Gazebo yang berada di halaman rumah Larry itu masih sama seperti tiga tahun lalu. Ada kursi dan meja kayu dikelilingi oleh petunia hijau segar yang dibentuk menjadi dinding gazebo, melingkar setinggi satu meter. Bunga-bunga cosmos dan daisy sedang bermekaran di halaman. Jika siang hari, beberapa kupu-kupu tampak menari-nari mencari makan.
Di sanalah Magdalena Larry dan Paul J. Larry tengah menunggu sahabat mereka. Orang yang tidak bisa mereka temui semau hati. Bukan karena ia seorang petinggi perusahaan, pejabat penting atau artis terkenal yang kesibukannya bejibun, melainkan karena orang itu sangat jarang berada di daratan.
Jerome Way, orang yang sedang mereka nantikan, adalah seorang nakhoda kapal yang jarang pulang. Seluruh hidupnya ia habiskan untuk berada di air asin, kecuali saat ia menikah dan bahagia bersama Anneliese--Jerome rajin mengambil cuti dan selalu pulang ke rumah teratur. Sayangnya, di tahun ke sepuluh pernikahannya, Anneliese meninggal dan meninggalkannya dua orang anak.
Ketika laki-laki dengan janggut mengembang dan rambut sebahu diikat itu datang, Magda dan Paul tersenyum riang. Paul bahkan langsung menghampiri, memeluk dan menepuk-nepuk pundak kawan lamanya itu.
"Selamat datang, Jerome," ucap Magda ramah.
"Kalian berdua sepertinya jauh lebih muda dariku sekarang," gurau Jerome yang disusul kekehan kecil.
"Janggutmu yang membuat usiamu tua, Jer." Paul mempersilakan kawannya duduk. "Mau rokok?" tawar Paul.
Jerome menggeleng dan mengeluarkan sebatang pipa dari tas kecilnya. "Pelaut sejati merokok seperti ini," katanya kemudian kembali terkekeh. "Kau tahu, Paul? Menumbuhkan janggut seperti ini di kapal pesiar sungguh sulit. Karenanya aku pindah ke kapal penangkap ikan."
"Ya. Aku sudah dengar itu, hahaha," ujar Paul.
"Nah, bapak-bapak … sekarang bagaimana kalau langsung saja ke intinya," sela Magda sebelum dua pria yang mulai memiliki rambut perak itu kembali bicara.
"Bagaimana menurutmu, Jerome?" Paul mematikan rokoknya yang hanya tinggal satu buku jari. "Aku tidak keberatan. Ah, salah. Aku senang sekali mendengar rencana Magda. Akhirnya anakmu akan jadi anakmu. Hahaha," ucap Paul bersemangat. Sejak awal ia memang ingin bertukar anak dengan sahabatnya itu.
"Kau tahu, Jerome? Sebenarnya Paul menjodohkan Amy dan Fohn sejak awal." Magda memukul lengan suaminya kemudian tertawa.
"Yah, anak itu malah memiliki gadis pilihannya sendiri." Jemari Paul mengetuk-ngetuk sandaran lengan kursinya. "Tapi, siapa sangka kalau si bungsu malah menyukai Amy dengan sendirinya." Paul tertawa senang.
"Aku juga tidak mengira kalau dua anak itu ternyata saling menyukai. Jadi, kita tidak perlu bersusah-susah membujuk mereka." Ada kepuasan dan kelegaan terpancar dari suara Magda.
"Aku rasa aku tidak bisa mempercayakan anak gadisku pada orang lain, kan?" Jerome berkedip kemudian ketiga sahabat itu tertawa bersama.
***
"Amy, kau yakin tidak akan menunggu hasilnya?" Zelda berlari mengejar Amy yang langsung menuju parkiran.
"Tidak, terima kasih. Aku seratus persen yakin akan lulus," ucap Amy percaya diri. Ia sudah belajar keras dan optimis tidak akan ada remedial dalam mata kuliah yang diambilnya. Amy menaiki sepeda motornya yang baru saja ia beli. Motor itu bukan baru tetapi masih bagus. Berwarna hitam dengan sedikit dekorasi swirl kuning. Desainnya makulin dan Amy menyukainya.
"Ck, sombongnya. Memang kau mau kemana dengan motor baru ini?" Zelda memandang kawan sekamarnya itu memasang helm full face di kepala.
"Rahasia," kata Amy sebelum menstater motornya dan meninggalkan Zelda di parkiran.