Max berdiri tepat di hadapan Bella, menatapnya tajam, "Hei, Nona. Kalau nggak bisa bawa mobil ya nggak usah nyetir, lo lihat..., mobil gue rusak!" seru Max.
Bella tahu dirinya salah, tapi ia juga melihat mobil pemuda itu melaju dengan kecepatan tinggi juga,
"Ok, mungkin gue emang salah. Tapi lo juga melakukan kesalahan, laju mobil lo juga lebih diatas rata-rata, jadi di sini kita sama-sama salah, nggak usah pakai ngotot!" balasnya.
"Apa, lo...!" Max menuding Bella dengan telunjuknya, lalu ia melirik gadis yang bersembunyi di belakang Bella. Ia kenal gadis itu, gadis itu bernama Nindya Karenina Sartika Putri. Dia putri tunggal Dewi Sartika, salah seorang desighner ternama di negara ini. Dan gadis itu kuliah di kampus Han. Pandangan Max kembali ke wajah Bella, "Kamu temannya Han?" tanyanya.
Mata Bella melebar, "Han? Sorry. Gue nggak kenal tuh!" sahut pura-pura rilex.
Max menampakan reaksi terkejut, "Apa, nggak kenal? Nggak mungkin lo nggak kenal sama Han, secara lo kuliah di kampusnya, kebanyakan cewe yang masuk sana tuh karena pingin caper sama dia!"
"Tunggu-tunggu, maksud lo..., gue salah satu cewe-cewe itu gitu. Yang masuk kuliah cuma buat caper sama cowo, hello..., murahan banget tahu nggak. Nggak ada dalam kamus gue!" balas Bella. Ia merasakan Nindi masih menarik-narik baju bagian belakangnya,
"Aduh Nin..., apaan sih ini!" katanya menarik lengan teman barunya hingga tubuhnya sejajar dengan dirinya.
"He..eh..., Max. Gue nggak ikut-ikutan ya!" seru Nindi, "Lagian..., Bella tuh nggak sengaja. Tadi lagi nyobain mobil gue!"
"Bella, nama lo Bella?" tanya Max yang masih menatap Bella,
"Iya, gini aja deh. Ehm..., gue ganti kerusakan mobil lo!"
"Apa, ganti kerusakan mobil gue?" cibir Max, "Ha...ha...ha..., lo tahu nggak berapa biaya perbaikannya. Uang jajan lo sebulan aja belum tentu cukup!" lantangnya,
"E..., ehm..., emangnya separah itu?" Bella menggaruk leher dengan kikuk,
"Gini aja deh, gue minta nomor telepon lo!" pintanya tanpa pikir panjang. Keknya nggak ada salahnya kalau dikerjain dikit.
"Buat apaan?" heran Bella sedikit cemas.
"Ya biar lo nggak lari, sini!" katanya memberi isyarat tangan,
"Ya udah, catet!" sahutnya.
Max mengeluarkan hpnya lalu langsung menyimpan nomor Bella.
"Udah kan, gue harus pulang nih. Buru-buru!" kata Bella mulai melangkah, tapi Max menahan lengannya,
"Tunggu dulu, ini beneran nomor lo kan?" Max meyakinkan,
"Tes aja kalau nggak percaya, lagian ya, kok jadi gue yang ganti rugi ya. Kan kesalahan nggak cuma di gue aja, tapi lo juga!" protesnya dengan PD.
"Kesalahan lo, itu karena lo ada di jalur gue!" tukas Max,
"Udah deh, berurusan sama orang kaya' lo tuh bakal ngabisin waktu gue doang. Minggir!" katanya melepaskan diri dari tangan Max dan masuk ke dalam mobil Nindi. Nindi sudah ada di balik kemudi,
"Gue yang bawa, gue nggak mau entar kita nabrak lagi!" protes Nindi.
"Maaf, tapi kan yang penting lo sama mobil lo nggak apa-apa!" sahut Bella sedikit nyengir sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal.
"Belum Bella belum..., kalau misalnya kita tabrakan terus muka gue rusak gimana?"
"Ya tinggal operasi plastik!" sahutya tanpa dosa. Nindi melotot kesal, teman barunya itu cuek sekali, tapi ia suka perangainya.
"Lo tahu, perawatan tubuh gue itu mahal. Tapi gue nggak mau ya kalau sampai operasi plastik," akunya,
"Bagus deh!"
Nindi menjalankan mobilnya dengan kesal, apalagi ekspresi Bella yang nggak ada kapoknya. Sementara Max menatap mobil merah itu hingga menghilang dari jarak pandangnya.
"Bella!" desisnya,