We're (Not) Really Break Up

Keita Puspa
Chapter #7

Chapter 7: What The Heck Are You Doing?

The miles just keep rollin'

As the people leave their way to say hello

I've heard this life is overrated

But I hope that it gets better as we go.

3 Doors Down - Here Without You

Agustus, 2010

"Kenapa Aurora lama sekali?" gumam M. Tetapi gesturnya menunjukkan kalau cowok itu salah tingkah. "Biar kususul dia." M bergerak menuju pintu tetapi Amy menahannya. 

Amy memohon agar M tidak pergi dari sana dengan tatapan matanya yang sembab. Tetapi kakak laki-lakinya itu melepaskan cengkraman tangan Amy di lengannya dan menatap adiknya seolah berkata, "Hadapi dia."

Ketika M pergi, Amy tidak tahu harus apa selain kembali duduk. Rambutnya sengaja ia tarik ke depan agar wajah menyedihkan itu tidak terlihat. Kemudian Amy melihat bayangan itu bergerak duduk di hadapannya, membuatnya ingin lari segera dari apartemen Aurora. 

Tidak banyak ruang tersisa dari apartemen sempit itu. Hanya ada satu kamar kecil yang dipenuhi barang-barang Aurora dan sebuah kasur single. Ruang depan yang multifungsi hanya terdiri dari kursi makan, tv, sebuah sofa sedang, rak buku, serta kitchen set berikut kamar mandi dekat pintu masuk. Semuanya minimalis. 

Amy tidak bisa bersembunyi di dalam kamar Aurora karena pacar kakaknya itu menggunakan lilin berbau lavender. Wangi yang tidak ia sukai. Amy juga tidak bisa melewati Jimmi begitu saja untuk menuju pintu keluar. Ia mungkin bisa, tetapi tubuhnya tidak mampu bergerak. 

"Rambutmu dicat dan keriting," kata Jimmi. 

Debaran jantung Amy meningkat mendengar suara itu. Mula-mula terasa hangat dan menyenangkan tapi lama kelamaan terasa menyakitkan dan perih mengingat kini cowok itu bukan lagi miliknya. "Kenapa?" Amy berusaha mengontrol suaranya sebiasa mungkin walau ia sendiri tahu kalau suaranya bergetar. 

Tiba-tiba Jimmi menyibak rambut Amy. Ia melihat mata bengkak itu dan Amy buru-buru menepis tangan Jimmi dan menarik kepalanya. 

"Apa yang menyebabkanmu seperti ini?" 

Dari balik rambutnya, Amy melihat Jimmi bertopang dagu dan menatapnya heran. Kamu! Ini semua karenamu! 

"Apa pun itu, sepertinya aku cemburu. Aku yakin ketika kita putus, kamu gak punya fluffy eyes segendut itu," ucap Jimmi. Sebuah senyuman terbit dari bibirnya. Ia masih memanggil Amy dengan 'kamu' meski sudah hampir setahun putus.

Sok tahu! Namun alih-alih mengatakan apa yang ada di hatinya, Amy berkata, "Urus saja pacarmu!" Gadis itu memalingkan wajah. 

Jimmi menyilangkan tangan di dada kemudian bersandar di kursi. "Bagaimana dengan pacarmu?" 

Amy mengeratkan gigi-giginya. Bagaimana aku punya pacar kalau kamu terus menghantuiku, brengsek! Rasa perih di hatinya makin terasa. "Kamu gak lihat fluffy eyes ini?" Ditegakkannya wajah, memamerkan dua kelenjar air mata yang membesar. "Kami putus."

"Sayang banget. Kupikir kita bisa double date." Ada rasa bahagia mendengar Amy putus, juga bahagia gadis itu masih memanggilnya dengan kata ganti yang lebih sopan. 

"Double date-an sama M saja, sana!" Amy berdiri. Berhadapan dengan makhluk ini selalu membuatnya panas. Entah karena cinta atau amarah. Ia beranjak membuka kulkas, mencari es batu. 

"Aku sudah bosan melakukan itu," ujar Jimmi datar. 

Prak! 

Lihat selengkapnya