Karin diseret pria gila itu keluar kamar. Ia merasa tangannya kesakitan karena dicengkeram begitu kuat, meski hanya dengan satu tangan. Wanita itu memilih tetap tenang meski bayinya terus menendang-nendang.
“Sabar ya, Nak.” Ujarnya kepada bayinya dalam perut. “Kita pasti akan keluar dari sini, dan om gila ini akan masuk penjara.”
Alex langsung tertawa geli. Ia terus menyeret Karin melewati kamar Yunan dan juga Adhis.
“Elo kali yang gila!” Hardik Alex. “Nggak jelas, ngomong sendiri!”
“Elo yang goblok! Soalnya nggak ngerti pentingnya ajak ngobrol bayi dalam kandungan.”
Alex hanya tertawa sinis dan terus membawa Karin menuruni tangga, masih diikuti oleh dua bodyguard di belakangnya.
“Kalau lo cukup pintar, nggak akan melibatkan diri disini. Masalah gue sebenarnya cuma sama Adhis. Elo dan Yunan sebenarnya cuma beban.”
“Masalah sama Adhis?” Tanya Karin tak mengerti sambil mereka menuruni tangga. “Masalah apa?”
“Bukan urusan lo!” Ketusnya.
“Ya, urusan gue dong! Adhis kan murid gue, dan gue juga nanti yang dimintai pertanggung jawaban sama orang tuanya.”
Alex enggan menggubris. Mereka kini sudah tiba di lantai bawah kemudian dibawa menuju pintu keluar unit. Karin memerhatikan sekitar barangkali ada celah untuk kabur.
“Ini apartemen siapa? Apartemen lo?” Tanya Karin. “Kita ada dimana sih?”
“Diem lo! Bawel amat sih?” Bentak Alex.
Begitu sudah di depan pintu, kedua bodyguard dengan sigap membukakan pintu dan Alex lanjut menarik Karin keluar. Karin celingak celinguk mencari petunjuk barangkali saja ada tulisan nama apartemen tersebut.
“Gue mau dibawa kemana, sih?” Tanya Karin.
“Lo bisa diem nggak, sih?” Omel Alex yang membawanya menyusuri koridor. “Udah dikasih makan enak juga!”
“Kalau gue masih lama disini, itu artinya gue juga butuh dokter kandungan!” Ketus Karin.
Alex langsung mengernyitkan dahi, menoleh kepada kedua bodyguard kemudian mereka bertiga terpingkal – pingkal.
“Oh, baik nyonya! Layanan VIP akan segera kami siapkan.” Sarkas Alex masih sambil menyisakan tawa.