Karin mengerjap-erjapkan matanya. Kepalanya terasa berat. Pandangannya masih berkunang. Ia kemudian menatap jelas langit-langit kamar yang tak familiar. Ia mengerjap-erjapkan matanya sekali lagi. Dan kemudian mendengar teriakan seorang anak remaja perempuan yang semakin kencang ditambah makian seorang remaja lelaki.
Wanita yang tengah mengandung tujuh bulan itu langsung duduk. Nyawanya masih belum sepenuhnya terkumpul. Ia menggosok matanya sekali lagi dan menatap sekeliling. Wajahnya bingung sekaligus ketakutan.
Ia berada dalam sebuah kamar seorang diri. Ruangan itu tampaknya sudah lama tak berpenghuni, karena begitu banyak sekali debu dan sarang laba - laba. Lantainya pun hanya beralaskan semen. Tembok putih di kamar tersebut sudah banyak yang retak dan atapnya pun bolong – bolong. Ia juga sejak tadi hanya tidur di kasur lipat yang hanya diletakkan begitu saja di lantai.
Suara teriakan tadi semakin keras ditambah suara tawa beberapa orang dewasa dan salah satunya wanita. Mata Karin langsung terbelalak begitu mengingat semuanya.
“Alex!!!!” Teriaknya sekuat tenaga.
Ia hendak berdiri namun mendadak perutnya keram. “Auwww.”
Ia memegangi perutnya sambil mengerang kesakitan. Wanita itu kembali mencoba berdiri dengan susah payah.
“Bu Karin…Bu Karin.”
Tiba – tiba terdengar suara ketukan kaca begitu kencang. Ia baru sadar ternyata di samping tempatnya tidur tadi terdapat kaca yang langsung terlihat ke kamar sebelahnya.
“Yunan?”
Pria remaja itu terus menggetuk – ngetuk.
“Bu….Adhis, bu….Adhis!!!” Nadanya begitu panik, wajahnya merah pucat dan matanya berkaca –kaca.
Karin kini menguatkan diri untuk berdiri dan berbicara dengan anak itu dari balik kaca.
“Yunan, kita ada dimana? Adhis kenapa?” Wajah wanita itu ikutan panik sambil memegangi kaca tersebut.
“Adhis, bu….Adhis!!” Teriakan pria remaja itu tak sekuat sebelumnya. Nadanya mulai melemas dan kini hanya menangis tersedu – sedu. Ia tak mampu menjelasakan.
Melihat Yunan tak membantu, Karin mencari tau dan melihat – lihat seisi ruangan. Ia berjalan ke arah pintu kamar yang berwarna putih. Ia tarik gagangnya yang tentu saja dikunci. Teriakan Adhis terdengar semakin kencang.
“Adhis!!!!” Karin bisa mendengar Yunan berlari ke arah sisi tembok satunya berbahan gypsum yang tak terdapat kaca sambil menggedor – gedor.
“Udah…sakit…..sakit!!!!” Karin bisa mendengar suara Adhis memohon dan merintih kesakitan.
Ia juga bisa mendengar suara tawa Alex yang kencang dan sudah tak mendengar suara tawa yang lainnya lagi.
“Alex!!!!!” Karin mencoba berteriak lagi sambil menggedor – gedor kaca kamar Yunan meski percuma. “Alex kesini lo, anjing!”
Karin baru teringat kalau ia hari ini memakai dua penjepit rambut. Sayang, yang satu nampaknya sudah lepas untung tersisa satu lagi. Ia akan gunakan itu untuk membuka kunci kamar.
“Ahaaa!”
Ia lepas penjepit itu dari rambutnya, berjalan lagi ke arah pintu, memasukkan penjepitnya ke lubang kunci, memutarnya dan……..
“Yessss!” Pekiknya begitu berhasil.
Ia langsung menarik gagang pintunya ke bawah, membukanya dan…..ternyata di sepanjang lorong depan kamar sudah dijaga ketat oleh beberapa orang suruhan Alex.
“Masuk!” Bentak salah seorang pria bertubuh besar kekar dan berkepala plontos tersebut.
Karin merasa yakin kalau mereka tak akan menyakiti ibu hamil, maka ia pun nekat menerabas menuju kamar Adhis. Belum ada beberapa langkah, wanita yang rambutnya tergerai tak beraturan itu langsung digendong oleh penjaga berbadan besar dan tegap tadi. Sontak dirinya meronta – ronta.
“Turunin! Saya mau tolong anak didiik saya.” Ia pun sambil meninju-ninju punggung penjaga tersebut.