Adhis dan Natasha berlari cepat menuju lapangan untuk menghampiri guru tampan mereka.
“Biasa aja kali!” Ketus Nat.
“Lah, elo juga ngapain ngikutin gue lari?” Balas Adhis sambil mereka masih berlari sepanjang koridor.
“Udah, Pak Alex nggak bakalan mau sama elo! Pasti pacarnya di luar sana cantik, tinggi, rambut panjang kayak super model.” Natasha menyindir Adhis yang sedikit tomboy dan berambut pendek. Tak seperti dirinya yang memiliki ciri fisik seperti yang disebutkan tadi.
“Will see.”
Mereka terus berlari dan akhirnya tiba juga di lapangan. Alex dan juga teman – teman Nat sudah tiba lebih dulu.
“Hai, Pak Alex.” Sapa Adhis genit.
“Hi, Pak Alex.” Nat ikut-ikutan sambil mendorong Adhis dengan tubuhnya agar berdiri tak terlalu dekat dengan Alex.
“Ngapain dorong – dorong, sih?” Protes Adhis. “Dasar primitif.”
Natasha langsung memelototi Adhis. “Anjing, apa lo bilang?”
“Primitif!” Adhis berteriak lantang. “Lo berempat primitif.”
Natasha pun lagi-lagi mendorong Adhis.
“Heh…heh…heh, kok berantem lagi sih!” Omel Alex.
“Dia duluan yang mulai, Pak!” Tunjuk Adhis kepada Nat.
“Saya mau kalian berdua minta maaf.” Pinta Alex.
Alex kemudian menunjuk Natasha. “Kamu, karena sudah mendorong temannya duluan.”
Alex kemudian menunjuk Adhis. “Kamu, karena sudah bicara kasar!”
“Kata Bu Karin, kalau kita nggak punya manner itu disebut primitif, Pak. Kelakuan Nat barusan kan sangat nggak beradab.” Adhis membela diri. “Masa dorong-dorong kayak manusia purba aja.”
“Wahhh Nat, wali kelas lo nggak bener juga ya ajarannya.” Ranty sengaja memprovokasi.
“Iya, gue juga BT sih sama dia! Mana dikit – dikit perut mules, mual, ngajar juga nggak maksimal.” Nat malah curhat.
“Liat tuh, Pak!” Tunjuk Adhis. “Mereka nggak ada empatinya sama ibu hamil.”
“Udah –udah.” Alex enggan memperpanjang. “Udah sekarang kalian mulai lari 10 keliling.”
Alex kemudian meniupkan peluitnya. “Sekarang!”
Adhis berlari terlebih dulu dan keempat lainnya mengikuti di belakangnya.
Di lapangan tersebut juga ada anak yang sedang bermain basket. Siapa lagi kalau bukan Yunan dan gengnya. Tentu saja Yunan dapat melihat mantan pacarnya itu.
“Dhys, kasih tau aku ya kalau kamu haus.” Teriak Yunan. “Nanti aku beliin minuman.”
Adhis acuh tak acuh.
“Cieee….cieee.” Ledek keempat teman Yunan.
Verrel menepuk pundaknya. “Udah, gue kan sekelas sama dia. Nanti gue bujuk deh biar mau balikan sama elo.”
Yunan hanya terus memandangi Adhis tak berkedip.
Sementara Natasha dan geng nya yang tertinggal jauh di belakang, malah bergosip.
“Ketua kelas gue Yunan, tuh!” Ujar Ranty yang sekelas dengan Yunan di XII Ipa 2. “Bete, kirain gue yang menang!”
“Emang lo nggak dapet posisi wakil, sekretaris atau bendahara gitu?” Tanya Nat.
“Di kelas gue yang ngajuin kan ada enam orang. Mana gue yang paling bontot.”