“Irvan kemana?” Tanya Nadine begitu mereka berdua baru selesai mengajar. Mereka hendak berjalan menuju ruang guru.
“Ada kok di ruang guru.” Saut Karin.
Hubungan mereka berdua masih belum baik – baik saja karena Karin terus menceritakan kepada suaminya tentang kecurigaannya terhadap Alex.
“Enak banget sih sekolah lo, Rin.” Nadine tampak kagum sambil celingak celinguk. “Jadi pengen ngajar tetap disini.”
“Wah, nanti posisi gue kegeser dong?” Canda Karin dan mereka tertawa bersama.
“Btw sebelum ke ruang guru, bolehlah anter gue tour dulu!” Pinta Nadine.
“Oke, yuk.”
Karin hendak mengajak sahabatnya ke ruang auditorium terlebih dulu karena hanya tinggal berjalan lurus dari posisi mereka sekarang.
“Eh, btw udah lama banget nih nggak nongkrong berempat.” Celetuk Karin. “Radhit apa kabar?”
“Ya, laki gue kan tiap hari ketemu laki lo.”
“Iya, tapi gue kan nggak.” Karin terkekeh dan diikuti oleh Nadine.
Mereka terus jalan bersama dan terdiam sejenak.
“Lucu ya elo sama Irvan.” Celetuk Nadine. “Inget banget pas pertama gue dan Radhit kenalin kalian. Irvan bucin banget ke elo.”
Nadine pun sambil tertawa.
Karin malah sedih kalau ingat perlakuan suaminya kepada dirinya dua bulan belakangan.
“Satu dekade lalu, ya?” Saut Karin sambil tertawa getir.
Baru saja ia mau curhat, tiba-tiba saja sahabatnya itu menggoyang-goyangkan lengannya.
“Rin…Rin.”
Karin langsung kaget.