WARNA RASA DISETIAP HUJAN

Vy
Chapter #10

Kejutan Di Bandung

Angin di siang hari selalu membawaku pada suatu kisah yang tidak pernah terlupa

Sapuannya membuatku hanyut dalam sebuah pikiran yang tak menentu

Berapa lama lagi harus menunggu? Berapa lama lagi harus mengiba dengan rasa?

Akankah siang ini hujan? Sehingga hujan mampu menebarkan rasa yang terpendam.

November 2018, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Bandung hampir di akhir bulan November, aku akan merasakan ulangtahunku di perjalanan ke Bandung kali ini, karena kami pergi bertepatan dengan hari ulang tahunku. Sudah beberapakali sebelum November aku, Hanum dan Arin sering berpergian bersama ke Bogor, terakhir hanya berdua dengan Hanum, tidak ada yang tahu bahwa aku berpergian dengannya, kami memutuskan untuk mengunci rapat-rapat perjalanan kami berdua.

Favorit Hanum, aku dan Arin adalah bakso gepeng yang letaknya ada di suryakencana. Jika kami ke Bogor kami tidak pernah melewatkan untuk sekedar makan disana setelah bersepeda di kebun raya. Favorit kami lainnya adalah jalan kaki, aku adalah si pencetus jalan kaki sepanjang kota Bogor. Bagiku Bogor adalah kota yang bersahabat untuk sekedar jalan kaki.

Kami pergi ber 6 ke Bandung, dengan personil yang sama seperti kami pergi ke Bayah, Banten. Hanum sudah menyewa 3 motor selama 2 hari untuk perjalanan kami kali ini. Rumah penyewaan motor tidak jauh dari Dago, tempat kami menginap. Menjelang jam 08.00AM kami berangkat untuk mengambil motor itu terlebih dulu. Hanum memboncengku, Radit dengan Arin, Ima dengan Aeera. Ulangtahunku kali ini sangat spesial, karena aku merayakannya semalam dalam kereta yang membawa kami ke Bandung, tidak ada perayaan apapun dari ke 5 temanku, hanya ucapan selamat dan doa baik sepanjang perjalanan, aku sudah cukup bahagia.

Hanum bahkan tak mengucapkan kalimat selamat ulangtahun secara khusus untuk ku melalui Whatsapp, padahal aku menunggu ucapannya. Ia baru mengucapkannya pada saat ia menungguku di stasiun pasar minggu, tempatku dan nya selalu bertemu jika akan naik kereta.

Hujan mulai mengguyur Jakarta malam itu, aku, Hanum dan Arin duluan pergi ke Gambir, karena Aeera, Ima dan Radit masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaannya di kantor. Setangah jam sebelum kami mengantri untuk masuk kedalam gerbong kereta dan verifikasi tiket kereta, rombongan Radit belum juga sampai, hujan semakin deras malam itu, aku mulai panik, takut mereka tertinggal kereta. Kulihat Hanum mulai sedikit agak tidak bersemangat karena Radit dan teman-temanku yang lain telat.

“Gimana kalau mereka sampai ngak bisa ikut Rin?” Ucapku mulai gelisah.

“Enggak lah kak, jangan didoain, pasti sampe, duuhh, mereka ada-ada aja”

Aku melihat Hanum mulai terlihat gelisah juga walau ia tak menunjukannya dengan perkataan, karena jam ditangannya sudah menunjukan keberangkatan kereta sekitar 20 menit lagi. Hingga akhirnya kulihat dari kejauhan rombongan Radit datang dengan basah kuyup malam itu. Mereka meminta maaf karena keterlambatan mereka malam itu, aku sedikit iba karena perjuangan mereka menghantam hujan deras malam itu dan basah kuyup, namun untung saja masih ada sisa sekitar 15 menit untuk kami mengantri masuk ke gerbong dan verifikasi tiket kereta kami.

“Kenapa kalian lama sih?” Tanya Arin.

“Iyaa, kita kira tuh deket dari Juanda, yaudah jalan kaki, mana hujan lagi, yaudah lah, ngak apa-apa, jadinya kan ada cerita pas hujan” Jawab Radit.

***

Kami tiba di Bandung pukul 02.00 Subuh, kulihat sedari malam kami berangkat raut wajah Hanum menyiratkan sedang tidak mood, sepertinya karena kejadian tadi malam, setauku Hanum adalah orang yang perfeksionis dalam waktu, ia orang yang selalu on time. Dihari pertama ini, kami memutuskan untuk pergi ke daerah Lembang dan tempat wisata terdekat dengan penginapan kami yang akan kami singgahi terlebih dulu yaitu, Babakan Siliwangi. Jadwal yang telah kami rencanakan meleset total, kami agak kesiangan hari itu, karena kami sempat berkeliling untuk mencari makan pagi dan memutuskan untuk makan pagi didaerah Daarut Tauhiid (DT), dulu semasa kuliah di Bandung, aku sering mampir kesana untuk sekedar menikmati kuliner Bandung, banyak jajanan yang menggiurkan di daerah DT.

“Sarapan dulu ya kita, takutnya jadi masuk angin” Ucap Radit.

“Iya boleh, mumpung ini daerah cihampelas dan udah mau deket-deket setiabudi, kita makan di DT aja yuk, banyak kuliner enak disana” Ujarku.

“Jangan yang berat-berat ahhh, jangan yang pedes-pedes juga, gw takut buang-buang air nih” Saut Aeera.

Kami pergi ke salah satu restauran kecil yang buka disalah satu jalanan di DT dan memutuskan untuk makan makanan berat dipagi hari yang kami rapel dengan makan siang kami. Hanum, aku, Radit, Ima dan Arin memutuskan untuk memakan nasi dengan cumi-cumi bakar, sedangkan Aeera hanya memakan dimsum karena ingin diet katanya.

“Ra, kalau lagi pergi-pergi gini tuh sayang banget kalau diet, kamu harus bisa nyicipin juga makanan disini, kalau aja surabi depan buka, makan deh kita disana, surabi mereka enak, loh” Ujarku.

“Tapi kak, perut aku tuh udah beberapa bulan ini memang kebiasa ngak makan berat kayaknya, jadi takut kaget, kadang jadi sakit perut kalau perut kaget teeh” Ucap Aeera.

“Mana ada perut kaget Ra, ha ha ha, kan tadi subuh sempet makan rotinya Alya sama Arin” Ujar Radit. Aku dan Arin masih mempunyai persediaan roti yang belum habis dari Jakarta.

“Ada lagi tempat makan enak, punclut, beuuhhh, itu kalau malem diiiingin banget hawanya, aku sering kesana juga” Kataku.

“Kak Alya kok bisa tau? Dulu pernah tinggal disini, ya kak?” Tanya Ima.

“Iya, aku kan memang dari bayi tinggal di Bandung Ma, terus pas kelas 6 SD pindah ke Makassar ngikut papaku dines, abis itu SMA di Jakarta, kuliah balik lagi ke Bandung Ma”

Senang bisa pergi dengan mereka ber 5, rasanya aku menemukan partner jalan-jalan terbaik, setidaknya sebelum Radit menikah.

“Eh Dit, kan lo mau married bentar lagi, nikmatin dulu masa-masa bujang lo hari ini, ntar kalau udah nikah ngak akan bisa kesini lagi loh sama kita-kita” Ucap Ima.

“Yaah kalau udah nikah maa, gw bareng dia laah kemana-mana, doi kan seneng kalau jalan-jalan” Sambung Radit.

Awal januari 2019 Radit akan pulang ke Padang untuk melangsungkan akad dan resepsi pernikahannya.

Kami selesai sarapan pukul 10.00AM dan melanjutkan perjalanan kami menuju tempat pertama, Babakan Siliwangi. Setiba dilokasi kami cukup bahagia karena banyak pohon-pohon rindang dan live music yang mengiringi jalan-jalan kami di Baksil. Mungkin cukup membantu untuk meredakan hati Hanum yang sepertinya sedang tidak sebaik itu, karena kuperhatikan Hanum cukup banyak tersenyum sepanjang jalan kami diantara pohon-pohon rindang di Baksil dan cukup banyak mengobrol dengan Radit.

***

Setelah selesai sholat Dzuhur di Baksil, kami melanjutkan perjalanan kami menuju Lembang atas. Aku mencoba memecah keheningan dengan mengajak Hanum berbicara sepanjang perjalanan kami. Semoga bisa membantu suasana hatinya yang sepertinya semendung hari itu.

“Gimana Num? Suka ngak sama Baksil tadi?”

“Waah banget Al, kalau ke Bandung tuh, kenapa ya, aku suka ngerasa ada sesuatu disini, kayak entahlah pernah ngalamin kejadian apa atau mungkin kayak pernah terlibat apa gitu disini” Ujar Hanum sembari mengendarai motornya ke arah jalan Setiabudi.

“Aku pernah denger, kalau itu sebenernya sudah jadi takdir kamu suatu hari nanti dan tercatat di lauhul mahfudz, jalan cerita hidup kamu suatu hari nanti pasti ada di Bandung juga, mangkanya kamu kayak pernah ngerasain itu Num, Allah udah ngasih perasaan dan bayangan tersebut tepat saat kamu ada didalam perut ibu kamu, katanya sih begitu, Wawlohuallam” Ucapku sembari melihat map sebagai penunjuk arah kami.

“Hmm gitu ya, aku baru tau kalau itu Al, hmm boleh nanya ngak Al? Kira-kira apa sih pengalaman hidup kamu yang paling berkesan dan ngak akan pernah kamu lupain sampai nanti?”

“Hmm apa ya, kalau menyangkut masa lalu, aku dulu pernah kerja sambil kuliah Num”

“Hebat! Pas lagi di Bandung Al?”

“Bukan Num, pas di Jakarta, kalau di Bandung kan aku ngambil D3, naah pas di Jakarta ngambil S1, pas S1 itu aku kerja sambil kuliah. Beberapa kali papahku selalu nasehatin kalau punya uang dari hasil jerih payah sendiri jangan pernah disia-siain, dipergunain sama hal yang baik dan bijak katanya”

“Waahh hebat juga kamu Al, itu jadi kamu ngebiayain sendiri uang kuliah S1 kamu?”

“Iya Num, papahku sebenernya orang yang mampu untuk ngebiayain aku kuliah S1 lagi, tapi aku pikir, aku pengen banget mandiri dalam hal finansial, selama ini buat apa aku kerja selain ngasih ke orangtua sama biayain adek laki-laki aku untuk kuliah, tooh aku pun juga belum kepikiran married saat itu, jadi aku akhirnya mutusin, apa sih rasanya nikmatin uang hasil keringet sendiri untuk hal lain yang baik? Apa aku nerusin kuliah S1? Itulah pilihanku Num, jadi belajar tanggung jawab dari dini, itu yang papah ku ajarin. Pernah aku jobless Num, habis kontrak, aku bingung, papahku udah nawarin kalau papah yang bakal biayain kuliahku, tapi aku ngak bisa manja-manja kayak gitu, apa yang udah aku mulai dari awal harus aku pertanggung jawabin, akhirnya aku mulai cari kerja lagi, Alhamdullilah, Allah Maha Melihat Num, ada aja jalanku buat dapet kerjaan”

“Salut sama kamu Al, aku belum tentu bisa kayak kamu, aku aja S1 udah maa dibayarin orangtua, numpang hidup sama orangtua, pake acara nakal pula, telat pula lulusnya Al” Ujar Hanum sembari mengendarai motor kami kedaerah Lembang. Kami mulai memasuki daerah terminal Ledeng.

“He he he, biasa aja kok Num, sebenernya waktu itu aku pernah juga ditawarin untuk dimutasi keluar negri Num sama HRD ku dikantor lama, karena kan cita-citaku pengen kerja di Aussie waktu itu, pilihan yang baik tapi entah kenapa aku juga pengen ngelanjutin S1 ku, akhirnya aku diskusi sama ibuku, ibuku nyaranin aku untuk ambil yang terbaik dan yang selalu aku kejar-kejar selama ini, aku sholat istikharah Num, terus aku mutusin untuk ngambil S1”

“Hmm pilihan yang baik, aku pernah baca kalau kamu memang udah ditakdirin dengan jalan itu, yaa itu memang udah jadi ketetapan Allah untuk kamu, semoga ujungnya baik ya Al”

Hujan rintik perlahan turun membasahi jalanan kami setelah melewati terminal Ledeng, namun tak menggoyahkan semangat Hanum untuk semangat dalam mengendarai motor. Kulihat kebelakang, sepertinya kami mulai terpencar-pencar dengan teman-teman kami.

Lihat selengkapnya