WARNA RASA DISETIAP HUJAN

Vy
Chapter #5

Kisah Dibawah Rintik Hujan

Pagi itu aku mulai membuka kembali blogku yang sudah lama terbengkalai, kulirik jam di dinding, jam masih menunjukan pukul 07.00AM, aku akan berangkat kantor mungkin agak siang hari ini karena hujan masih menggaung dengan derasnya, aku masih ingin mencoba untuk membuka kembali blog lamaku yang terbengkalai.

Terakhir aku menulis blog pada tahun 2016 lalu saat aku masih di Australia, saat hari itu aku mulai melupakan masa laluku dengan Gugun. Aku termenung saat hari hujan dirumah tanteku di daerah St. Marys, Sydney.

Sydney, 2016.

Suatu ketika hujan saat itu turun di Sydney, Australia. Saat itu tante saya bercerita tepat ketika hujan mulai mereda dan angin tak lagi berbisik, hanya semilir rindu akan aroma hujan yang semerbak menggaung disekitar.

“Kalo liat hari hujan, kadang suka inget kenangan sesuatu tapi entah apa yah, kadang suka ada rindu sesuatu ya, kak!”

Hujan memang selalu membawa suatu kenangan yang tidak pernah bisa terlupakan, terlebih untuk saya pribadi.

Tuhan terimakasih telah menciptakan hujan, dengan hujan saya bisa mengenang betul bagaimana setiap kenangan yang terbawa dengan angin yang tersapu hujan karena ia menyimpan banyak kenangan.

Tanpa kita pernah sadari angin dan air yang berada selama hujan seolah menjadi saksi bisu terhadap kenangan yang dirindukan tersebut walau kadang kita lupa apa, dimana dan dengan siapa saat itu.

Aku tersenyum membuka kembali kalimat demi kalimat dari blog ku yang terakhir, rindunya dengan rumah tanteku di Sydney, Australia. Sudah lama rasanya tidak memulai kembali untuk menulis. Perasaanku menjadi lebih tenang saat aku menulis, mungkin karena sensasi dari perasaan yang akhirnya keluar melalui tulisan yang membuatku ingin mencurahkan semua hal yang menggantung dalam alam pikiranku. Mungkin inilah yang dipikirkan Hanum saat menulis, baginya mungkin dengan menulis ia lebih banyak terkonsentrasi dengan hal lain, mungkin baginya tulisannya adalah teman sejatinya ketimbang harus bercerita pada manusia. Bisakah hidup seperti itu? Bukankah sepandai apapun kita mencurahkan kita terhadap tulisan kita, kita tetap butuh teman untuk berbagi?

“Oy, udah dikantor belum? Ketemuan di café deket office gw aja yuk, Al!” Suara notifikasi ponselku mengagetkanku. Aku lupa hari itu aku ada janji temu dengan Saguna.

“Eh, iya ya, gw sampe lupa kalo gw ada janji sama lo, ha ha ha, boleh deh, gw juga pengen cerita sesuatu nih sama lo” Balasku.

“Cerita apa lagi neng? Kerjaan apa cowok, ya, jangan-jangan!!!! Fall in love? With whom, anyway? Wkwkwk, Hanum-Hanum itu bukan?” Balasnya.

Will tell you ASAP, ntar aja, gw jalan bentar lagi, tunggu disana, ya!” Balasku.

***

“Kenapa lo? Mau cerita apaan Al?” Saguna mengagetkanku.

“Kaget gw, iya nih pengen cerita banyak Sa, btw lo mau nanya apaan dah? Kok kayaknya penting banget Sa?” Tanyaku penasaran.

“Iya nih Al, gw pengen cerita sebenernya bukan nanya case kantor sih, ha ha ha, lo taukan temen-temen gw dikantor kepo, daripada gw chat elu dikantor terus diem-diem ada yang ngeliat laptop gw kan, ntar jadi bahan gossip umum lagi” Jawab Saguna.

“Emang mau nanya apaan? Gw tau nih, biasanya kalo ngedesek buat ketemu gini nih, jangan bilang tentang cewek gebetan lo itu, ya? Ha ha ha, kenapa lagi dia? Masih di Perth bukan sih?” Tanyaku.

Saguna selama ini menanti seorang perempuan yang ia tidak pernah bisa yakin untuk mengungkapkan perasaannya secara langsung, perempuan yang katanya sehobby dengannya. Sudah bertahun-tahun lamanya Saguna menunggu perempuan itu dan segera mengungkapkan perasaannya, ia terlalu takut untuk melakukannya, ia sangat berhati-hati dalam berucap, ia takut perempuan itu menolaknya, maka lebih baik ia memendam perasaannya sementara waktu hingga batas waktu yang tidak dapat ditentukan dan saat hatinya merasa sudah pantas untuk mengungkapkannya secara langsung.

“He he he, tau aja lu Al, tau ngak sih, dia mau balik desember ini, katanya sih dia udah lulus Al, gw bingung nih, gw harus ngomong atau bales chat dia apaan, mangkanya semaleman gw seen doang chatnya doi, gw ngak mau jadi kayak drama sendal jepit lo itu Al” Tanya Saguna sambil menggaruk-garuk kepalanya karena kebingungan.

Aku teringat dengan drama sendal jepit, aku pernah bercerita pada Saguna bahwa salah satu temanku mengenalkanku kepada kakak iparnya yang masih single, saat itu kami sekedar bertemu disalah satu mall dibilangan Jakarta Selatan, itu adalah kali keduanya kami bertemu. Saat itu kakak ipar temanku akan pergi untuk membeli sepatu baru, aku menemani mereka disana. Ketika kami sampai di salah satu gerai sepatu aku sempat bertanya kepadanya,

Lihat selengkapnya