Pernah dengar ungkapan wanita selalu benar? Nampaknya itu memang benar. Bagaimana tidak? Karen yang sudah merasakan ada yang akan tidak beres dalam beberapa jam kemudian sudah terjadi.
"Apa kau bodoh! Aku sudah mengatakan padamu bahwa kau hanya perlu diam dan tidak melakukan apa pun!"
"Maafkan aku," Sasa hanya menunduk sepanjang jalan masuk ke kantor dengan Messa yang terus mengomel sepanjang perjalanan.
"Ada apa ini?" Ara keluar ketika mendengar ada ribut-ribut di luar.
"Kenapa tidak tanyakan sendiri kepada pegawai magangmu?"
"Sandria, ada apa?"
Sasa menatap Ara takut, "maafkan saya, pak, saya membuat kesalahan ketika bertemu dengan penulis."
"Kesalahan? Kau membuat kesalahan besar! Bagaimana bisa kau mengkritik penulis di depannya langsung seperti itu! Kau baru masuk dalam industri ini, apa yang kau tahu tentang teknik yang lebih baik daripada yang dibuat oleh penulis itu dan aku!"
"Messa, aku tahu kau marah, tapi lebih baik..." Karen berusaha menenangkan.
"Aku tidak bisa ditenangkan sekarang! Kemarin kau berani marah karena tidak mendapatkan projek? Aku baru mengajakmu bertemu klien yang bukan klienmu dan kau sudah mengacau! Aku sudah memberikan profile penulis untuk kau baca dan kau masih tidak mengerti."
"Aku yakin dia sudah membacanya, tapi hanya dari selembar kertas kau tidak mungkin langsung mengenal seperti apa penulis itu, bukan?" Karen mencoba kembali.
"Sudah, aku harap tidak dilanjutkan dan Sasa ikut denganku ke kantor."
"Sasa?" Messa mendengus kesal. "Sekarang sudah berani memanggil dengan panggilan sayang."
"Messa!" Karen menghentikan Messa dengan cukup keras sekarang. "Sasa pergilah"
Sasa yang bingung hanya menurut dan masuk ke ruangan Ara.
Ara tidak langsung bicara dan hanya mengetuk mejanya dengan jarinya beberapa kali.
"Aku benci silent treatment, jika ingin marah lakukan saja." Sasa memecah keheningan.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Sa?"
"Aku hanya memberikan saran yang menurutku lebih baik dan ternyata itu tidak disambut baik oleh penulisnya."