[24 SEPTEMBER 2021]
Irvan sejak tadi celingak celinguk di ruang makan guru menunggui istrinya tak kunjung datang. Meski dua bulan ini hubungan mereka tak baik-baik saja, bukan berarti dirinya tak peduli. Ia sampai belum menyentuh hidangan di depannya. Ia menatap arloji dan waktu istirahat sebentar lagi selesai. Biasanya jam segini ia sudah ke kantin.
“Win, lo nggak lihat Karin?” Tanya Irvan kepada Wina yang duduk di meja sebelah kirinya.
“Karin kayaknya nggak mau kesini, deh!” Saut Cinta. “Gara – gara kejadian kemarin sore.”
Irvan pun hanya mengangguk. Cinta ada benarnya juga. Sikap Karin sore kemarin begitu berlebihan sehingga membuat para guru semakin risih kepadanya. Mungkin istrinya itu tak nyaman kesini dan memilih menyendiri di ruang guru. Maka ia pun memutuskan untuk menyantap makanannya saja.
“Paling dia pergi makan sama Laura keluar.” Celetuk Wina. “Kan Laura juga nggak ada disini.”
Irvan tak yakin itu benar. Karena sekarang masih jam 9 pagi dan biasanya dia memilih tak makan atau hanya makan buah. Ah, palingan ada di ruang guru. Ia akan mengeceknya nanti.
“Ini si Ario juga tumben kagak ke kantin.” Celetuk Sammy yang duduk satu meja dengan Irvan.
“Trio badut juga!” Timpal Rio.
“Ah, kalo trio badut mah gue kagak peduli!” Saut Sammy. “Paling pada sibuk ngurusin orang. Kalau Ario, dia bilang ada saudaranya yang sakit.”
Mereka pun lanjut menyantap makanan masing-masing.
“Bro, abis ini lo ngajar dimana?” Tanya Sammy kepada Irvan.
Irvan yang sedang melamun sambil menyuap nasi gorengnya itu sampai tersentak hanya ditanyai seperti itu.
“Oh, gue ngajar di kelas XII Ipa 1.” Jawabnya kemudian meneguk minumannya.
Pria itu teringat kejadian pagi tadi saat istrinya menyiapkan sarapan dan terus berusaha merayunya agar berbaikan. Dirinya memang memakan sarapan tersebut namun masih tak menggubris istrinya. Bagaimana tidak, jika kemarin istrinya membuat keributan besar? Padahal tadinya udah hampir mau memaafkannya. Ah, mengapa tiap kali mau memaafkannya, istrinya itu lagi – lagi malah membuat ulah?
Bel masuk pun sudah berbunyi. Semuanya otomatis beranjak menuju kelas dan kembali ke aktivitas masing – masing, termasuk Irvan.
Pria berkemeja kuning muda itu berjalan berbarengan dengan kedua sahabatnya menuju kelas mereka masing – masing akan mengajar. Ia sambil menenteng tas kecilnya yang berisi laptop dan materi pengajaran. Ketika kedua temannya terus berceloteh, ia memilih diam. Entah kenapa perasaannya tiba - tiba tak enak?
Ia pun kemudian berpamitan kepada Sammy dan Rio yang berpisah jalan, kemudian berjalan menuju kelas XII Ipa 1.
“Selamat siang.” Sapanya kepada anak-anak kelas XII Ipa 1 saat memasuki kelas.
“Siang, Pak Irvan.” Saut mereka.
“Gimana, udah lengkap semua?” Tanya pria dengan potongan rambut model buzz cut yang baru saja mencukur kumis dan jenggotnya itu. “Ada yang masih nyangkut di kantin, nggak?”
Ia sambil berjalan cepat menuju meja guru.
“Adhis belum datang, Pak.” Saut Coco.
“Wah, sekarang nggak ada toleransi ya kalau telat.” Tegas Irvan. “Saya nggak akan mengulangi pelajaran kalau dia tertinggal beberapa menit.”
Ia langsung tersentak begitu melihat barang – barang Karin masih tergeletak di atas meja begitu saja. Handphone nya pun juga ia biarkan di atas meja. Tumben – tumbenan? Untung tak ada yang klepto. Belum tas istrinya juga masih berada di kursi.
“Ini, bu Karin habis ngajar disini atau gimana ya?” Tanya Irvan bingung sambil menunjuk-nunjuk tas istrinya.
“Tadi ngajar sebelum istirahat, Pak.” Saut Verrel.
Irvan pun mengernyitkan dahi. Biasanya istrinya tak pernah meninggalkan tas nya begitu saja, apalagi seharusnya ia mengajar XII Ipa 2 jam segini.
“Terus tas nya ditinggal pas istirahat?” Tanya Irvan terbata-bata sambil memegangi ponsel Karin.
“Kayaknya sih gitu ya, Pak.” Ujar Verrel tak yakin. “Oh, iya saya baru inget, tadi pas kita main basket bu Karin lewatin lapangan kayak mau ke arah rumah kaca, tapi bola kita nggak sengaja kenain Bu Karin. Terus beliau nolak kita tolong dan buru – buru pergi.”
“Oh, mungkin di UKS kali pak.” Celetuk Coco.
“Yaudah, saya mau cek UKS sebentar, sementara kalian saya kasih tugas ya.” Irvan berbicara cepat. “Hari ini kalian cari literatur soal kanker, boleh di perpustakaan atau lab komputer. Kelas berikutnya kalian presentasi hasil temuan kalian.”
Irvan pun bergegas keluar.
“Pak…pak.” Panggil Verrel cepat sebelum Irvan keluar. “Ini mau per orangan atau kelompok?”
“Per kelompok kalian atur sendiri.”