We are Different

Ami
Chapter #2

1. t e r p a k s a

Bukan sebuah pilihan, melainkan keterpaksaan.

—Humaira Selina.

*****

"Udah siap?" tanya Reva dengan suara lantang kepada sahabatnya.

Aira hanya mengangguk singkat. Pasalnya, ia tidak berniat untuk pergi malam ini sebagai nyamuk.

Ajakan gila Reva yang meminta Aira untuk ikut kencan dengan pacarnya. Kencan, hal yang seharusnya dilakukan hanya berdua dengan pasangannya. Kecuali doubel date.

Reva mengajaknya dengan alibi tak ingin melihat sahabatnya murung karena jomblo yang berkepanjangan. Bukan berkepanjangan, lebih tepatnya jomblo sejak lahir.

Arkana Melviano, cowok dengan perawakan tinggi yang kini memakai kemeja hitam itu bersandar di mobilnya yang terletak di depan rumah Aira.

Sesuai perjanjian Aira ingin ikut dengan syarat Reva yang menyamper ke rumahnya. Jadi untuk menghemat waktu, Arkan menjemput mereka di rumah Aira saja.

Percayalah, Aira sudah berusaha menolak ajakan Reva. Namun, Reva punya sifat yang keras kepala. Semua keinginannya harus dituruti saat itu juga.

"Malam sayang, kamu cantik banget malam ini," pujian Arkan untuk seorang bidadari yang menyamar jadi pacaranya, yaitu Reva.

"Makasih sayang, kamu juga ganteng!" Reva tak mau kalah memuji balik pacarnya itu.

Lihatlah, baru ingin berangkat Aira sudah menjadi orang yang terabaikan. "Ekhem, masih ada orang yang bernapas disini," sindir Aira.

Baik Arkan ataupun Reva hanya cengengesan saling melemparkan pandangan, serasa dunia milik sendiri.

Arkan membukakan pintu depan untuk Reva sekaligus memasangkan seatbelt demi keamanan sang pacar. Arkan tidak berniat melakukan hal yang sama untuk Aira, ia memutar untuk masuk di bangku pengemudi. Aira yang sempat terdiam, memutuskan ikut masuk ke dalam mobil, dengan posisi dibangku penumpang tengah.

Arkan menjalankan mobilnya, menerobos kemacatan di Ibu Kota. Di dalam mobil, tidak ada pembicaraan. Hening. Hanya suara musik yang terdengar.

Aira masih bergulat dengan pemikirannya. Bagaimana dengan keberadaan dirinya saat disana? Jadi patung yang seolah tak melihat dan mendengar apapun, atau menjadi babu untuk mereka suruh-suruh? Pikirnya.

Lihat selengkapnya