WARNA RASA DISETIAP HUJAN

Vy
Chapter #4

Namanya Hanum

“Kau diam, aku tertawa, aku diam, kau tertawa, apa sebenarnya mau kita? Kamu mengaca pada apa? Genangan air? Kamu itu siapa sih? Pantulan dari air? Pikirmu aku tak bisa seberjuang itu untuk tidak bercanda?

Alya, 2019.

 “Eh, denger-denger katanya mau ada lowongan baru ya, buat internal untuk copywriter? Lo ngak ikutan Dit? Kan bukannya lo emang dari jurusan komunikasi dulu?” Ucap Aeera membuyarkan konsentrasiku hari itu.

“Wah, seriusan Ra? Tapi enggak ah, gw ngerasa sekarang passion gw bukan disana Ra, Gw udah nyaman banget disini” Jawab Radit.

“Yee, jangan terlalu nyaman lu, ntar jadi kebiasaan, semua orang kan butuh berkembang” Sambung Aeera.

“Nooh, si Alya aja tuh, dia juga ngebet banget tuh” Sela Radit.

“Pengen sih, tapi gw ragu sama kualifikasinya, tapi gw coba deh!” Ucapku.

Hari itu kami mendapatkan pengumuman melalui informasi internal kantor kami tentang pembukaan lowongan baru pada divisi lain, baru setengah tahun aku bergabung dengan perusahaan ini, cukup canggung rasanya jika harus pindah ke divisi lain, pikirku. Namun aku memang ingin sekali berada di divisi tersebut, lebih tepatnya cita-citaku sejak lama.

“Tapi gw kan baru juga setengah tahun disini, eh, enggak ding, gw udah hampir setahun walaupun masih sebulan lagi, emang ngak masalah?” Tanyaku.

“Ngak apa-apa kak, disitukan juga ngak ditulis harus berapa lamanya kerja disini bukan, lagian untuk kualifikasi yang lain-lainnya juga kayaknya cocok buat kak Alya, kan kakak dari dulu mimpi pengen pindah kesana kan, coba aja dulu kak! Biar ngak penasaran, kalau lolos syukur Alhamdulillah, kalo ngak lolos seenggaknya udah pernah coba, jadi ngak penasaran kak” Sambung Aeera.

Setelah hampir 1 tahun lamanya aku bekerja disana aku merasa kerasan untuk bekerja disana, dipertemukan dengan Aeera, Radit dan juga Arin. Belum lagi aku sudah mengenal banyak tentang sifat-sifat teman-teman se divisiku, sulit bagiku harus berinteraksi lagi dengan orang baru pada divisi baru nanti, namun rasa penasaran dan rasa nekatku membuatku tidak goyah untuk berusaha.

“Eh, si Hanum juga kan cocok banget, diakan juga jago bahasa inggrisnya, bukannya ini kualifikasinya bisa bahasa Inggris, ya?” Tanya Aeera.

Hanum, salah satu teman satu divisiku juga, aku tidak banyak tau tentang dia, bagiku ia sosok lelaki yang pendiam dan lebih kalem ketimbang anak laki-laki lainnya. Peranakan Minang membuatnya merantau ke Jakarta, satu daerah dengan Radit. Hanum dan Radit adalah dua orang yang cukup dekat, karena Radit dulu pernah satu kampus dengannya di salah satu kampus ternama di Sumatera Barat. Tidak lama, setelah akhirnya Radit pindah ke salah satu universitas ternama di Bandung. Hanum lelaki terkalem dan tidak banyak bicara yang pernah aku temui. Bahkan dari pertama pertemuanku dengannya.

Dari awal pertemuanku dengan Hanum, aku merasa ia sosok yang susah untuk dicari celah untuk ditebak, namun satu hal, ia orang yang diplomatis, sempat beberapa kali mengikuti meeting dengannya dan beberapa kali juga ia banyak turun tangan dan unjuk bicara pada meeting tersebut. Tak banyak tau tentang kehidupan pribadinya, namun yang kutau selain diplomatis Hanum juga seorang yang cuek terhadap privasi orang lain katanya.

***

Teringat waktu pertamakali aku masuk ke divisiku saat ini. Diperkenalkan dengan semua pekerja disana, mereka sangat ramah, namun ada juga yang tak seramah itu tapi ternyata sifatnya berbeda dengan pemikiranku. Aku tak pernah tau keberadaan Hanum, sampai suatu saat setelah beberapa minggu aku bergabung dalam tim ku, aku diharuskan untuk lembur hingga jam 9 malam dan akhirnya dipertemukan dengan Hanum setelah 2 minggu aku tidak pernah tau ada lelaki yang bernama Hanum didalam divisiku.

Lihat selengkapnya