Januari, 2017
Musim hujan yang sedikit kering di Ykaten menyebabkan beberapa malam cerah, seperti malam ini. Jimmi sudah siap untuk melihat grup band favoritnya manggung di lapangan bola dekat SMA Elang. Ia mengenakan kaus hitam bertuliskan 'Dexter' di dada, celana jin buluk selutut dan kacamata aviator yang sebenarnya mengganggu penglihatan. Tapi vokalis serta drummer Dexter memakai kacamata serupa dan Jimmi tidak mau melewatkan kesempatan untuk menjadi sekeren mereka.
Beberapa booth yang menjual merchandise band terkenal ramai dikunjungi anak-anak muda. Begitu pula booth yang menjual makanan. Di salah satu booth yang menjual sosis bakar, Jimmi melihat seseorang yang tidak asing baginya. Ia membuka kacamata hitamnya demi memastikan kalau itu benar-benar sosok yang dikenalinya.
Bibir cowok itu melengkung setelah melihat dengan jelas—meski penerangan booth sosis bakar itu buruk—seorang gadis ber-hoodie putih yang pipinya menggembung mengunyah sosis yang baru saja ia terima. Diam-diam Jimmi kagum. Apakah makanan itu tidak membakar lidahnya? Kepulan asap masih terlihat dari sisa sosis yang masih menempel pada sebuah tusukan kayu yang dipegangi si gadis. Tidak bisa tidak, senyuman lebar tercipta di bibir Jimmi.
"Senyum sendiri. Ajak-ajak, dong!" Seseorang menepuk bahu Jimmi dari belakang.
"Oh, kalian datang juga?" tanya Jimmi begitu mengenali tiga orang teman sekolahnya telah berdiri di belakangnya.
"Siapa yang gak mau nonton Dexter?" ucap cowok yang tadi menepuk bahu Jimmi. "Ayo, gabung bareng!"
Jimmi mengangguk kemudian mengikuti mereka merangsek ke depan panggung yang telah riuh oleh penampilan band pembuka. Dexter sedang naik daun dan kali ini akan menjadi bintangnya. Sekitar satu jam lagi mereka baru akan muncul.
"Yo…! Kalian di sini rupanya." Seorang cowok berparas rupawan dengan garis wajah tegas menghampiri Jimmi dan teman-temannya di antara kerumunan. "M dimana, Jimm?" tanya cowok itu.
"Lukanya masih belum sembuh. Dia perlu istirahat," jawab Jimmi yang sebelumnya telah mengajak sahabatnya itu.
"Ah, begitu. Dia pasti kesulitan melawan para murid SMA Burhan."
Jimmi mengangguk. Ia tahu benar lengan M terkilir ketika menangkis meja yang dilemparkan siswa SMA Burhan pada tawuran dua hari lalu.
"Kupikir M ikut. Aku mau mengatakan kalau adiknya sendirian di dekat booth sosis bakar," lanjut cowok itu. "Sepertinya … temannya pulang bareng Tata."
"Amy?" desis Jimmi sambil menatap cowok rupawan itu dengan serius. "Aku mau ke kamar mandi. Nanti aku kembali!" teriak Jimmi yang telah tergesa pergi meninggalkan kerumunan yang asik melompat-lompat bersama.
Sebenarnya Jimmi tidak kebelet. Itu hanya alasannya untuk pergi mencari Amy. Ketika di booth sosis bakar, ia tidak memperhatikan dengan siapa Amy bersama. Sebagai sahabat M, Jimmi merasa ikut bertanggung jawab untuk menjaga gadis itu. Biasanya M tidak akan mengijinkan adik perempuannya untuk pergi sendiri. M akan selalu ada pada acara seperti ini, untuk menjadi bodyguard Amy.
Jimmi melepas kacamata dan bergegas menuju lokasi yang temannya katakan. Benar saja, dari jauh Jimmi melihat Amy sedang duduk di pinggir trotoar. Ia memelankan langkah kemudian mengamati Amy yang tengah menggerak-gerakkan mulutnya tak tentu. Dilihatnya tangan Amy menaikkan hoodie putihnya ke kepala kemudian celingak-celinguk. Seperti anak hilang. Jimmi mendekatinya dari belakang seperti ular yang mengintai mangsa.
"Sedang apa sendirian di sini?"
Amy hampir melonjak, tetapi alih-alih itu ia menampilkan wajah terkejut yang tidak disembunyikan. Hal yang membuat Jimmi senang karena usahanya untuk mengusili gadis itu berhasil.
"A-aku gak sendirian, kok," jawab Amy masih dengan ekspresi kaget. "Aku bersama seorang teman."