Yusuf Mahendra selalu dijaga 24 jam oleh para bodyguard yang ia bayar tinggi baik pada waktu berada di rumah atau di luar. Tapi berbeda dengan sejawatnya yang telah lebih dulu tewas di tangan si WaroX, Mahendra lebih percaya diri, karena penjagaan kemanapun ia pergi dilakukan berlapis-lapis.
Malam yang ditunggu akhirnya tiba, orang yang diharapkan datang ke rumah Mahendra. Ketika Mahendra sedang bersiap-siap meninggalkan ruang kerja untuk pergi tidur, sayup-sayup terdengar ritme mistis tarian WaroX yang semakin lama semakin keras.
TROTOTOT TEAT TEOT… Suara seruling tarian warok mulai terdengar.
Bergegas Mahendra memakai mantelnya untuk membungkus piyama yang sudah ia pakai sejak tadi.
Suara berisik musik tarian Singo Barong sudah didengar oleh semua orang dan segera kepala regu yang selalu dipanggil bang Rante tahu apa yang harus dilakukan. Ia atur strategi yang telah dipersiapkan bersama para anak buahnya.
Berbagai ragam senjata api ditujukan ke arah dimana orang yang mereka nantikan bakal datang. Tidak sulit menentukan arah kedatangannya karena suara berisik ritme tarian singo barong jelas sumber suaranya diikuti kemunculan si WaroX sendiri di ambang pintu gerbang.
Gending menyuarakan nada slendro dan pelog yang memunculkan atmosfir mistis, unik, eksotis serta membangkitkan semangat.
Kemunculan si WaroX kali ini tidak mengejutkan. Si aroX datang disaksikan semua orang. Setiap jengkal langkahnya lambat sesuai irama lagu yang keluar dari sebuah streo set portable yang dibawanya.
Tubuh telanjangnya yang berkeringat mengkilat ditimpa cahaya lampu.
Gaya tariannya kikuk bercampur kesan mistis dan menari seolah-olah orang kerasukan. Tidak peduli pada lingkungan luar selain dirinya sendiri.
NING NONG NING NONG ...
NING NONG NING NONG ...
NING NONG NING NONG ... GONG!
Namun bagai disihir pula, para anak buah Mahendra tidak seorangpun melepaskan tembakan. Mereka hanya mengarahkan moncong senjatanya masing-masing mengikuti arah gerak si WaroX yang sudah masuk ke rumah Mahendra.
Halaman rumah Mahendra sangat luas dan sebanding dengan luas rumah mewahnya. Walaupun demikian seluruh halaman dan di depan rumahnya cukup terang disinari oleh cahaya lampu.
NING NONG NING NONG ...
NING NONG NING NONG ...
NING NONG NING NONG ... GONG!
Mahendra sendiri menanti si WaroX dengan tenang. Ketika mereka sudah saling berhadapan di halaman rumah, si WaroX mengecilkan volume suara musik agar bisa bicara jelas dengan Mahendra.
Si WaroX tersenyum melihat Mahendra berdiri dihadapannya.
Namun senyum si WaroX bukan senyum tulus. Sebuah senyum yang dipaksakan dan tetap menyimpan gurat ancaman yang mengandung kekejaman. Sungguh pemandangan yang sangat ganjil dan sempat membuat Mahendra bergidik pula.
Acungan senjata api para anak buah Mahendra tidak pernah kendur ke arah si WaroX.
“Apakah kau Panca?” tanya Mahendra, “aku kenal Panca, tapi kau siapa?”
Huh, keluh si WaroX merasa geli dengan pertanyaan Mahendra. Mungkin si WaroX ingin bertingkah lucu tetapi tampaknya bukan kebiasaannya, jadi tetap saja tidak lucu!
Setiap gerak geriknya sama sekali tidak lucu, bahkan menjadi ganjil karena penampilan dan aura yang keluar dari setiap bahasa tubuhnya sangat menakutkan dan merupakan ancaman bagi setiap lawannya.
Si WaroX balik bertanya, “Apakah aku Panca atau bukan, apakah itu berarti bagimu?”
Kali ini Mahendra menjadi kesal, “Aku tidak peduli kau siapa!” bantahnya, “bahkan aku tidak peduli apa maumu datang kemari!”
“Nah, itu yang kumaksud!” sahut si WaroX. “Lalu untuk apa anak buahmu sebanyak ini ada di sini?”
Sungguh Mahendra dibuat dongkol menghadapi percakapan yang absurd ini. Lalu ia pikir tidak ada gunanya beramah tamah lagi. Mahendra melangkah mundur dengan tanpa melepaskan pandangan ke arah si WaroX.
“Aku sibuk,” ujar Mahendra sambil memberi isyarat kepada orang berbadan besar, maju menggantikan dirinya menghadapi si WaroX dan diperkenalkan, “inilah lawanmu, bang Rante”
Orang besar bernama bang Rante adalah seorang bodyguard yang berpenampilan stylis, berpakaian stelan jas hitam tanpa kemeja sehingga kalung rantai di leher tampak, begitupula di kedua pangkal lengannya melilit rantai perak. Rupanya julukannya ini didapat dari penampilannya.
Bang Rante berkulit gelap dan air mukanya keras.
“Bang Rante adalah instruktur martial art dan murid-muridnya adalah stuntman dari berbagai penjuru dunia,” pamer Mahendra dalam usaha menggertak si WaroX sambil berjalan pergi.
Lalu si WaroX bergerak maju selangkah hendak mencegah Mahendra pergi, seketika acungan senjata-senjata api semakin diarahkan kepada dirinya, KLIK! KLIK! dan beberapa jenis colt dan bedil laras pendek terdengar dikokang.
“Tunggu!” pinta si WaroX. “Mungkin malam ini hari kematianku. Apakah kalian mau memberikan kehormatan padaku barang sedikit?”
“Apa maksudmu?” tanya bang Rante yang kali ini menggantikan Mahendra menghadapi si WaroX.
“Aku tidak bawa senjata api,” ucap si WaroX, “Bagaimana kalo kita main-main menggunakan senjata tajam saja!”
Sejenak bang Rante menimbang nimbang. Sementara si WaroX memiringkan kepala ke kiri ke kanan, berlagak memohon. Sebal sekali bang Rante melihat tingkah si WaroX seperti itu. Maka tanpa pikir panjang lagi bang Rante membatalkan kokangan senjata api di genggamannya lalu ia sarungkan dibalik pinggangnya. Sikap bang Rante segera diikuti semua anak buahnya.
Pistol atau bedil masing masing telah ditaruh, sebagai gantinya mereka menghunus Katana atau golok yang telah masing-masing siapkan di balik bajunya.
Lalu bang Rante memberikan perintah, “SERANG!”
Si WaroX sempat manaruh stero set ke samping. Meskipun demikian suara musik telah kembali dibunyikan keras oleh si WaroX mengiringi aksinya yang telah kembali bersiaga menghadapi serangan belasan kaki tangan Mahendra.
Si WaroX menyilangkan kedua tangannya kebelakang untuk menghunus sepasang goloknya. Dengan gerakan yang cepat, sepasang goloknya telah berpindah kedalam genggamannya sambil disilang didepan dada menghadang setiap serangan yang datang.
***
NING NONG NING NONG ...
NING NONG NING NONG ...
NING NONG NING NONG ... GONG!
Ada dua orang yang menonjol, tapi bukan dari pakaian, sebab semua berpakaian sama, yaitu stelan jas hitam yang mahal dan penampilannya sudah seperti agen Man In Black tanpa berkacamata hitam.
Dua orang yang menonjol dari mereka adalah tampil di depan mengawal Bang Rante seolah-olah tiga serangkai.
Yang laki-laki sok cool sementara yang wanita memegang gulungan rantai baja bermata tombak.
Ada belasan orang bodyguard dan termasuk diantara dua orang wanita bersenjata yang sama dengan wanita yang mengawal bang Rante yang masing-masing memegang tali rantai berujung mata tombak pula.
Bang Rante mendorong bahu pria kiri berkalung emas, “Bruno, Maju!”
Segera si Bruno bergerak ke kanan memutari si WaroX yang tetap merendahkan badan menanti perkembangan.
Lalu bang Rante menyentuh bahu kanan si cewek jagoan dengan punggung tangan yang memegang katana. “Walet Hitam, Maju!”
Salah seorang dari tiga orang wanita kembar tidak identik yang dijuluki si Walet Hitam melakukan serangan pembukaan yang serentak diikuti oleh yang lain.
Setiap serangan oleh lawan-lawannya dilakukan ibarat air hujan turun dari langit, datang dengan deras tanpa ada seorangpun yang menunggu sehingga kali ini si WaroX mati-matian melakukan perlawanan.
TRANG, TRANG!
Suara benda tajam saling beradu keras terdengar saling bersahutan. Dan tentu saja teriakan teriakan penuh semangat terdengar keras diantara suara beradu benda tajam terbuat dari baja-baja terbaik. CIAAAAT!!! WATAW!