Pagi hari yang mendung di Zafon. Berbeda dengan Xenter, Zafon adalah sebuah kota sibuk dan hampir tidak pernah tidur. Jalanan macet tiap akhir pekan sebab hanya pada saat itulah kendaraan pribadi bisa berkeliaran di jalanan Zafon pada siang hari dengan bebas. Saat akhir pekan itulah warga Zafon memamerkan kendaraan pribadi mereka yang selalu tampak baru karena jarang dipakai.
Namun bagi mahasiswa yang berasal dari kota kecil seperti Aurora tidak pernah ingin menyumbang polusi udara di kota itu. Sudah lumrah jika para mahasiswa berkeliling Zafon dengan bus atau komuter. Seperti hari ini, Aurora menunggu bus di halte.
Hari mendung mengingatkannya pada pertemuan kembali dengan M, Marshall Way. Cowok yang semasa SMP pernah menjadi cinta monyetnya. Aurora ingat sekali kalau cowok itu adalah baby sitter adik perempuannya. Meskipun M adalah orang yang supel, dia rupanya posesif pada Amy, adiknya.
Ketika dulu Aurora mengira M berselingkuh dengan Amy, ia berusaha menabrak Amy dengan sepedanya tetapi gagal. Aurora sendiri yang terjatuh ke selokan karena ia tidak melihat lubang di jalanan. Mengetahui hal itu, M sangat marah. Cowok itu menjelaskan semuanya, kalau Amy adiknya. Karena masa muda yang labil dan penuh emosi, Aurora tidak terima jika M marah padanya. Sebab ia yang terluka, bukan Amy. Akhirnya Aurora memutuskan M.
Belakangan, Aurora menyesali tindakannya. Tetapi saat itu terjadi M telah memiliki pacar baru. Sejak itu ia berambisi untuk membuat M melihat lagi ke arahnya. Dimulai dari menjadi ketua murid SMA Nuri. Ia juga mengambil ekstrakurikuler yang ekstrem, panjat tebing, dan memiliki prestasi yang membanggakan. Namun, M tetap tidak melihatnya. Hal itu membuat Aurora akhirnya melirik cowok lain.
Sekarang, ketika ia pikir M hanyalah butiran ingatan di masa lalu, ia malah terus membayangkan cowok bermata hitam dengan tatapan mata lembut itu.
"Argh, tidak!" seru Aurora pada diri sendiri seraya menggelengkan kepala. Mungkin dia masih sama pacarnya itu.
"Dia kenapa?"
Aurora segera menoleh dan mendapati Jimmi dan M telah berada di belakangnya.
"Sebaiknya kita pura-pura tidak mengenalnya, M. Tingkahnya masih aneh," ucap Jimmi pelan. Ia mundur selangkah.
"Selamat pagi," sapa M, mengacuhkan ucapan Jimmi.
Aurora mendekati Jimmi kemudian berkata, "Hei, kau kira aku punya penyakit menular, eh?" Aurora melotot dan memamerkan giginya.
"Kekurang warasanmu itu yang menular!" ujar Jimmi seraya bersembunyi di balik tubuh sahabatnya.
"M, coba kau bilang pada iparmu untuk lebih sopan. Apa kau gak takut Amy jadi seperti dia juga?"
"Sudah. Kalian berdua membuatku malu." M menutup wajahnya, menjauhkan Jimmi dan Aurora dari badannya.
Aurora baru menyadari kalau orang-orang memperhatikan mereka. Kemudian ia berbalik dengan gerakan kaku. Kepalanya tertunduk dan sengaja ia menggaruk dahinya.
"Itu bus kita. Ayo, berangkat!" seru M ketika sebuah bus berwarna putih-hijau melaju dari arah utara dan berhenti tepat di halte.
Ketiganya menaiki bus bersama beberapa orang yang sedari tadi juga menunggu bersama mereka. Tidak ada lagi kursi tersisa jadi ketiganya berdiri dan bergelantungan pada gelang-gelang yang ada di bagian atas sepanjang besi yang melintang di dalam bus.
"Kalian tinggal dimana?" tanya Aurora.
"Di sekitar sini," jawab M singkat.
"Aku tahu itu." Aurora memutar bola mata. "Dimana kalian tinggal, Jimm?"
"Di Zafon."
Aurora memejamkan mata dan melipat bibir kesal. "Beritahu atau kukatakan pada Opheria kalau kita satu kampus."