Balkon itu akhirnya kosong. Seorang gadis berpiyama lari berjinjit sehening mungkin, melewati belasan kamar. Ia menyentuh ikon kontak seseorang pada ponselnya, lalu berbisik.
"Sudah aman. Segera ambil uangnya, aku tak mau kedinginan hanya untuk ini"
Ia menutup sambungan tanpa menunggu jawaban. Tak sampai sepuluh menit, dari ujung lorong gadis itu dapat melihat seseorang mengenakan hoodie hitam yang berjalan menunduk menghampirinya. Mereka terdiam beberapa saat.
Sret-
Gadis itu meraih lengan lelaki dihadapannya. "Hasil kemarin" Ia memberikan segepok uang dari saku piyamanya. "Sana, kembalilah lagi"
Keduanya saling mencuri pandang dan berpaling bersamaan. Gadis itu berdeham.
"Ayoo, sanaa" Ia berbisik kesal pada lelaki dihadapannya.
Setelah memasukkan uang tadi kedalam hoodienya, lelaki itu mundur perlahan. Meninggalkan gadis didepannya ragu. Wajahnya yang tertutupi masker hitam membuat gadis itu sulit mengartikan tatapannya. Selang beberapa menit, gadis itu berjalan kembali ke kamarnya diam-diam tanpa sadar melewati seseorang dari dalam kamar 101 yang mengintipi balkon sedari tadi.
Penghuninya menjauh dari jendela sebelah pintu. Rokoknya ia masukkan kembali kedalam laci nakas. Niatnya menghabiskan satu batang diam-diam gagal. Pertemuan diam-diam kedua orang yang Ia kenal itu, membuatnya menerka-nerka.
🗣️
"Tugasmu"
Graham menerima buku yang di letakkan dimejanya ketika ia, Nath, Lloyd dan Cecil menempati tempatnya setelah bel masuk menggema.
Kelas masih kosong, hanya mereka berempat yang baru saja tiba. "Pastikan tak ada yang terlewat" Graham berbinar membuka halaman per-halaman.
"Kau ini sudah mengenalku berapa lama?"
Jawaban Nath membuat Graham tertawa sambil menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu. "Kau memang selalu menjadi andalanku Nath"
Nath hanya diam seperti biasa. Ia kemudian memandang Tyler dan Joanne yang baru saja tiba. Tyler menyempatkan menatapnya untuk beberapa detik sebelum duduk dibangkunya, membuat Nath menautkan alisnya heran.
Joanne melihat jadwal kelas hari ini melalui ponselnya. "Sepertinya hanya sekolah ini saja yang merekrut seorang Professor untuk mengajari anak-anak sekolah menengah"
"Kau baru melihat jadwal hari ini? jadi kau membawa buku apa saja?" Tyler cukup kaget.
"Jika gurunya saja Professor, lantas Kepala Sekolahnya siapa? Presiden?"
Tyler memilih memeriksa ulang tugasnya.
Tak ada respon, Joanne menghembuskan nafasnya "Ty, ini baru hari keempat. Santai sajalaaah"
Tyler tetap fokus.
Joanne merasa tak ada sesuatu lain yang bisa ia komentari. Ia melihat sekeliling sambil memilin-milin rambutnya. Pandangannya terhenti ketika Cecil menatapnya risih dari bangku belakang. Lloyd yang duduk disebelah Nath memberikan senyum penuh maksud, seperti yang dilakukannya di locker room kemarin. Joanne memutar bola matanya.
Cecil tetap memperhatikan Joanne setelah ia berbalik dan membisikkan sesuatu pada Tyler.
'Benar-benar tak lebih dari seorang penggosip'
Cibirnya dalam hati.
Graham melirik kekasihnya yang terlihat kesal. "Ada apa sayang?" tanyanya sedikit berbisik, karena Professor telah memasuki kelas.
"Tidak penting" Cecil tak begitu memperdulikannya. Ia mengeluarkan tugasnya dari dalam tas.
Sapaan Prof.Harold yang cukup lantang membuat semua siswa terfokus padanya. Ia memeriksa tugas mereka. Berkeliling kesetiap bangku, memberikan nilai sesuai dengan hanya memeriksanya selewat saja.
Professor sedikit berlama-lama saat memeriksa pekerjaan Graham. Mereka terlihat sangat akrab, Prof.Harold memberikan usapan lembut bangga beberapa kali pada kepala Graham yang siswa lain tak mendapatkannya.
Kecuali Nath, seisi kelas melirik-lirik mereka berdua. Ia tak peduli dan tetap pada diamnya.
🗣️
Satu Slam Dunk berhasil dilancarkan Graham. Permainan kecil-kecilan antara tiga berkawan itu cukup riuh oleh teriakan Cecil yang melengking kagum dari tribun.
Graham tak berniat mendribble bolanya kembali. "Nanti malam kita lanjutkan" Graham berkata sembari mengatur nafasnya. Nath mengangguk. Lloyd melangkah gontai ke tribun sembari menghapus keringat di dahinya.