Warnet Cincai

Nuel Lubis
Chapter #13

Seperti Mengejar Cinderella

Untuk hari ini, Warnet Cincai buka lebih telat dari biasanya. Baru buka di atas jam 12 siang. Setelah bunyi azan mulai terdengar. Kali ini juga, Iyus datang bersama ayahnya. Menumpang mobil Kijang berwarna biru tua. Pak Candra yang menyetir.

Tampaknya ada sesuatu akan terjadi. Ini berkaitan ke temannya Iyus juga. Si Jill itu maksudnya.

Kijang biru tua itu terparkir. Cukup beruntung sebetulnya. Di atas jam 12 siang, cukup sulit untuk menemukan ruang parkir yang masih kosong. Setelah mobil terparkir, yang pertama keluar adalah Iyus. Belum apa-apa Iyus sudah berlari cepat menuju Warnet Cincai. Tadi sebelum menuju lapangan parkir, sempat Iyus dan ayahnya mendapati Jill sudah tiba. Bahkan ada beberapa bocah yang duduk di undakan kecil dekat pintu warnet.

Pak Candra menggeleng-gelengkan kepala saat menyaksikan kelakuan anak semata wayangnya. Setelah itu, ia segera menutup pintu mobil. Pria itu tak terlalu tergesa-gesa mengejar Iyus. Ia malah sebentar memandangi mobil Kijang tersebut. Kedua matanya berkaca-kaca. Hampir saja ia menitikkan air mata. Ia tahu tak apa-apa seorang pria menangis. Apalagi air mata itu menangis, pemicunya adalah seorang wanita yang begitu dicintai pria tersebut. Wanita itu sudah terlebih dahulu menghadap Tuhan.

Sembari menggesek-gesekkan telapaknya ke dasbor mobil, Pak Candra mendesiskan sesuatu, "Sudah lama juga kamu menemani keluargaku, yah. Kamu sudah tahu, kan, si Ibuk sudah tak ada lagi di dunia ini?"

Spontan Pak Candra tertawa. Tertawa tanpa suara. Sebentar saja ia menatap langit. Agak terik juga cuaca hari ini.

"Kamu keberatan aku mengganti dirimu?" tanya Pak Candra seolah-olah mobil Kijang biru tua itu bisa berbicara.

Pak Candra tertawa lagi.

Sebetulnya memang sejak hari penguburan istrinya, Pak Candra ingin menjual mobil Kijang yang sudah menghiasi garasi rumah sejak Iyus masih SD. Malah niat itu sudah ada jauh-jauh hari sebelum istrinya terkena kanker. Penyebabnya adalah kondisi mobil yang tidak sebagus saat Iyus masih SMP--setidaknya. Beberapa spare-part juga cukup sulit ditemukan. Bulan Januari lalu saja, Pak Candra kesulitan mencari karburator yang sesuai. Mau tak mau ia harus memesan terlebih dahulu ke temannya yang tinggal di Surabaya. Bahkan, memang mendiang istrinya juga yang menyarankan dirinya untuk menjual, lalu membeli yang baru.

Pak Candra terngiang-ngiang kata-kata istrinya, Bu Rena.

"Jual lagi saja, terus beli yang baru. Sekarang juga zamannya matic, Pa. Bisa tukar tambah juga. Mending tukar tambah Kijang butut itu, Pa. Ganti sama mobil yang lebih bagusan. Kalau bisa, yang matic."

Iya, Kijang biru tua itu memang masih dijalankan secara manual. Konon, lebih nyaman menyetir mobil matic di kala kemacetan Jakarta yang semakin menjadi-jadi.

Sembari berjalan menuju Warnet Cincai, Pak Candra berselancar di peramban yang berada di dalam ponsel cerdas miliknya. Ia kembali mencari-cari harga mobil-mobil keluaran yang terbaru. Sudah hampir dua minggu ini, Pak Candra gencar mencari informasi tentang penjualan mobil. Itu termasuk yang menyediakan jasa tukar tambah. Kebanyakan mobil yang dijual itu mobil-mobil keluaran terbaru. Rata-rata matic. Rata-rata pula berharga yang cukup mahal. Bisa terbeli jika menyediakan layanan tukar tambah. Ada yang terjangkau, tapi mobil-mobil lama yang dijual. Jika bukan mobil keluaran lama, mobil-mobil second. Pak Candra sedikit alergi dengan mobil second. Tak hanya mobil, berlaku pula untuk barang-barang yang lainnya. Pak Candra hanya takut yang dijual itu barang yang dijual oleh penadah. Bisa berujung ke kepolisian. Berabe urusannya.

Lihat selengkapnya