“Ayo kelas XII Ipa 1, semuanya cepetan baris!” Teriak Alex dari lapangan sambil meniupkan peluit.
Ia kesal karena anak – anak itu begitu lamban. Adhis langsung berlari cepat dan diikuti dengan Coco. Mereka berdua yang tiba terlebih dulu sehingga membuat Alex semakin kagum.
“Ayo yang lainnya cepetan!” Teriak Alex lagi karena beberapa murid masih berjalan lelet. “Natasha kamu lari, dong! Jangan jalan kayak putri keraton!”
Gadis yang diteriakinya hanya menyibakkan rambut panjangnya sambil memutar bola mata. Sontak Adhis dan Coco langsung tertawa cekikikan mendengar celetukan Alex.
“Coco, Karena kamu tinggi barisnya paling belakang ya.” Perintah Alex. “Kasihan nanti yang di belakang kamu nggak kelihatan.”
“Baik, Pak.”
Coco pun langsung berjalan ke belakang. Alex dan Adhis pun berdiri saling berhadapan dan sempat tersenyum satu sama lain. Satu persatu anak termasuk Verrel sudah tiba di lapangan dan berbaris rapih. Natasha masih saja berjalan santai.
“Natasha, astaga!” Nada Alex makin meninggi. “Kamu niat olahraga nggak, sih?”
Natasha lagi – lagi hanya memutar bola mata dan tiba juga di barisan. Ia memilih posisi paling ujung.
“Kalian dulu sama Pak Taga biasa begini, ya?” Tanyanya begitu mereka semua sudah berkumpul.
“Maksudnya gimana, Pak?” Tanya Verrel yang berdiri di barisan kedua dari belakang.
“Harusnya, kalau jam pertama itu jam olahraga, kalian ya pakai pakaian olahraga dari rumah. Atau, sebelum bel kalian udah ganti baju! Jadi begitu bel kita semua udah siap belajar!” Tegasnya. “Ini kita jadi kebuang waktu setengah jam.”
Mereka semua terdiam dimarahi oleh guru baru tersebut.
“Kalau kalian baru sempat ganti baju begitu bel, harusnya kalian gerak cepat. Bukannya malah sambil ngobrol, terus jalan kesini juga lama kalau nggak diteriakin!” Lanjut Alex lagi. “Masa saya yang tiba pertama di lapangan.”
Mereka masih terdiam.
“Kalian kalau mau maju, harus contoh anak-anak di Jerman! Mereka menghargai waktu yang dimiliki.” Alex jeda sejenak. “Itu sebagai bentuk kalian menghargai diri sendiri dan orang lain.”
Suasana kembali sunyi.
“Maafin kami ya, Pak.” Ucap Adhis selaku ketua kelas. “Besok tidak akan kami ulangi.”
“Oke.” Saut Alex cepat kemudian menoleh kepada Verrel. “Verrel, kamu pimpin pemanasan!”
“Baik, Pak.”
Verrel pun maju dan berdiri di depan. Ia memberi aba-aba kemudian mulai memimpin kegiatan pemanasan. Alex pun berkeliling untuk memantau murid – muridnya.
“Astaga, Natasha!” Tegur Alex kesal. “Kamu lemes amat, sih.”
Sontak semua mata menengok ke arahnya tapi tetap tak berhenti melakukan pemanasan.
“Panas, Pak!” Rengek gadis itu manja sambil meregangkan tangannya.
“Kamu kenapa, sih? Sakit? Belum sarapan? Atau kenapa?” Alex mulai tak sabaran.
Natasha tak menjawab hanya mengikuti aba-aba dari Verrel.
“Kalau lagi nggak fit, yaudah istirahat aja. Nanti saya kasih tugas tertulis.” Ujar Alex.
“Iya deh, Pak. Semalam saya begadang soalnya.” Natasha menghentikan kegiatannya kemudian menguap lebar.
“Begadang ngapain kamu? Emang anak kuliahan atau kantoran sampai begadang segala?” Alex tak percaya.
“Saya kan disuruh bantu acara pekan seni, Pak. Kemarin sampai malam di sekolah.” Rengek Natasha.
“Ah, masa sih?”