Nopember 2018
Hari telah gelap dan sepi ketika Aurora pulang dari perpustakaan. Ia lupa mengembalikan beberapa buku yang dipinjamnya, jadi ia mampir di saat-saat terakhir tempat itu akan tutup. Lima menit saja ia terlambat maka ia akan kena denda karena ia tidak bisa mengembalikan buku hari itu. Perpustakaan umum di Zafon memang tutup jam delapan malam.
Keadaan hari itu memang sangat sepi. Ia tidak pernah merasakan kota besar itu sesunyi ini. Maka Aurora berjalan cepat. Di saat seperti ini, biasanya orang jahat bermunculan seperti di film atau berita yang pernah ia lihat. Meski Aurora memiliki kemampuan bela diri, ia lebih senang tidak terlibat hal-hal merepotkan semacam itu.
Di dekat parkiran, Aurora dikagetkan oleh seseorang yang tengah berjongkok. Hampir saja jeritannya keluar kalau saja tangannya tidak sigap menutup mulut.
"Oh, kau … Marshall. Jantungku hampir copot," ucap Aurora dengan tangan memegang dada.
"Maaf mengagetkan," kata M pelan.
"Sedang apa kau?"
"Aku hanya istirahat sebentar." M bangun perlahan dan membuat wajahnya yang kusut tersorot lampu. M melangkah pelan dan terseok hampir jatuh.
"Ya, ampun. Kau tampak tidak baik." Aurora membantu M berdiri tegak. "Kau sakit, M."
"Hanya kurang istirahat."
Aurora meletakkan telapak tangannya di dahi cowok itu. Seperti dugaannya, M memang demam. "Kau memang harus beristirahat. Kubantu kau naik ke apartemenmu." Diletakkannya lengan M di bahu kemudian ia membantu kakak Amy itu berjalan menuju apartemennya.
"Kemana si Jimmi?" Aurora menengok kiri-kanan dan tidak mendapati siapa pun ada di sana setelah membaringkan M pada sebuah matras kecil di depan televisi. Ruangan itu sangat berantakan. Buku-buku tergeletak di sebuah meja yang pendek, handuk menutupi sebagian layar tv dan piring kotor di sinking. Sangat cowok.
"Dia menginap di lab kampus," jawab M lemah. Wajahnya memerah karena panas dan tubuhnya sedikit menggigil.
"Apa harus kutelepon dia?"
Tidak ada jawaban. Sepertinya M setengah sadar setengah tidak. Aurora sedikit panik dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tidak tahu nomor Jimmi. Ia juga tahu tidak mungkin menghubungi Amy. M pasti tidak ingin Aurora menghubungi adiknya karena tidak ingin membuat Amy khawatir.
Akhirnya Aurora menuju ke kamarnya dan mengambil kotak obat. Ia kembali ke tempat M dan mengambil air serta handuk kecil untuk mengompresnya. Aurora juga menyelimuti tubuh M dan meninggalkan obat.
Ketika M bangun, matahari sudah cukup tinggi. Dilihatnya Jimmi telah pulang dan sedang berganti baju.
"Kau sakit, M?" tanya Jimmi melihat sahabatnya itu telah bangun.
"Hanya demam biasa. Sekarang sudah baikan." M melihat sekeliling, mencari Aurora. Syukurlah cewek itu tidak ada. Setidaknya ia tidak terlalu merepotkannya.
"Mungkin kau kecapekan." Jimmi menyodorkan obat dan air yang ada di meja.
"Sepertinya begitu," ucap M setelah meminum obat. "Kau beli obat ini?"
"Tidak. Itu ada di meja." Jimmi menunjuk sisa obat-obatan di meja. "Pantas saja kau capek, sudah beres-beres. Terlalu rapi pula."