Desember, 2018
Seorang pemuda dengan setelan jas rapi dan kacamata hitam duduk dengan segelas americano yang masih mengepul di meja. Di balik kacamata hitamnya yang bermerk itu, ia memantau sepasang muda-mudi yang tampak berbicara dengan akrab di meja pojok. Sesekali ia mengangkat ponsel dan memotret dua orang itu diam-diam.
Setelah kedua orang itu pergi, ia segera menghubungi seseorang. "Ya. Aku masih mengawasinya. Sejauh ini, ini pertama kalinya. Baik. Akan kulaporkan jika ada berita baru." Dimasukkannya ponsel ke saku dalam jas abu tuanya. Ia berdiri, merapikan jas dan pergi dari kafe itu.
***
"Apa tawaranmu masih berlaku?" Aurora melirik M yang tengah merapikan isi tasnya. Udara Zafon yang penuh polusi mengisi paru-paru gadis itu. Ia terbatuk kecil.
"Yang mana?"
"Bantuin tugasku," jawab Aurora sedikit ragu. Ia memang sedang membutuhkan bantuan dari kakak tingkatnya. Karena sifat Aurora yang sedikit angkuh, orang-orang kerap tidak mau berurusan dengannya—kecuali teman kelompoknya yang telah ditentukan oleh dosen. Harapan terakhirnya adalah cowok manis ini.
"Aku, kan, sudah mentraktirmu," kata M tenang.
"Oh," gumam Aurora kecewa. Tetapi ia tahu diri. Mungkin ini balasan sikapnya ketika M menawarinya bantuan dulu.
Sebuah sepeda melaju cepat dari arah belakang. Ia melewati batas jalur sepeda ke jalur pejalan kaki. M menarik Aurora dengan sigap sehingga si sepeda luput melukai Aurora.
"Terima kasih," ucap Aurora masih dengan napas tertahan karena kaget.
"Sama-sama." M tersenyum sembari melepas tangannya dari Aurora.
Kemudian mereka kembali menyusuri jalur pejalan kaki di jalan utama Zafon. Gedung-gedung tinggi menghalangi pemandangan sekeliling kota. Ke arah mana pun melihat, gedung pencakar langit terlihat berhimpitan seolah berlomba menggapai awan-awan di langit.
"Kamu mau kemana?" tanya M di sebuah persimpangan jalan. Usai makan kue dan minum kopi, ia tidak menanyakan apakah gadis itu memiliki acara lain.
"Pu—" Aurora ingin pulang dan menyeberang jalan. Namun, di seberang sana ia melihat seseorang dengan kemeja hitam dan celana pendek selutut menekan tombol penyeberangan. "Perpustakaan!" serunya sembari menarik lengan M dan segera berlari karena orang di seberang rupanya melihatnya.
"Hei! Kenapa kita lari?" protes M. Ia berusaha melepaskan tangan Aurora.
"Ayo, lari saja!" Aurora tetap menyeret M. "Dia sudah melihatmu bersamaku. Dia pasti akan mencarimu." Mereka terus berlari melewati belokan di dekat kantor pos kemudian terus lurus.
"Aurora! Tunggu!" Terdengar seruan di belakang yang membuat Aurora semakin cepat berlari dan memaksa M mengimbangi kecepatannya.
"Siapa dia?" tanya M di tengah pelarian mereka.
"Tunanganku."