika Bella menolak, ia tahu gadis itu bisa mengurus semuanya sendiri tapi apa gunanya dirinya sebagai walinya jika ia membiarkan gadis itu mengurus semua sendiri.

"Nggak, aku tetap yang akan menghadap rektor. Dan kamu diam saja, yang jelas..., ingat! Jangan membuat masalah di kampus ini!" tegasnya.

"Fiufffff, Om selalu menganggapku seperti gadis kecil!" protesnya membuka pintu mobil dan menembus keluar,

"Kamu memang masih gadis kecilku!" sahut Galang setelah di luar mobil.

Mereka masuk bersama masih disertai perdebatan. Terkadang mereka memang seperti kucing dan anjing, tak ada yang mau mengalah.

Di sebuah sudut sekolah Han dan teman-temannya biasa berkumpul, Han berdiri bersandar tembok seraya merangkul seorang gadis cantik, Angie, gadis yang dua bulan ini menjadi pacarnya. Angie menggelayut manja padanya,

"Gimana, masa' lo nggak jadi dateng. Persiapan udah done nih!" seru Luke pada Neo,

"Aduh..., sorry men..., beneran. Bokap gue dadakan banget kasih tahunya, dan pertemuan ini nggak bisa ditunda!" sahut Neo.

"Emang lo udah tahu gimana tampang si cewe?" tanya Rea, "Moga aja..., nggak lebih cantik dari gue ya!" godanya.

Rea memang cantik, ia termasuk primadona di kampus itu. Sayangnya meski ia memendam perasaan yang mendalam terhadap Han, tapi Han tak pernah mau mengencaninya. Itu karena bagi Han, Rea adalah salah satu sahabatnya. Dan sahabat tidak akan bisa menjadi pacar. Tapi Rea tak kuatir, kedua orang tua mereka sangatlah dekat, ia merasa yakin bahwa dirinyalah yang akan dijodohkan dengan Han. Ia juga yakin suatu saat Han akan bisa mencintainya, entah kapan, tapi pasti.

"Jangan ditanya men, gue emang belum pernah ketemu tapi gue jamin nggak mengecewakan, denger-denger sih..., dia sempet jadi model gitu di Paris!" sahut Neo dengan menjinjing alisnya.

Malam ini ia dan keluarganya ada pertemuan tentang perjodohannya, di dunia mereka itu biasa. Cinta nggak cinta, demi bisnis keluarga pernikahan harus terjadi. Kalau akhirnya saling jatuh cinta ya itu bonus, kalau nggak ya... nyari di luar. Suami-istri nggak harus ada cinta, dan cinta nggak harus jadi suami-istri.

"Wah..., ok dong kalau gitu. Gue juga mau!" tukas Mischa,

"Ah, lo ma siapa aja diembat!" potong Han lalu disertai tawa yang lain.

Mischa memasang raut kecut di wajahnya, "Hem..., kaya' lo nggak aja Han. Korban lo lebih banyakan daripada gue!" balasnya.

Han hanya menggeleng dengan senyum simpul. Lalu menoleh dengan elusan tangan Angie di pipinya, "Jika hari perjodohan lo tiba, apa lo bakal singkirin gue?" tanyanya manja.

Han menjinjing satu alisnya seraya menghindari mata Angie.

Tawa terdengar dari semua cowo yang ada di sana, membuat pipi Angie merona karena kesal, ia bisa mengartikan tawa itu.

"Ngie, nggak sampai nunggu perjodohan bagi Han buat nyingkirin lo. Paling bentar lagi juga lo ditendang, ha...ha...ha...!" celetuk Mischa.

Angie kian menekuk wajahnya, "Itu bohong kan Han, lo cinta kan sama gue!" manjanya menggoyang lengan yang memang belum terlepas sedari tadi.

Han mengeluarkan tawa cibiran ringan, "Cinta, ha...ha...ha..., Ngie. Cinta itu nggak pernah ada dalam kamus gue, dan nggak akan pernah-ada. Karena cinta itu bullshit, rubish!" sahutnya.

Angie melotot dan melepaskan tangannya dari lengan Han perlahan, "Lo ngomong apa sih Han, tapi gue cinta banget sama lo. Gue yakin, suatu saat lo juga bakal cinta sama gue, kita cuma butuh waktu!"

Lihat selengkapnya