We're (Not) Really Break Up

Keita Puspa
Chapter #3

Chapter 3: Delusion

Zack terengah ketika akhirnya ia berhasil menarik baju Jimmi dan membuat cowok itu berhenti melangkah. 

"Jimm," kata Zack kemudian ia menarik napas lagi, "Amy ada di halte."

"Aku gak akan tertipu," ujar Jimmi. Ia hendak melangkah lagi tetapi ditarik oleh Zack. 

"Ini bukan tipuan. Zelda datang kemari dan dia bilang bersama Amy." Napas Zack masih ngos-ngosan. "Ayo, kita temui mereka!" 

Jimmi terdiam. Ia memang sangat ingin melihat wajah yang selalu membuatnya senang itu. Namun ia belum siap. Ia takut kalau Amy akan semakin berlari menjauhinya. "Kau sendiri saja yang ke sana. Aku mau pulang."

Jimmi kembali melangkah pergi. Kali ini lebih cepat. Ia tidak akan menunggu bus di halte kampus. Memikirkan Amy yang kini bukan kekasihnya lagi sungguh membuat frustrasi. Sekarang bahkan hubungan mereka lebih renggang dari pada hubungan teman masa kecil. 

Sejak mereka putus, tak sekali pun ia mengontak Amy. Pun sebaliknya. Sesungguhnya Jimmi sangat ingin untuk mengirim pesan berisi 'Hai, apa kabar?'. Tapi cowok itu terlalu takut akan penolakan. Ia takut kalau pesan itu hanya akan dibaca tanpa dibalas. Maka ia hanya menitipkan pertanyaan untuk Amy kepada M. 

Lampu penyeberangan masih merah. Jimmi menunggu dengan tak sabar. Digerak-gerakkannya jemari dengan gelisah. Semakin lama wajah Amy semakin nyata tergambar di pikirannya. Hingga akhirnya lampu menjadi hijau, Jimmi segera berlari ke arah tadi ia datang. 

Sekuat tenaga Jimmi berlari menuju halte kampusnya. Ia berhenti ketika melihat tiga orang melangkah menuju sebuah city car hitam yang terparkir di pinggir halte. Dari sana ia melihat wajah yang dirindukannya cukup jelas. Dia berbicara dengan Zack dan seorang lagi cewek berjaket denim. Amy tampak lebih dewasa dengan setelan blazer dan celana maroon yang dikenakannya. Rambutnya dicat cokelat mahogany, tergerai sebahu dan agak ikal. Tampak sangat berbeda dengan Amy yang setahun lalu memutuskannya. 

Kaki Jimmi hampir saja berlari menyongsong gadis itu. Ia berusaha mendorong keinginan untuk muncul di hadapan Amy dengan keras. Beberapa saat kemudian dilihatnya kedua cewek itu masuk ke mobil dan pergi meninggalkan Zack yang masih melambaikan tangan. 

***

"Kau tidak akan pernah kehilanganku jika kau tidak menghilangkan aku dari kehidupanmu."

Amy terbangun dengan nyeri di kepalanya. Mimpi itu datang lagi. Ia tidak bisa mencegah Jimmi mengatakan hal itu di lorong sekolah setiap kali cowok itu datang ke mimpinya. Masa-masa yang dulu terasa bahagia kini menjadi mimpi buruk. 

Segelas air di nakas telah habis Amy tenggak tetapi rasa sakitnya tak kunjung hilang. Malah perlahan sakit itu turun ke leher dan hinggap di dada, bersarang di sana seperti laba-laba kecil yang hendak menjerat mangsa dengan jaring-jaringnya yang halus. 

Ingin rasanya ia kembali berbaring di kasur. Ia ingin bermimpi sekali lagi. Kembali ke masa SMA. Berangkat sekolah, ke perpustakaan, bermain gim bersama Jimmi. Kemudian ia akan menetap di alam mimpi. Ia akan mencegah dirinya untuk bangun lagi bagaimana pun caranya. Ia mengutuk dirinya sendiri yang mengatakan hal yang paling menyakitkan itu. 

Bukan sekali atau dua kali Amy berusaha memaafkan dirinya sendiri. Ia menjalani hari-harinya seolah tidak terjadi apa-apa tapi gagal. Ketika malam tiba ia akan dihinggapi rasa bersalah yang amat sangat hingga pagi. Pernah juga ia berusaha berbaikan dengan Jimmi, tetapi tugas kuliah serta pekerjaan sampingannya sebagai desain grafis dan pelatih karate membuat waktunya tersita hingga tak ada lagi waktu untuk menghubungi cowok itu. Ketika akhirnya Amy punya waktu, jarak hari itu dengan kejadian buruk itu telah begitu jauh hingga Amy tak yakin apakah ia akan berhasil membuat Jimmi kembali bersamanya. 

Sebagai pengingkaran terhadap diri sendiri, Amy mengubah gaya berpakaiannya menjadi sedikit feminin, mengecat rambut dan sedikit mengeritingnya. Ia ingin meyakinkan bukan pada siapa pun tapi dirinya sendiri bahwa ia bukan Amy yang dulu. Bukan Amy yang egois dan telah melukai Jimmi dan dirinya sendiri. 

Amy tersentak mendengar ponselnya berdering. Ia meraih ponsel dan membaca pesannya. Kemudian ia beranjak mencuci muka dan berganti pakaian. 

Seorang cowok dengan skuter yang hampir bobrok menunggunya di depan asrama. Amy menghampiri cowok itu dengan senyum. 

"Telat lagi?" ujar cowok itu dengan cengiran ringan. 

Lihat selengkapnya