We School : Sesak

Putri Lailani
Chapter #35

Lamunan Karin

[TAHUN 2009]

 

Tahun 2009 silam, Karin dan juga seniornya sekaligus sahabatnya Nadine, sedang dinner di salah satu café usai pulang kerja. Letaknya di dalam gedung kantor mereka. Hal ini merupakan ritual yang biasa mereka lakukan.

“Rin, kalo cowok gue gabung gapapa kan?” Tanya Nadine sambil menyantap saladnya. “Dia pas udah selesai kerja juga.”

“Oh, tumben si Radhit cepet?” Saut Karin heran sambil menyeruput ice tea-nya. “Bolehlah, orang sebelahan juga gedung kita.”

“Sip, deh!” Ujar Nadine sambil mengirim pesan melalui ponselnya. “Dia sih katanya mau ajak temennya juga, jadi tenang aja lo nggak kayak kambing congek.”

“Temennya ini yang juga mau jadi bridesmaid di nikahan kalian?” Tanya Karin.

Nadine dan Radhit menikah pada tahun 2010. Sahabat Karin yang memiliki rambut kecoklatan digelung rapih itupun mengangguk.

“Yep!” Sautnya sambil masih fokus pada ponselnya. “Sekalian aja lah ya kita meeting-in itu.”

“Siap!”

Dua puluh menit kemudian Radhit pun datang seorang diri.

“Hi, sayang!” Pria berkacamata itu menyapa dan mengecup Nadine mesra.

“Babe.” Balas Nadine.

Radhit kemudian menyapa Karin.

“Hi, Rin.”

“Hi, Dit.” Mereka berdua pun saling toast.

“Loh, Irvan nggak jadi kesini?” Tanya Nadine bingung sambil celingak celinguk.

“Ada, lagi nyangkut di toilet.” Radhit pun terkekeh kemudian duduk di kursi sebelah Nadine.

“Oh.” Saut Nadine sambil tertawa kecil.

Mereka pun saling mengobrol beberapa saat membahas rencana pernikahan Nadine dan juga Radhit. Tak berselang lama, teman Radhit yang sejak tadi ditunggu-tunggu itu datang.

“Hallo, Van!” Nadine menyapanya kemudian berdiri dan menyalaminya.

Itu pertama kali Karin dan Irvan bertemu. Wanita itu menatap pria manis berkulit agak gelap dan berkumis tipis. Saat itu Irvan mengenakan kemeja biru tua.

“Hallo, Din.”

“Gimana kabar lo?”

“Lah, kayaknya baru ketemu kemarin deh.” Irvan terkekeh.

“Sebulan yang lalu tau!”

“Oiya, ya?”

Mereka pun tertawa.

“Kebanyakan di lab sih, jadi pikun!” Celetuk Nadine. “Ya, sama ini kayak laki gue.”

Mereka lagi - lagi tertawa.

“Eh, duduk…duduk!” Nadine pun menunjuk kursi kosong di sebelah Karin dan di seberang Radhit.

Irvan pun kemudian menatap Karin kemudian tersenyum dan sedikit membungkukkan badannya.

“Hallo.” Sapa pria jangkung tersebut. “Permisi, saya duduk disini ya.”

“Oiya, kenalin ini Karin temen kantor gue.” Ujar Nadine. “Rin, kenalin ini Irvan.”

“Iya, senior gue yang paling baik di kantor.” Celetuk Radhit terkekeh.

“Oh, Hallo.”

Karin dan Irvan pun saling berjabat tangan, menyebut nama masing – masing dan saling melempar senyum.

Mereka berempat kemudian saling mengobrol tentang apa saja. Tak hanya soal perencanaan pernikahan Nadine dan Radhit, tapi juga soal pekerjaan masing – masing, karir, dimana mereka bersekolah dan kuliah dulu, hobby, isu – isu yang paling aktual hingga timeless. Mereka mengobrol sambil sesekali menyantap hidangan.

“Eh, lo berdua kayaknya cocok deh!” Celetuk Nadine tiba –tiba setelah kurang lebih dua jam mereka mengobrol. “Udah gitu dari tadi nyambung lagi ngobrolnya.”

Nadine dan Radhit saling tersenyum penuh makna.

“Udah, lo berdua kan jomblo!” Celetuk Radhit. “Rin, lo betah amat jomblo mulu! Van, lo juga udah saatnya move on lah.”

“Apaan, sih?” Ceplos Karin sambil memajukan bibirnya. “Orang kita baru kenal juga.”

Berbeda dengan Irvan yang tampaknya langsung menyetujui ide sahabatnya itu.

“Oh, Karin tuh belum punya pacar ya?” Irvan malah tersenyum lebar. “Kalau gitu aku sih yes! Udah cantik, pintar, punya empati yang tinggi lagi!”

Karin pun langsung mengernyitkan dahi dan mulutnya menggangga. Sedangkan Nadine dan Radhit pun langsung tertawa cekikikan.

“Ciee…cieee!!!” Ledek mereka berdua.

“Tenang aja, Karin.” Ujar Irvan. “Saya ini cowok baik, bertanggung jawab dan siap diajak ke level yang paling serius kok.”

“What?”

Karin saat itu langsung ilfeel karena menurutnya pria itu malah merayunya di hari pertama mereka berkenalan. Belum sikapnya yang terlalu percaya diri.

Dari hari ke hari, Irvan terus menanyai soal Karin kepada Radhit dan memintanya mengajak bertemu lagi. Irvan pun juga terus-terusan berusaha mengirimkan pesan chat dan juga telepon untuk mengajak Karin bertemu. Karin kadang  merespon dan kadang juga tidak.

“Dit, cewek kayak Karin kenapa bisa jomblo ya?” Tanya Irvan kepada Radhit suatu hari.

“Ya, dia emang gitu! Pacaran tiga bulan putus, terus nanti ganti lagi putus lagi, paling lama juga 9 bulan pacaran.”

“Kenapa tuh bisa gitu?” Tanya Irvan penasaran.

“Ah, dia mah emang ribet! Pertama, dia ilfeel karena cowoknya nggak aware soal lingkungan. Kedua, dia nggak suka tuh cowok malas olahraga dan makannya nggak sehat. Ketiga, dia juga pernah kesel karena cowok yang deketin dia itu nggak punya ambisi karir kayak dia.”

Irvan pun mengangguk. “Tapi kan gue nggak ada masalah sama tiga hal tadi. Kenapa dia kayak ngehindar gitu dari gue, ya?”

Irvan mencoba berpikir keras.

“Oh iya satu lagi yang paling penting!” Radhit baru ingat. “Cowok-cowok itu pada takut sama bokapnya yang galak, terus jadi pada mundur teratur juga.”

“Oya? Emang segalak apa?”

“Jadi bapaknya itu pensiunan TNI, jadi ya bicaranya emang keras.”

Irvan mengangguk – angguk. Ia kemudian tersenyum-senyum sendiri, terus membayangkan wajah Karin.

“Cantiknya Karin tuh unik.” Matanya menerawang. “Gimana ya jelasinnya? Cantik manis gitu loh. Udah gitu badannya mungil, imut, dilihat dari angel mana aja cakep, nggak ngebosenin. Apalagi kalo dia lagi ngambek, astaga tambah imut. Gue dari dulu demen cewek-cewek mungil begini. Karin ini tipe gue banget, gemesin. Selama 28 tahun gue hidup, baru kali ini gue ketemu cewek impian.”

Irvan cekikikan sendiri dan Radhit langsung tertawa geli.

“Lah, terus kemarin kenapa pacarannya sama Julie sampe ga bisa move on?” Celetuk Radhit. “Kan dia tinggi?”

Irvan langsung mendorong pelan bahu sahabatnya itu.

“Rese lo! Ini Karin bikin gue akhirnya bisa move on, nih!”

Radhit hanya cekikikan. “Beneran?”

“Eh, akhirnya setelah dua tahun nih, gue bisa buang foto - foto dan barang pemberian Julie!”

Disisi lain, Karin terus menerus berkeluh kesah lantaran terganggu dengan Irvan yang menghubunginya setiap detik.

“Ah, ini mah cowok kebaca banget pasti playboy!” Keluh Karin suatu hari.

Nadine langsung tertawa geli. “Sok tau amat lo.”

“Iyalah, mana ada orang pertama kali ketemu langsung ngegombal!” Karin kemudian berspekulasi. “Pasti dia ngomong gini nggak cuma ke gue tapi ke banyak cewek. Terus kalau misal dia udah dapetin gue, dia ngerasa menang dan akhirnya dicampakkan.”

Wajah Nadine langsung berubah kesal.

“Lo nggak tau apa – apa soal Irvan, jadi mending diem.”

“Lah, kenapa elo marah?” Tanya Karin heran.

“Karena gue kenal banget sama Irvan dan tau banget kisah hidupnya.” Ketus Nadine. “Dan yang ada, dia yang dicampakin sama mantannya.”

“Hah maksudnya?”

Nadine pun menghela nafas sejenak.

“Irvan tuh dulu punya pacar pas kuliah.” Nadine mulai bercerita. “Pacarannya lama banget, mulai dari tahun pertama mantannya kuliah kalau nggak salah tahun 2001. Dia ini adek tingkatnya Irvan. Mereka pacaran kurang lebih enam tahun. Irvan padahal udah nabung, siapin semuanya untuk cewek ini, bahkan sampai niat cari kerja tambahan buat nyenengin dia, eh tau – tau nih cewek selingkuh dong nyari cowok yang lebih tajir.”

“Oya?” Karin membelalakan mata tak percaya.

“Mereka putus dua tahun lalu. Saat itu ya Irvan banyak murung, susah move on, dan gue bisa lihat dia move on dari Julie ini ya pas ketemu lo kemarin.”

Karin hanya diam saja.

“Julie itu jahat banget deh apalagi bokapnya.” Lanjut Nadine.

“Jahat gimana?”

“Jadi pertama kali Julie kenalin Irvan ke orang tuanya kan akhir tahun 2006 tuh. Awalnya mereka ramah ke Irvan, terus pas tau pekerjaan ibunya apalagi tau bapaknya udah nggak ada, mereka langsung mandang sebelah mata.”

“Emang kerjaan ibunya apa?” Tanya Karin.

Nadine menghela nafas.

“Ibunya sih sekarang ibu rumah tangga, tapi dulunya mantan TKI di Singapura. Bapaknya udah meninggal sejak Irvan kecil.”

“Oh.” Karin hanya menganggukkan kepala.

“Menurut gue jahat banget, sih!” Cerocos Nadine. “Harusnya mereka kan bisa lihat pekerjaan Irvan yang lumayan di perusahaan bergengsi.”

Karin masih terdiam.

“Dia aja sampai mati-matian buktiin ke orang tua Julie kalau penghasilannya udah cukup mengajak anaknya berumah tangga. Terus bapaknya ngomong gini, penghasilan kamu tuh nggak ada apa-apanya dibanding uang jajan Julie dari kecil. Julie dari kecil udah kita kasih fasilitas bagus, enak, eh malah nikah sama modelan kayak kamu. Kamu pikir saya nggak tau kalau kamu cuma mau manfaatin harta kami? Untuk mengangkat derajat ibu kamu? Apa kata orang kalau kami harus besan sama mantan TKI.”

“Ya ampun.” Karin menggeleng-gelengkan kepala.

“Itu pertama kalinya Irvan pacaran dan sayangggg banget sama cewek. Eh, begitu ketemu yang lebih berduit, langsung Irvan diselingkuhin, mana nggak ada ngomong putus lagi!”

“Emang orang tua Julie kerja apa?” Tanya Karin.

“Pengusaha dan dulunya sempat jadi anggota DPR.”

Karin yang langsung iba mendengar cerita Nadine langsung mengirim pesan balasan ke pria itu dan mengatakan kalau dirinya bersedia diajak makan malam.

Saat bertemu malamnya, mereka mengobrol ringan. Irvan pun menceritakan kisah hidupnya dan juga ibunya, persis seperti yang sudah diceritakan oleh Nadine. Karin pun juga memilih jujur untuk menceritakan soal ayahnya. Namun, lagi – lagi pria itu membuatnya illfeel.

“Rin, kamu mau jadi pacar aku nggak?”

Lihat selengkapnya