Meski kelas 11 dan 12 sudah selesai jam pelajaran, anak kelas 10 masih belum selesai masa orientasi. Kini peserta masa orientasi atau kelas 10 dibagi dalam lima grup untuk school tour yang dipimpin oleh kakak kelas.
Adhis kini sedang memimpin grup satu dan mengajak mereka berkeliling.
“Oke, sekarang kita ke ruang guru ya.” Ucap Adhis begitu melintasi lapangan. Ia membawa sekitar 16 anak.
“Iya, kak.” Saut anak kelas 10 itu kompak.
Saat melintasi lapangan, Adhis bisa melihat guru tampan itu tengah bermain basket dengan Yunan dan geng nya. Dibanding mantannya, Adhis lagi – lagi tersihir dengan cara guru itu bermain. Adhis tiba – tiba saja menghentikan langkah sambil terus memandangi guru tersebut. Anak – anak kelas 10 yang sedang dibawanya sampai bingung.
“Macho banget.” Gumamnya sampai tak berkedip.
“Kak.” Panggil seorang siswi bertubuh gemuk.
Adhis tak bergeming. Ia masih senyum – senyum sendiri mengagumi pria turunan Jerman itu bermain basket. Kemejanya yang sudah mulai berantakan basah oleh keringat membuat gadis itu semakin terpesona.
“Kak.” Panggil siswi tadi lagi dengan suara lebih kencang.
Adhis langsung tersentak kemudian menoleh kepada anak-anak yang dibawanya.
“Eh, sorry.” Ucapnya terbata-bata. “Yuk, kita ke ruang guru.”
Mereka lanjut berjalan lurus saja dari lapangan dan akhirnya tiba di depan pintu ruang guru. Alex sampai menghentikan permainannya saat melihat gadis itu melintas.
“Saya istirahat dulu, ya.” Pamit Alex tiba - tiba. Matanya tak mau lepas dari gadis itu.
“Yah, mau kemana pak?” Jefri tampak kecewa.
“Oh.” Alex kebingungan memilih kalimat. “Ada yang harus saya kerjakan. Duluan ya semua.”
Alex pun berlalu sambil matanya terus menatap Adhis yang sedang membuka pintu ruang guru. Ia berjalan semakin cepat agar bisa menyusulnya.
Yunan sejak tadi memerhatikan cara guru baru tersebut menatap mantan pacarnya. Tatapannya sungguh mencurigakan. Maka ia pun mengikutinya.
“Gue ngadep Pak Irvan dulu ya.” Pamitnya berpura - pura menyebut nama wali kelasnya.
Yunan kemudian berjalan pelan menuju ruang guru agar tak tiba berbarengan dengan guru baru tersebut. Pria kurus tinggi itu juga sambil memikirkan alasannya menemui Pak Irvan di ruang guru nanti.
Adhis diikuti oleh 16 anak baru tersebut memasuki ruang guru.
“Ayo masuk!” Pimpin Adhis.
Para guru pun menoleh.
“Nah, adek – adek!” Ujar Adhis lantang. “Jadi ini ruang gurunya ya. Kalau kalian ada perlu atau dipanggil guru, bisa kesini.”