Ramadhan telah kembali ke Jakarta dan setelah Ia menyampaikan semua hasil kunjungannya ke Padepokan Ki Entus di Ponorogo kepada Para Pimpinan di KPK. Lalu Ia menemui dokter Wahyudin kembali di RSJ. Sumber Waras.
Ramadhan punya utang janji untuk berbagi kepada dokter Wahyu soal Panca setelah kunjungannya ke Ponorogo.
Tiba di Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras pukul 7 malam, dokter Wahyudin sudah menyongsong lalu mengajak mengobrol di kantornya.
“Ada yang ingin saya tanyakan tetapi selalu di tunda karena ada yang lebih penting,” ujar dokter Wahyu, “nah kali ini urusan kita mengobrol saja.”
“Sebenarnya bagaimana proyek pengadaan tabung gas 3 Kg itu menjadi sebuah kasus?”
Ramadhan tidak keberatan berbagi cerita dengan dokter Wahyudin yang selama ini telah banyak membantu kasusnya dengan tulus.
“Sejak awal proyek ini memang sudah sebuah kasus,” ucap Ramadhan. “Proyek ini sebenarnya diada-adakan untuk mendapatkan sumber dana kegiatan Partai Rakyat Sejahtera, lalu dibongkar oleh lembaga-lembaga independen seperti ICW, Kontras, FITRA, bhkan Komnas Ham dan masih banyak lembaga lainnya telah melaporkan kepada kami.”
“Dari proses pengadaan LPG 3 kg ini tidak hanya dalam negeri tapi juga Impor dari luar negeri.
Bayangkan pegadaan tabung LPG 3 kg, Kompor gas 1 tungku, Regulator dan selang yang sebanding dengan jumlah KK mengenah ke bawah penduduk Indonesia berapa besar dana yang dianggarkan! Pengadaan yang dilakukan dengan menggunakan produk IMPOR terdiri dari 3 negara yaitu China, India dan Thailand sementara pengadaan LOKAL dilakukan oleh Pertamina sendiri dengan pembelian langsung dan dilaksanakan oleh PMDN-PMDN.
“Penyelewangan dana yang telah kami hitung mencapai 70% dan masyarakat hanya mendapatkan produk-produk bermutu jelek dari yang telah mereka anggarkan.”
“Idealnya setiap rumah tangga bisa dijamin pasokan gas kapanpun dibutuhkan, tapi sayangnya banyak kejadian Ibu-ibu kesulitan mencari gas 3 kg padahal ia tetap harus masak,” kata dokter Wahyu. “Karyawan saya pernah ketika pergi ke warung-warung mencari gas sudah habis dan suaminya mencari ke tempat yang lebih jauh tapi tetap saja tidak ia dapatkan. Maka hari itu mereka makan yang mereka beli dari warung nasi saja. Ini jadi sebuah pemborosan.”
“Dan yang menggelikan ketika kudengar di beberapa warung, ada yang dimintai fotocopy KTP yang katanya untuk bukti ratio kebutuhan di pangkalan gas” ungkap dokter Wahyu.
“Ya, sejujurnya saya sendiri tidak pernah mengalami hal-hal ribet seperti itu,” aku Ramadhan. “Semua keperluan kami telah diatur oleh asisten rumah tangga sehingga saya tidak tahu bagaimana cara mendapatkannya.”
Ramadhan sempat tersenyum ironi. “Padahal pada saat yang sama saya lagi mengurusi soal penyelewangan anggaran proyek ini.”
“Saya ingat sejak kecil telah terjadi antrian minyak tanah dimana mana, sekarang diganti dengan gas 3 kg tetap saja tidak rapih distribusinya.” ujar dokter Wahyu. “Sudah beberapa kali ganti presiden dan ganti kebijakan, situasi masih sama dengan di masa kecil kita.”
“Begitulah!” kata Ramadhan sambil mengangguk angguk.
“Bagi orang-orang seperti mereka yang tidak pernah bersinggungan langsung dengan masyarakat tidak pernah diketahui apalagi dipikirkan kerepotan semua itu. Baginya semua proyek hanyalah objek untuk menghasilkan uang.” ujar Ramadhan.
“Panca pernah bercerita bagaimana awal ia terlibat dalam kasus itu,” kata Ramadhan. “Ia akui sendiri setelah lulus STAN melamar kerja ke Departemen ESDM dan diterima.
Sewaktu awal-awal menjadi PNS ia masih ingat tidak pernah nglembur, tetapi disuruh buat lemburan oleh Pimpinannya sendiri. Tidak pernah melakukan perjalanan dinas lebih dari sehari, disuruh isi dalam form menjadi 3 hari.”
“Suatu malam Ia dipanggil oleh Pimpinannya di sebuah hotel sambil membawa berkas-berkas dan beberapa amplop yang masing-masing berisikan cek. Cek-cek itu telah disiapkan kasir dan diberikan kepada Panca yang Ia sangka tadinya hanya titipan.
Setelah tiba di hotel Ia hanya diminta bergabung dalam sebuah jamuan dengan tamu-tamu yang lain.
Semula Panca berpikir dari mana Pimpinan mendapatkan jatahnya? Dan malam itu akhirnya Ia dapatkan jawabannya. Ternyata laporan permintaan anggaran yang Panca buat bisa ditandatangan oleh orang-orang dari pusat dalam pertemuan di Hotel.
Ternyata amplop amplop itulah sebagai imbalan untuk tamu-tamu akuntan dari pusat. Selanjutnya giliran Ia yang sibuk mempersiapkan dokumen-dokumen fiktif sebagai kelengkapan administrasi.
Sejak saat itu Panca menikmati semua fasilitas yang didapatkan. Tapi ia tidak lupa berbagi dengan teman-teman, mengajak makan makan di luar. Memang ada juga beberapa yang masih suka sinis, katanya. Tapi setelah mendapatkan hadiah-hadiah yang ia berikan, mereka berbalik menjadi baik kepadanya. Sejak itu pula karir Panca pun pesat menanjak”
***
“Kesempatan besar datang ketika Pimpinannya, Dirjen maju menjadi Menteri. Pada saat yang sama semenjak menjabat Dirjen, Yohanes Simatupang telah membina hubungan dengan Ketua umum Partai Rakyat Sejahtera, yaitu Fastabiq Khair yang partainya mengusung Sudjani Muharyo maju menjadi Calon Presiden pada Pemilu kala itu.
Disaat yang sama, Panja Komisi Energy banyak mendapat finansial dari Mahendra yang CEO Energycom.
Ketua Panjanya sendiri Idrus Walarangkeng adalah kader Partai Rakyat Sejahtera.
Di sini peran Panca sangat strategis dan mampu membaca apa yang mereka inginkan sehingga goal yang mereka tentukan bisa tercipta. Sinergi diantara mereka bisa dipadukan oleh Panca yang pandai membina komunikasi diantara mereka.
Akhirnya lawan-lawan politik mereka berhasil dikalahkan sehingga mengantar Sudjani Muharyo melaju menjadi RI1 dengan angka menang mutlak pada putaran pertama saja Pemilu itu.
Waktu itu Presiden Yadin Subagyo sudah tidak mendapat dukungan dari Partai-partai pendukungnya dan kebijakan pengadaan gas 3 kg menjadi bumerang baginya yang telah menjatuh dirinya turun dari kursi kepresidenan.
Minyak Tanah menjadi bahan baku yang dibutuhkan oleh Enegycom untuk produksi komoditasnya, sehingga para pengambil keputusan di DPR dengan cara yang pandai mengganti dengan gas yang melimpah. Dan kata mereka pula, gas lebih murah cost-nya daripada minyak tanah, begitu alasan-alasan yang dikemukakan oleh para Politisi.
Dari goal ini, Partai mendapatkan bantuan dana kampanye dari para konglomerat, terutama dari Mahendra yang membawa Capres yang diusung Partai Rakyat Sejahtera menjadi RI1.
Tetapi lawan lawan politik tidak tinggal diam dan melancarkan terus serangan balik dengan melaporkan dugaan korupsi ke KPK.
Menindaklanjuti laporan-laporan ini dan setelah cukup bukti, kami menangkap tangan Panca di kediamannya sendiri ketika berlangsung sebuah transaksi dengan ajudan Mahendra.
Sewaktu saya menangkap Panca, ia tidak mampu melakukan perlawanan digelandang oleh rombongan dari KPK dibawah perintah saya. Panca dipaksa berpisah malam itu juga dengan Istri dan kedua anak-anaknya yang terbangun dalam tidurnya.
Memang keesokan harinya, Panca di tengok oleh Istri yang membawa kedua anaknya di Tahanan KPK. Tapi itulah hari terakhir Panca bersama istri dan kedua anak-anaknya.
“Pak Panca berada di lingkungan birokrat yang cocok dengan habitatnya. Pandai bergaul dengan siapa saja adalah kemahirannya,” papar dokter Wahyu menganalisa.
“Terutama kepada orang yang menjadi atas-atasannya. Dibidang akademis orang-orang yang sangat berprestasi seperti Pak Panca tidak sulit karirnya cepat menanjak dibandingkan orang lain. Ia banyak memberi untuk mendapatkan semua yang diinginkan.”
“Panca banyak belajar dari senior seniornya agar tidak jatuh ke lubang, harus mau berbagi dengan orang lain bahkan kepada orang yang tidak suka karena iri,” kata Ramadhan. “Sehingga yang benci melihat kesuksesannya bisa dibeli hatinya dan tidak menjadi pengganggu dalam urusannya.”
“Tetapi ternyata tidak semua bisa dibeli dengan uang,” ujar Ramadhan. “Panca merasa heran juga masih ada orang yang butuh uang tetapi masih ada yang tidak mau dan enggan ia beri. Ia mengatai mereka bodoh.” Ucap Ramadhan tidak habis pikir.
“Pelaku korupsi memang tidak bisa memahami prinsip hidup jujur. Bagi mereka orang-orang jujur adalah yang butuh tetapi malu-malu.” Jelas dokter Wahyu.
“Hanya ukuran moral yang bisa menakarnya,” sambung dokter Wahyu. “Dan tidak setiap orang punya kepekaan moral, sekalipun dia seorang yang shaleh belum tentu bisa konsisten dengan nilai-nilai moral dalam praktek sehari-harinya.
Bahkan shalat lima waktu dan pergi ke mesjid mereka lakukan sepenuh hati. Berdoa pada tuhan meminta rejeki, tetapi pada saat yang sama pembenaran tindakan korupsi dilakukan.”
“Sebenarnya kita harus mengasihani kepada para koruptor,” kata Ramadhan. “Mereka tidak tahu cara yang halal dan baik untuk mendapatkan rijki.”
“Oh ya, sampai sekarang ada yang ingin saya tanyakan kepada Panca bila ada kesempatan bisa menemuinya,” kata Ramadhan, “saya ingin mengajukan pertanyaan padanya, apakah Ia sekarang puas telah menuntaskan balas dendam?”
“Karena menuntut balas adalah satu-satunya alasan hidupnya saat ini, dan satu persatu telah Ia tuntaskan...”
“Apakah anda mengira Ia puas?” tanya dokter Wahyu.
“Kurasa ya,” kata Ramadhan. “Tapi, entahlah ....?”
“Kita tidak pernah tahu,” sela dokter Wahyu. “Mungkin saja sekarang ia justru kehilangan tujuan hidupnya!”
***
Tiba-tiba Ramadhan dan dokter Wahyudin menoleh oleh sebuah ketukan pada kaca jendela. Seseorang berdiri di balik jendela. Semula mereka tidak mengerti apa yang dilakukan orang itu di belakang kantor dokter Wahyudin. Lalu orang itu member tanda akan masuk.
Entah bagaimana caranya orang itu telah berada di dalam ruangan. Ramadhan menengok kearah pintu belakang kantor ternyata telah terbuka.
“Panca!?” ucap Ramadhan mengenali orang yang selama ini mereka perbincangkan telah berada di tengah-tengah mereka.
Baru kali ini dokter Wahyudin melihat Panca yang sebenarnya.
Tinggi badan memang sama dengan orang yang disangka Panca, tetapi lebih tinggi sedikit daripada mereka.
Seakan akan tidak percaya orang yang berdiri dihadapan mereka adalah benar-benar Panca, Ramadhan terus menerus menatap wajah Panca.
Orang itu tubuhnya tinggi tegap dan mengenakan kemeja hijau lumut dengan baju di keluarkan.Tangan kemeja digulung sampai siku.
Panca memakai celana jins dan sepatu casual yang sangat sederhana. Tapi rambutnya gondrong dan tidak disisir sehingga beberapa helai menutupi wajah.
Meskipun demikian wajah Panca yang memang tampan tampak bersih. Namun bibirnya selalu terkatup rapat-rapat.
Ramadhan sangat mengenal Panca, tetapi penampilan Panca sekarang membuatnya pangling. Ramadhan masih ingat, Panca yang dulu rambutnya tidak panjang, selalu mengkilap dan disisir rapih. Badannya atletis dan tampak ramah kepada siapapun. Berbeda dengan sekarang tidak banyak bicara.
Ramadhan merasa kikuk menghadapi Panca yang sekarang, apakah ia akan melukainya atau datang sebagai teman?
Tapi kekuatiran Ramadhan tidak terjadi, Panca hanya menyodorkan sebuah buku saku, kertas-kertas dan sebuah flasdisk ketangan Ramadhan.
Barang-barang itu diikat dengan gelang karet.
“Apakah ini adalah data-data yang aku perlukan selama ini?” tanya Ramadhan. Panca hanya mengangguk.
Lalu Ramadhan mengambil barang itu dari tangan Panca.
“Semua bukti-bukti ini tadinya adalah milik Mahendra yang akan melengkapi temuan dari PPATK,” kata Panca.
Ramadhan merasa gembira kali ini bisa bertemu dan berbicara langsung dengan Panca. Suara Panca biasa saja seeprti suara yang ia kenali sebelumnya.
Tetapi tetap saja Ramadhan tidak mengira Panca berbicara seperti itu. Bukan cara bicara Panca yang ia kenal sebelumnya. Dulu Panca berbicara penuh dengan sejuta makna. Terlalu banyak berbasa basi tapi tidak mudah menarik kesimpulan. Ciri seorang birokrat sejati.
Kali ini Panca yang berbeda dan menyampaikan informasi, “PPATK hanya memberikan transaksi ini dari sisi perbankan yang masih bisa diperdebatkan kebenarannya, sementara catatan ini berasal dari sumbernya yang tidak mungkin terbantahkan.”
Ramadhan mengangguk-angguk mengerti apa yang dimaksud oleh Panca. Ramadhan belum lupa kalau Panca seorang akuntan juga.
Ramadhan bersuka cita mendapatkan informasi yang selama ini ia butuhkan. Walaupun orang-orang yang menjadi target KPK telah tewas, tetapi informasi didalam flashdisk ini akan mengungkap orang-orang dibalik konspirasi korupsi proyek itu.
“Tolong atur! Aku ingin bertemu dengan Presiden Sudjani Muharyo.” pinta Panca tanpa berbasa basi.
“Apa!” seru Ramadhan. Permintaan Panca bukan tidak jelas ia dengar. Hanya pertanyaan itu tidak Ramadhan duga. Tetapi ia tidak melihat air muka Panca sedang becanda.
Panca tidak berlama-lama berada di sana. Bahkan Ia tidak menunggu jawaban dari Ramadhan. Panca tinggalkan mereka berdua dan keluar lewat pintu tadi.
Ramadhan masih termenung memikirkan permintaan Panca.
Bagi Ramadhan permintaan Panca sebuah hal dilematis. Namun ia tidak bisa memutuskan sendiri dan harus Ia sampaikan kepada para Pimpinannya di KPK.
***
Keesokan harinya permintaan Panca disampaikan oleh Ramadhan kepada para Pimpinan di kantor KPK.
Seperti halnya Ramadhan, Para Pimpinan KPK pun merasa ini sebuah permintaan yang dilematis. Cukup lama waktu yang diambil oleh Para Pimpinan KPK untuk memutuskan, akhirnya dengan berat hati mereka sampaikan secara informal kepada Panglima TNI.
Ketika Panglima menerima pesan itu, tanggapan yang sama timbul. Panglima tidak memberikan komentar apapun. Bahkan sampai telah lewat berminggu minggu tidak ada kabar. Sehingga Para Pimpinan KPK pun telah melupakannya.
Beberapa hari kemudian Ramadhan tidak pergi keluar kantor dan bisa rileks sejenak menghadapi tumpukan berkas-berkas di depan matanya.
Hari ini Ramadhan bisa sedikit meregangkan badan dan mengesampingkan tumpukan berkas-berkas di atas meja karena tidak ada persiapan tuntutan.
Ramadhan merebahkan badan ke sandaran kursi sambil menimang nimang flashdisk yang ia terima dari Panca. Berkas-berkas lainnya masih di atas mejanya tetapi sudah ia perbanyak dan telah dibagikan ke Boby Tan. Bahkan data-data didalam flashdisk telah ia copy ke harddisk komputernya.
Semua data-data ini telah dianalisa bersama-sama para Pimpinannya.
Informasi berupa catatan transfer-transfer dan transaksi pemindah bukuan keuangan ini yang paling diperlukan KPK.
Informasi yang bakal mengungkap konspirasi besar yang menimpa negeri ini berada ditangannya.
“Tapi siapa Nathan O’Connor? Dan apa hubungannya dengan dengan kasus Panca, masih gelap?” pikir Ramadhan.
“Harus kuakui tidak mengerti apa hubungannya dengan CEO GeoSatelite yang berkantor di Silicon Valley, San Fransisxo?”
“Nathan O’connor memang pernah menjadi teman kuliah Mahendra di MIT, Cambridge,” kata Boby Tan
Meja Boby Tan ada diseberang meja kerja Ramadhan. Walaupun orangnya tidak nampak karena berada di balik monitor dan tumpukan berkas-berkas tapi mereka sedang terlibat diskusi.
Beberapa staf Ramadhan sama sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
“Saya lihat website Geosatelite dan hanya dapat info, Geosatelite adalah perusahaan pemilik teleskop pencitraan Hawkeye dan menyewa Palapa sebagai satelitnya,” Kata Boby Tan. “Geosatelite banyak dipakai oleh perusahaan perusahaan eksplorasi pertambangan, infrastuktur bawah tanah, pemetaan geothermal.
PMA seperti Exxon, Chevron, Petronas, Petrochina, Manhatan Ki, Santos, Hess, Stat Oil, Statoil-Niko, Bird’s Head, Total E&P, British Petroleum, Freeport, Eni adalah pemilik wilayah Pertambangan, Migas dan Batubara di Indonesia yang menggunakan jasa GeoSatelite.”
Ramadhan memberikan tanggapan, “Yohanes pernah bicara kepada Idrus Walarangkeng dalam usaha memuluskan RUU Investasi di berbagai wilayah NKRI sebagai lanjutan UU PMA 1968 yang Pro asing agar segera disahkan menjadi UU.”
“Partai-partai lain memboikot,” ucap Ramadhan. ”Bahkan disebut oleh Partai Kebangkitan Nusantara ada indikasi Menteri ESDM dan Idrus Ketua Panja DPR Bidang Energi berperan sebagai makelar perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.
“Mungkin itu kaitannya Indonesia yang bukan anggota G-20, mendapat undangan KTT,” kata Boby, “Bahkan Presiden Sudjani Muharyo menjadi Key Speaker di KTT tahun kemarin. Dan hasilnya banyak perusahaan asing yang akhirnya berinvestasi di Indoensia.”