WaroX

Handi Yawan
Chapter #3

Panggung Sandiwara

Kedua tamu yang datang bersama Ramadhan sampai saat ini hanya turut di belakang mereka.

Ramadhan memandang keluar jendela, mengingat kejadian lima tahun yang lalu, ketika pembacaan Teamnya atas tuntutan KPK di Pengadilan Tipikor.

Lima tahun yang lalu Gedung Pengadilan Tinggi Negeri seolah-olah telah berubah menjadi panggung konser sebuah musik. Beberapa stasiun televisi meliput langsung sehingga setiap orang di seluruh pelosok negeri bisa turut menyaksikan kasus yang berbulan-bulan telah menyita perhatian seluruh lapisan masyarakat.

Semua perhatian tertuju pada Panca yang menjadi bintangnya dalam kasus yang melelahkan dan tidak kunjung selesai, namun layak ditunggu karena jalannya sidang selalu ada kejutan yang mencuri perhatian semua kalangan dunia hukum dan masyarakat umumnya.

Dalam materi dakwaan, Jaksa menyebutkan uang sebanyak 1,1 Trilyun Rupiah telah dialirkan Panca kepada 4 orang. Salah satunya adalah Mantan Pimpinannya sendiri, Yohanes Simatupang, Mentri ESDM!

Dalam melakukan manipulasi Laporan Anggaran Pengadaan Tabung Gas 3 Kg tersebut oleh Panca, uang juga disalurkan kepada Fastabiq Khair, Ketua Umum Partai Rakyat Sejahtera yang pada saat itu masih menjabat SekJen Partai.

Idrus disebut menerima aliran dana hingga mencapai angka Rp 5,3 miliar. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak dibanding nama-nama lain yang disebut dalam dakwaan.

Selain Fastabiq, nama Idrus Walarangkeng, Ketua Panja Komisi DPR bidang Energi pun disebut dalam surat dakwaan yang dibaca oleh tim jaksa yang diketuai oleh Ramadhan Hayat.

Panca dengan tekad bulat membenarkan setiap kata yang dibacakan Hakim dalam delik aduan yang disusun Ramadhan. Setiap kalimat yang dibacakan Ramadhan menimbulkan kegaduhan di ruangan yang menjadi ruang utama Mahkamah Agung.

Sorot kamera dari berbagai stasiun TV turut menyebar luaskan secara langsung pembacaan dakwaan itu seolah-olah menjadi acara hiburan yang paling digemari oleh masyarakat di manapun. Bahkan sampai ke warung-warung kopi menjadi bahan obrolan yang tidak ada habis-habisnya di perdebatkan.

Ramadhan melanjutkan pembacaan tuntutannya, “... dalam kasus ini orang orang yang ditulis namanya di sini adalah yang terlibat bersama-sama saudara melakukan pengaturan di kementrian ESDM,” urai Ramadhan, “... sehingga negara menggelontorkan anggaran senilai 7,2 Trliyun Rupiah untuk pengadaan tabung gas 3 kg yang seharusnya ditanggung oleh Energycom sebagai rekanan tunggal. Pada pelaksanaan ini, anggaran yang dialokasikan ke sudara Fastabiq Khair telah direlokasikan untuk kegiatan kampanye pemenangan Capres dari Partai Kesejahteraan Rakyat dengan alasan Energycom telah mengambil alih kewajibannya menyediakan tabung gas 3 kg.”

Mahendra tidak pernah disebut menerima aliran dana dari Panca, tetapi dalam pembacaan tuntutan itu, Ramadhan membacakan dakwaan telah terjadi konspirasi antara Mahendra dengan Idrus Walarangkeng dalam upaya pemenangan Sudjani Muharyo, Capres dari Partai Rakyat Sejahtera.

Ibarat puncak acara, pembacaan nama-nama yang terlibat dalam kasus korupsi yang menjadi pusat perhatian masyarakat telah mencapai klimaks. Beberapa kali Hakim Ketua harus memalu hadirin agar tidak membuat kegaduhan menanggapi materi sidang yang telah disampaikan tadi.

Para pengamat mengatakan, pengakuan Panca ini tepat dan sangat ditunggu tunggu karena banyak kalangan yang mendesak agar kasus penyelewengan kewenangan di Kementrian ESDM yang telah menyengsarakan rakyat segera diungkap.

Banyak keganjilan terjadi, terutama masalah relokasi anggaran yang digunakan oleh Partai Rakyat Sejahtera untuk kampanye pemenangan Capres dari Partainya yang saat ini hasil pemilu Pilpres telah dimenangkan oleh Sudjani Muharyo sebagai RI1, Presiden terpilih dari Partai Rakyat Sejahtera.

***

Sidang Tipikor pembacaan nama-nama itu telah lewat 3 hari, Panca kembali ke kamar tahanannya. Siang itu tengah merebahkan diri di ruangan salah satu tahanan di Rutan Cipinang.

Ia menikmati hari-hari istirahat setalah sebelumnya disibukkan oleh kedatangan orang-orang dari KPK yang meminta koreksi darinya atas tuntuntuan setebal 1500 halaman lebih yang dibacakan Ramadhan kemarin itu.

Ia baru saja makan siang dengan menu nasi padang yang ia pesan dari rumah makan mewah. Nasi rendang adalah menu yang paling ia sukai telah dihabiskan dengan lahap. Semua kemewahan seperti ini masih ia dapatkan dengan mudah selama di dalam tahanan.

Sejak tadi pagi telah ia tonton beberapa VCD film-film bollywood favoritenya. Barang-barang ini berantakan, bahkan ada yang berserakan di lantai.

Iseng-iseng ia ganti ke TV mencari-cari hiburan lain.

Sambil rebahan di pinggir ranjang, Panca memilih saluran TV dari remote controll di tangannya. Banyak acara hiburan ditayangkan, tapi semuanya membuat ia bosan sehingga terkantuk kantuk.

Sebuah Breaking News ia lewatkan karena matanya sudah sayu diserang kantuk.

Namun tiba-tiba ia terperanjat mendengar namanya disebut-sebut oleh reporter TV. Bukan hanya namanya yang bagi ia sendiri sudah membosankan sering disebut-sebut di TV, tetapi pemandangan yang ia kenali memaksa membuka mata lebar-lebardan telah mengguncang hatinya.

Berita di TV layar datar 24” sedang menayangkan kebakaran yang terjadi di rumahnya! Panca sontak bangun dan memusatkan perhatian.

Setelah yakin memang kebakaran sebuah rumah yang memang adalah rumahnya sendiri seketika menjadi Panca panik. Tanpa ingat lagi pada sepasang sandalnya, ia berlari keluar kamar sambil berteriak teriak, “KEBAKARAN! KEBAKARAN! RUMAHKU KEBAKARAN .....!!!”

Maunya Panca terus berlari keluar, tetapi beberapa petugas P2U yang kebetulan berada di tempat itu mencegahnya. Panca meronta, namun kuncian beberapa penjaga tidak mampu ia lepaskan.

Panca kehilangan kendali dan terus meronta sambil meminta dilepaskan agar ia bisa pulang.

Panca tetap meronta dan memberi tahu pada para penjaga bahwa di rumahnya terjadi kebakaran. Tapi tetap saja para penjaga tidak mau melepaskannya. Akhirnya dorongan panik menyebabkan dirinya kehilangan kendali dan tidak kuasa menahan kecemasan sehingga akhirnya Panca jatuh pingsan.

***

Ketika Panca sadar, hal yang pertama ia lakukan bangun mencari sandalnya lalu bergegas pergi keluar dari kamarnya.

Namun kali ini ia tidak ada satupun penjaga yang menghalanginya, bahkan mereka mengantarnya pergi keluar.

Firasat buruk telah melanda pikiran Panca. Panca bertanya pada beberapa penjaga meminta kejelasan apa yang terjadi dengan keluarga di rumahnya? tapi tidak satupun dari mereka yang mau memberikan jawaban walaupun ia memaksa.

Ada dua orang yang tidak ia kenali turut naik dalam mobil yang telah menantinya di luar gedung. Tetapi Panca tidak perhatikan apa keperluan mereka karena ia lebih memperhatikan dirinya.

Panca sudah tidak bisa berpikir jernih, perjalanan ini ibarat perjalanan paling lama ia pernah ia alami.

Panca heran kenapa ia tidak di bawa ke rumahnya, tetapi dalam perjalanan ia diberi tahu sedang di bawa ke rumah sakit. Namun pertanyaan kecemasan dirinya tentang kabar keluarganya hanya disampaikan tidak tahu oleh para pengantarnya.

Akhirnya penantian panjang yang ia lalui membawa mobil Pajero yang mengantarnya berhenti di depan rumah sakit. Di ambang pintu rumah sakit rupanya Panca telah dinanti oleh sanak saudaranya. Tetapi melihat pemandangan ini telah membuat Panca lunglai. Ia telah yakin tejadi sesuatu buruk pada keluarganya.

Beberapa kerabatnya yang telah tiba lebih dahulu datang memapahnya dan menuntunnya ke ruang mayat! Sejenak Panca terpaku dan meyakinkan dirinya mereka telah membawa ke tempat yang salah.

Tetapi tiba-tiba ia ingat kembali, perasaan ingin tahu seolah-olah telah memberi semangat baru membuatnya bergegas kembali pergi dan melupakan dirinya tadi yang sempat lunglai.

Nalurinya telah menuntun Panca pergi ke dalam ruang mayat. Di dalam kerabatnya yang lain sedang mentikannya, tetapi yang paling Panca inginkan melihat anak-anak dan istrinya. Tetapi yang ia lihat hanyalah tiga buah meja keranda yang masing masing berisi bungkusan kain kafan.

Pecah tangis Panca dan akhirnya lepas berteriak-teriak memanggil nama nama anaknya dan istrinya. Panca menengok kesemua saudara-saudara meyakinkan tubuh-tubuh yang terbungkus kain kafan adalah keluarganya? Namun tidak ada satupun dari mereka yang berkata-kata ataupun sekedar mengangguk. Mau rasanya kenyataan ini ia tolak tetapi fakta tak terbantahkan.

Beberapa saudaranya hendak merangkulnya, tetapi Panca berontak dan bergegas menyibak mereka agar ia bisa memastikan siapa saja tubuh tubuh yang telah dibungkus kain kafan. Namun hatinya telah terguncang dan hanya mampu memandangi masing-masing 2 tubuh kecil dan 1 seukuran orang dewasa.

Pelan-pelan Panca memeluk salah satu tubuh yang bisa ia raih. Tetapi tidak puas sampai disitu, ia peluk tubuh yang lain, lalu ke tubuh yang lainnya lagi seolah-olah ingin merangkul semuanya, sampai akhirnya Panca bingung tubuh mana yang harus ia peluk karena semua tidak satupun sudah tidak mampu balas memeluknya!

Lemas sudah Panca, seolah olah tubuhnya tanpa tulang. Hiburan hiburan dari mulut saudara saudaranya tidak mampu mengobati kepedihan hatinya.

Antara sadar dan tidak Ia ikut saja apa yang diperbuat saudara-saudaranya terhadap dirinya. Panca sudah tidak mampu berpikir. Hanya tangisan sengsara yang mampu ia tumpahkan. Semua sudah jelas baginya apa yang terjadi, dan semua telah membuatnya gelap. Sekali lagi Panca jatuh pingsan!

Entah berapa lama pria malang ini tidak sadarkan diri, ketika siuman mendapatkan dirinya berada di depan tiga buah pusara yang baru dibuat. Lalu gelap dan tidak tahu apa apa lagi untuk selamanya.

“Begitulah,” kata Ramadhan, “mungkin akibat panik, Panca tidak memperhatikan saya dan Pak Boby ikut naik mobil yang mengantarnya ke Rumah Sakit sejak di Rutan Cipinang.

Dalam kebakaran yang terjadi di rumah Pak Panca itu telah menewaskan Istri dan kedua anaknya yang terjebak di dalam rumah.

“Kami ditugaskan Pimpinan KPK mengurus semua.” Kata Ramadhan. “Namun sejak itu pula kami kehilangan Pak Panca”

“Ketika di pemakaman, Pak Panca telah menyadari kehilangan Istri dan anak-anaknya. Di mobil dalam perjalanan yang mengantar ketiga jenazah, Pak Panca sudah tidak bicara kepada siapapun.Demikian pula ketika ketiga jenazah itu diturunkan ke liang lahat dan dikubur, ia diam saja memandang saja apa yang dilakukan orang.”

“Barulah ketika pemakaman itu selesai dan orang-orang mulai meninggalkan tempat itu, kami baru sadar, Pak Panca pun telah turut hilang bersama jasad istri dan kedua anaknya ke dalam liang kubur. Kami semua sadar, Pak Panca telah hilang ingatan.”

“Itulah hal terakhir yang kuingat dari Pak Panca,” tutur Ramadhan, “tatapan kosong dari kedua bola matanya, air muka tanpa ekspresi, tapi tangan kanannya terulur kedepan dengan jemari terbuka seolah-olah jiwanya turut lepas bersama istri dan anak-anaknya ke liang lahat... dan kini kulihat seperti itu tanpa banyak perubahan.”

“Orang yang malang ...” kata Ramadhan Lirih.

***

Lihat selengkapnya