"Sa, lo kenapa sih? Dari pagi lo ngediemin gua!" tanya Ara.
"Gua lagi pusing, Ra, Messa ngasih gua tugas nggak penting banyak banget."
"Lo kalo bohong tuh ketauan Sa."
Sasa menghentikan kegiatan mengetik di kamarnya, "Lo nggak tahu gua kenapa?"
"Lo nggak bilang gimana gua tahu?"
"Ra! Lo tuh biasanya paling peka sama gua!"
Ara memijit pelipisnya, "Sa, sekarangkan lebih enak kalau bisa komunikasiin secara langsung."
"Ara! Lo nyebelin banget dah! Lo tahu nggak makan malem kemarin malah ada Karen."
"Jadi karena itu?"
"Karena itu?"
"Sasa, Karen kan temen kerja, terus dia belum makan sama sekali, jadi nggak mungkin gua tega buat usir dia."
"Lagian sejak kapan lo deket ama Karen?"
"Kok malah jadi bahas deket atau enggak? Kan gua udah jelasin kalau Karen itu masuk ke sana bareng gua. Dari situ gua kenal dia Sasa."
"Tapi tetep aja kemarin gua ngerasa jadi obat nyamuk."
"Oke deh sorry, kita bisa makan malam lagi Sasa. Masih banyak malam."
"Yaudah besok!"
"eh" Ara nampak ragu, "besok gua ada meeting di daerah puncak bareng Karen, jadinya kayaknya nggak bisa besok deh."
"Tuh kan nyebelin!"
"Sa, profesional dong."
"Inikan bukan jam kantor, jadi gua boleh ngambek dong? Udah deh, Ra, mending lo balik."
"Lo ngusir gua?"
"Iya!" Sasa melempar bantal ke Ara, "balik sana!"
Ara hanya mengembalikan bantal itu dan keluar dari kamar Sasa. Ara mengeluarkan HPnya dan menelepon Karen.
"Malem-malem ada apaan?"
"Ren, kalau meeting besok diundur gimana ya?"
"Lo gila! Mana bisa! Dapetin penulis ini mau kerja sama aja udah susah banget tau! Jangan macem-macem lo!"