Karin pun langsung menceritakan apa yang tadi dilihatnya kepada suaminya, sambil mereka berjalan menuju kantin.
“Ah, masa sih?” Tanya suaminya tak percaya. “Aku kenal kamu banget, kamu kan emang lebih sensi kalau lagi hamil.”
“Iya deh, mudah-mudahan aku salah.” Ucap Karin sambil mengangkat bahu.
“Kamu inget nggak waktu curiga sama anak tetangga pas hamil Kayla?” Tanya Irvan. “Kamu ngira dia yang selalu metikin buah mangga di depan rumah kita, ternyata itu si mbok kan karena busuk?”
“Itu beda, Mas.” Sanggahnya. “Kalau anak tetangga itu kan aku nggak terlalu lihat jelas. Aku cuma lihat dia ngendap-endap di depan rumah kita, tapi emang nggak pernah mergokin dia ambil mangga.Ternyata cuma mau main sama kucing kita. Bedanya kalau ini aku lihat jelas!”
“Tapi kasus salah paham kayak gini kan nggak cuma kejadian sekali selama kamu hamil. Nggak enak lah kalau sampai guru baru itu denger.”
Yah, mudah-mudahan saja benar kata suaminya kalau ini hanya perasaannya. Mereka akhirnya tiba di kantin.
“Sayang, kamu mau makan apa?” Suaminya menawarkan.
“Aku buah aja, Mas. Masih kenyang.”
“Oke, kamu langsung ke ruang makan guru, biar aku pesenin.”
“Makasih ya, Mas.”
Karin pun langsung berjalan lurus menuju pintu coklat besar, bertuliskan “Ruang Makan Guru”. Para murid yang kebetulan berpapasan dengannya menyalaminya dan Karin membalas ramah.
Tibalah dirinya di ruang makan tersebut. Hampir semua guru sudah berada disana dengan makanannya masing-masing. Ada yang membeli dari kantin maupun membawa dari rumah. Ruangan itu terdiri dari beberapa meja melingkar.
Tak hanya para murid, para guru pun juga memiliki geng. Termasuk dirinya dan juga suaminya.
Geng pertama, sudah jelas trio badut yang mulutnya paling jahat. Mereka bertiga hobby-nya duduk di paling ujung ruangan. Tawa mereka ini selalu yang paling kencang. Mereka hanya memakan biskuit sehat rendah kalori.
Geng kedua, adalah geng Boy yang terdiri dari Boy sendiri, Ernest, Arya, Uus dan Acho. Tampaknya guru baru tersebut akan masuk ke geng mereka.
Geng ketiga, merupakan geng suaminya yang terdiri dari Irvan, Rio, Ario dan Sammy.
Geng keempat, tentu saja geng dirinya yang terdiri dari Karin, Laura, Wina dan Cinta. Kadang-kadang Bu Nana menimbrung dengan mereka jika tidak sibuk. Namun, sepertinya hari ini kepala sekolah itu hanya makan di ruangannya.
Geng Raline dan Geng Boy, merupakan geng yang memiliki image ramai dan kocak. Bedanya jika geng Raline jahat –jahat, geng yang berisi para guru pria ini baik meski ceplas ceplos.
Sedangkan geng dirinya dan juga suaminya, memiliki image sebagai guru serius. Meski mereka memiliki geng, tetap saja saling membaur. Karin tak hanya akrab dengan geng nya atau geng suaminya, tapi juga akrab dengan geng Boy seperti pagi tadi. Namun, dengan geng Raline tak begitu baik.
Ada satu guru yang tipe penyendiri dan tak memiliki teman akrab. Ia adalah Mila guru katolik. Jika guru lain lebih suka bergerombol, ia hanya menyendiri di dekat jendela sambil membaca buku. Biasanya guru cantik mungil itu suka membaca bible disela-sela jam istirahatnya.
Karin langsung menghampiri teman-temannya yang mejanya juga terletak di dekat jendela, persis depan meja Mila. Laura, Wina dan Cinta sudah berada disana. “Hai.”
Mereka pun sudah dengan makanannya masing – masing.
“Elo nggak makan?” Tanya Cinta yang sedang menyantap siomaynya.
Sammy yang duduk di seberang meja mereka bertanya kepada Karin.
“Rin, Irvan mana?”
“Lagi beli makanan dulu.”
“Oke.” Sammy lanjut makan.
“Mas Irvan lagi beliin makanan gue.” Ia menjawab pertanyaan Cinta tadi sambil terkekeh.
Karin yang tak tahan langsung menceritakan mengenai guru baru tadi kepada ketiga sahabatnya. Tentu saja sambil berbisik agar tak ada yang mendengar. Sahabatnya itu serius mendengarkan.