We're (Not) Really Break Up

Keita Puspa
Chapter #1

Chapter 1: Break

“Dia sungguh menyebalkan. Bagaimana bisa dia tidak mengerti kalau aku sedang banyak tugas. Begitu dia yang sibuk, aku selalu mengerti. Ketika dia sakit aku bahkan rela datang jauh-jauh untuk menjenguknya tetapi ketika aku sakit hanya kamu saja yang merawatku, Am.” Gadis berkuncir kuda itu terus menggerutu. Tubuhnya mondar-mandir dari jendela ke pintu dan dari pintu ke jendela. Sesekali ia melirik kawannya yang tengah membaca buku sembari mengunyah permen cokelat lapis gula.

“Ya, kamu enggak bersalah Zel. Sepertinya kalian hanya perlu waktu untuk lebih memahami satu dengan yang lain,” kata gadis yang tengah membaca buku. Rambutnya dikepang dua dan terlihat acak-acakan. Rambutnya yang pendek mencuat keluar dari belitan utama kepangnya.

“Argh! Aku enggak bisa tahan lalgi kalau begini.” Puas dengan semua kata yang mewakili kekesalannya, gadis berkuncir kuda menghempaskan diri ke kasur. “Aku mau putus.”

“Apa?”

“Aku mau putus saja, Amy.” Embusan napasnya terdengar kasar setelah mengatakan kata terakhir.

Gadis yang disebut Amy berhenti mengunyah. Ditutupnya pula buku yang sudah empat puluh menit ia baca. “Jangan berpikiran pendek. Pikirkan saja kenangan indahmu bersama Zack.” Amy menatap teman satu kamarnya yang tengah terpejam. “Aku kenal Zack dari SMA. Dia cowok baik. Jangan sampai kau menyesal dengan keputusan yang tidak dipikirrkan baik-baik.”

Zelda bangkit kemudian menatap mata sahabatnya yang dibingkai kacamata bulat. “Hanya karena kamu menyesal telah putus dengan pacarmu itu, bukan berarti nanti aku juga akan menyesal.” Zelda mengerucutkan bibir tepat di depan wajah Amy.

Amy menelan permen yang masih ada di mulutnya dengan kasar. Diletakkannya buku di kasur kemudian ia melangkah menuju kamar mandi. Tiba-tiba saja ia merasa terbakar dan membutuhkan sesuatu untuk mendinginkan kepalanya. Bukan. Hatinya.

***

Menjalani hubungan jarak jauh bukan hal baru bagi Amy. Ia dan Jimmi sudah dua tahun melakukannya. Semua baik saja meski memang Amy terkadang harus menelan kekecewaan ketika pada akhirnya kencan yang jauh hari ia dan Jimmi rencanakan gagal total. Semakin lama kesibukan Jimmi terus bertambah bukannya berkurang. Terkadang ia iri pada teman-temannya yang bisa berjumpa dengan pacar mereka tiap hari atau sekadar setiap akhir pekan.

Hari-hari ketika ia juga mulai kuliah adalah yang terburuk. Amy hampir tidak bisa menghubungi Jimmy kecuali lewat pesan-pesan. Komunikasi dua arah tidak pernah terjadi selama lebih dari dua bulan. Ketika Amy menelepon, Jimmi selalu memiliki kegiatan penting. Dan ketika Jimmi menelepon malamnya, Amy telah terlelap karena kegiatannya yang menyita waktu dan tenaga sepanjang hari. Begitu pula sebaliknya.

Maka ketika liburan semester tiba, sebenarnya baik Jimmi dan Amy merasa sangat senang. Saking senangnya hingga ketika mereka akhirnya bertemu, Amy merasa biasa saja. Tidak ada lagi getaran-getaran hangat yang selalu menjalar di kulitnya ketika Jimmi meraih tangannya atau debaran yang mengasyikkan setiap kali ia melihat wajah tampan itu.

“Rambutmu sudah panjang,” ucap Jimmi sembari memainkan jemarinya di rambut Amy yang sebahu.

Amy melihat wajah itu dengan teliti. Mengingat-ingat setiap detil wajah dari cowok yang berhasil membuatnya kangen setengah mati. Semua masih sama kecuali ada lingkaran hitam di mata Jimmi. Sebenarnya kini Amy juga memilikinya, jadi mereka impas. Diremasnya juga jemari pacarnya itu. Kemudian Jimmi memeluknya hingga bau parfum cowok itu tercium jelas. Aroma citrus yang menyegarkan, seperti yang ia pakai. Untuk sejenak ia menikmati pelukan hangat itu sampai ia ingat bahwa ada yang hilang. Perasaannyakah?

“Jimm,” kata Amy pelan sembari melepaskan diri dari tangan Jimmi.

“Hmmm?” Jimmi menatapnya dengan tatapan yang sama seperti saat terakhir mereka bertemu.

Lihat selengkapnya