We're (Not) Really Break Up

Keita Puspa
Chapter #24

24. I'm So Sorry

Februari, 2021 

Rumah sakit telah sepi ketika Amy membuka mata. Samar ia melihat lampu terang di atas langit-langit serta tirai-tirai tinggi yang membatasi tempat tidurnya. Amy juga melihat dua kepala yang tertidur di sampingnya dengan keadaan menunduk. Meski wajah mereka tidak terlihat, Amy yakin salah satunya adalah Jimmi. Ia mengenali rambut cokelat itu. 

Alih-alih pandangannya membaik, semua justru terlihat semakin kabur. Amy merasakan bola matanya berputar berkali-kali. Kepalanya semakin berat dan akhirnya ia kembali menutup mata. 

Esoknya Amy menemukan wajah kusut M dan Zack. Mereka berdua terkejut melihatnya bangun. Zack bahkan buru-buru memanggil perawat yang tidak lama datang dengan stetoskop menggantung di leher. 

"Syukurlah … kau sudah stabil. Jangan lupa habiskan sarapan, ya," kata si perawat pada Amy dengan senyum lebar sebelum pergi dari ruangan dengan lima ranjang kecil itu. 

"Dimana Jimmi?" tanya Amy yang melihat pada M dan Zack bergantian.

"Saat ini satu-satunya yang perlu dikhawatirkan adalah kamu, Am." M melipat tangan di dada. 

"Kemarin … aku menendangnya," gumam Amy. Kepalanya sedikit pening mengingat dirinya sendiri yang mengamuk kesetanan. 

"Yang kau tendang bukan cuma dia. Semuanya ada sebelas orang tidak termasuk tunanganmu yang sama gilanya denganmu itu." Zack menyeringai. Diam-diam bersyukur karena tidak masuk daftar sebelas orang itu. 

"Dimana dia, M?" tanya Amy lagi. 

"Sekarang posisiku benar-benar sudah tergantikan." M menghela napas dengan tatapan sedih yang dibuat-buat. Membuat Zack tertawa. "Dia sedang ke kantin," kata M akhirnya. 

"Ah, itu dia!" Zack menunjuk pintu. "Nah, sekarang giliran kita sarapan, M."

M mengangguk kemudian berdiri dan mengikuti Zack menuju pintu. "Jaga dia baik-baik, Jimm," ucap M sebelum menutup pintu. 

"Hai," sapa Amy lemah. Ia melihat Jimmi yang terlihat kusut dan lelah. Tunangannya itu hanya diam saja, menatapnya dengan tatapan yang Amy tidak mengerti maksudnya. Mungkinkah Jimmi marah karena kemarin ia memukul dan menendangnya? 

Keadaan hening yang tercipta membuat Amy ngeri. Ia bergerak perlahan menegakkan punggung. "Are you okay?" tanyanya khawatir. 

Tanpa Amy duga, Jimmi segera meraih dan memeluknya. "I'm okay," ucap Jimmi pelan, hampir serupa bisikan, "as long as you're mine, I'll be okay." Pelukan Jimmi semakin erat, membuat Amy heran. 

"Ada apa, Jimm?" 

Jimmi tidak menjawab. Ia terus memeluk tubuh yang masih terhubung dengan selang infus di tangan itu. 

"Kamu kenapa?" Amy bertanya lagi. Hatinya diam-diam resah dengan kelakuan Jimmi yang tak biasa. Apa ada yang terjadi selama ia tak sadar? 

"I'm sorry…." Pelukan Jimmi semakin kencang dan Amy meringis karena selang infusnya tertarik. Jimmi segera melepas pelukannya dan membiarkan Amy bernapas leluasa. Gadis itu menatapnya dengan pertanyaan yang sama tanpa suara. 

"Maafkan aku," kata Jimmi. Ia mengusap wajahnya. Matanya sedikit memerah. "Semua ini salahku. Kalau saja aku menyadarinya sedari awal."

Amy masih menatap tunangannya heran. Apa yang sedang Jimmi bicarakan tak dapat ia pahami. Zack dan M telah memberitahunya bahwa William lah yang memasukkan magic mushroom ke dalam pizza yang Amy makan.

"Kamu… ngomongin apa?" tanya Amy yang merasa bodoh karena tidak langsung mengerti dengan maksud perkataan Jimmi. 

Jimmi meraih tangan Amy dan menggenggamnya lembut. "Pokoknya aku minta maaf atas semua yang terjadi. Aku tahu aku bodoh. Seharusnya aku tidak pernah melepaskanmu. Harusnya aku tetap menahanmu untuk tidak pergi," cerocos Jimmi. "Joan adalah kesalahan terbesarku padamu…."

Hati Amy gelisah mendengar nama itu keluar dari mulut Jimmi. Ia hendak melepas genggaman tangan Jimmi tetapi cowok itu buru-buru menariknya. 

"Sumpah, aku tidak pernah punya perasaan untuk Joan!" Jimmi mengacungkan dua jari kanan ke udara. 

"But you still date her," ucap Amy dengan rasa cemburu yang tidak ditutup-tutupi.

Jimmi diam saja mendengar itu. Namun diam-diam ia senang dengan kecemburuan Amy. "Itu kesalahanku. Maafkan aku," katanya. 

"Jika aku tidak memaafkanmu, pertunangan kita sudah berakhir, Jimm. It's not your fault. Bukan kesalahanmu sepenuhnya." Amy menggenggam balik tangan Jimmi yang terasa hangat. 

"Terima kasih sudah menerimaku lagi. Kali ini aku tidak akan pernah melepasmu. Seperti apapun kamu meminta untuk pergi, aku tidak akan mau. Aku tidak akan mau mengalah dalam hal itu."

Amy tersenyum. Semua hal yang menjadi beban di pundak Jimmi menghilang. Senyum itu mampu menghapus semua kemuraman yang sempat terjadi.

Lihat selengkapnya