Ribut pertama di masa pacaran. Kejadian tadi malam membuat Sasa menjadi geli sendiri mengingat betapa manja dan bodohnya dirinya harus marah untuk urusan kecil seperti itu, tapi ia tetap merasa senang karena Ara selalu ada di sisinya dan tidak pernah meninggalkan dirinya. Jadi apa pun yang terjadi Sasa tetap percaya kalau dia mempunyai Ara di sisinya.
prank!
Ini masih pagi tapi keributan di bawah sudah terdengar dan Sasa langsung bergegas turun ke bawah.
"Papa!" Sasa berteriak mencoba menghentikan papanya yang akan melemparkan barang ke mamanya.
"Apa maumu! Kau juga ingin dipukul seperti mamamu!"
"Kenapa juga papa pulang! Lebih tenang di rumah kalau papa tuh nggak ada!"
plak!
Satu tamparan mendarat di wajah Sasa.
"Sasa!" mama langsung panik menarik Sasa menjauh, "Kalau ingin memukul aku saja! Kenapa kamu harus memukul putri kamu!"
"Kalian berdua sama saja! Sama-sama bikin kesal dan menyebalkan!"
"Yang bikin kesal itu papa! Jarang pulang! Jika pulang kerjaannya hanya memukul mama dan membanting barang!"
"Anak tidak tahu diri! Kamu pikir karena siapa kamu masih bisa tinggal di rumah bagus ini! Pikir dengan otakmu!"
"Sasa, ayo naik ke atas, jangan ribut lagi sama papa kamu, ayo naik."
Mama naik ke atas dan mengambil kompres es untuk mengobati pipi Sasa yang lebam karena pukulan papanya tadi. Pertengkaran di rumah membuat Sasa lupa bahwa ia harus berangkat kerja, tapi melihat mamanya yang terus menangis membuat Sasa mengurungkan niatnya dan hanya mengirim pesan kepada Ara bahwa ia tidak bisa datang kerja hari ini.
"Karen bantu aku mengurus izin Sasa,"
"Hah?" Karen yang sibuk dengan berkasnya bingung, "Karen tidak masuk? Kenapa?"
"Ada urusan di rumahnya, bantu aku mengurusnya oke!"
"Oke, terus lo mau ke mana udah ngambil jas begitu?"
"Gua ada urusan sebentar di luar, nanti gua balik lagi ke kantor. Urusan detail layout udah jelaskan, bisa lo mulai kerjain."
"Ya, bisa. Lo mau nyamperin Sasa?" tembak Karen yang langsung tepat sasaran. "Kata lo mau profesional, Ra."
"Urusan ini beda, Sasa butuh gua sekarang. Gua harus pergi."
Karen hanya mengeleng-geleng melihat kelakukan teman kerjanya itu.