We Could Be in Love

Bentang Pustaka
Chapter #1

Prolog

Descanse en paz.

Nuestros queridos padres.

Pandu Bimasakti-Maria Manuella Rodriguez.

Neo memandangi batu pualam putih itu. Tak menyangka akhirnya dia menjejakkan kaki di Barcelona, Spanyol, dan hanya bisa bertemu dengan nama ayahnya yang terukir di batu nisan. Bukan seperti ini yang dulu dia bayangkan. Segala rencana yang sudah disusunnya sebaik mungkin melenceng karena takdir menentukan lain.

Andaikan Ayah masih ada.

Entah sudah berapa kali hatinya mengucapkan itu. Penyesalan selalu datang terlambat. Andaikan dulu dia menerima tawaran ayahnya untuk tinggal di sini, mungkinkah nasib mereka semua berbeda?

Akan tetapi, sisi hati Neo yang lain mengingatkan agar tak berlarut-larut dalam penyesalan. Dia harus bergerak maju. Apa yang sudah terjadi memang ditakdirkan demikian.

Neo meletakkan buket bunga segar di atas nisan ayahnya dan mama Estela yang dijadikan satu.

Setelah berdoa sangat panjang, Neo kembali ke pusat Kota Barcelona. Beberapa ikon terkenal kota ini merupakan bangunan karya Antoni Gaudi, arsitek legendaris yang menginspirasi Neo untuk menjadi arsitek juga.

Langit menggelap, lampu-lampu kota dinyalakan. Neo kembali ke apartemen, lalu memasak sendiri makan malamnya.

Usai bersantap, dia menyapa ibunya melalui video call. Itu rutin dilakukan Neo setiap hari, membuatnya tenang mengetahui sang Ibu baik-baik saja. Kemudian, dia membuka nomor kontak Trinity. Merasa ragu, apakah sebaiknya dia mengirim pesan? Lalu, dia memandangi foto Trinity yang dulu pernah dikirimkan untuknya. Tampak wajah Trinity tersenyum manis.

Neo merebahkan punggung ke sandaran sofa. “Trin, apakah kamu masih memikirkan aku?” gumamnya.

***

Neo berdiri di depan papan pengumuman di lobi kampus. Membaca lagi deretan nama-nama mahasiswa baru kampus ini. Semua nama asing. Kebanyakan tentu warga Spanyol—bisa dikenali dari namanya.

“Apa nggak ada mahasiswa Indonesia yang kuliah di sini juga?” ucap Neo.

“Kamu orang Indonesia?”

Pertanyaan itu membuat Neo terkejut. Dia menoleh ke kiri, matanya mengernyit melihat seorang gadis berwajah khas Asia Tenggara memandanginya.

Lihat selengkapnya