“Brengsek lo!” Alex berteriak sambil memegangi lehernya yang tercekik tadi.
Karin yang posisinya sudah dicengkeram oleh dua penjaga tadi hanya menatap Alex tajam.
“Bawa dia balik ke kamar!” Perintah Alex kepada kedua bodyguard-nya.
Salah satu pria itu melepaskan tali pada kakinya kemudian mereka menariknya berdiri dan menyeretnya hendak keluar kamar.
“Nyawa lo sekarang tergantung bokap lo!” Tegas Alex sebelum Karin keluar kamar tersebut.
Baru saja mau dibawa keluar, tiba – tiba seorang pria tinggi berbadan tegap, berkulit sawo matang dan berwajah manis itu memasuki kamar tersebut. Karin langsung menatapnya tajam.
“Hi Karin.” Sapanya sambil tersenyum lebar.
Karin mendengus kesal.
“Nah, kebetulan lo datang.” Seru Alex kepada pria itu masih sambil meregangkan lehernya. “Lo antar dia balik deh. Gue mau istirahat dulu.”
“Oke, yuk!”
Pria itu berjalan lebih dulu agar mereka mengikutinya. Karin langsung diseret oleh dua bodyguard tadi. Mereka terus berjalan tak saling bicara dan Karin masih menatap nanar pria itu dari belakang.
“Siapa kalian sebenarnya?” Ketus Karin.
Semuanya diam tak ada yang menyauti dan terus berjalan cepat di koridor bawah tanah tersebut.
“Sejak kapan lo kerjasama sama Alex? Khianatin suami gue? Khianatin persahabatan kita?” Cecar Karin lagi.
Mereka kini sudah keluar dari koridor gelap tersebut dan langsung menaiki tangga darurat.
“Ario, gue ngomong sama lo!” Karin berteriak semakin kencang.
Pria itu langsung menghentikan langkahnya begitu mereka sedang berada di anak tangga, membalikkan badannya, menyeringai kepada Karin dan berjalan mendekatinya. Ia langsung mengelus wajah cantik Karin dan wanita itu berusaha menghindarinya.
“Karin sayang.”
Karin jijik mendengar panggilan tersebut. Ia hanya memalingkan wajahnya.
“Kalau kamu mau kasih apa yang aku minta, nanti aku ceritain semuanya ya.”
Ario pun terus lanjut berjalan dan dua bodyguard tadi lanjut membawa Karin. Mereka pun kemudian keluar dari ruang tangga darurat dan sudah tiba di koridor apartemen. Karin mencoba celingak celinguk melihat sekeliling barangkali menemukan petunjuk lainnya seperti logo atau apapun itu.
Mereka berjalan di atas lantai beralas karpet merah dan dihiasi lampu gantung besar di bagian tengah. Bisa diketahui kalau area itu hanya terdiri dari dua lantai dan ia bisa melihat jelas ke lantai bawah. Ia baru sadar ternyata lantai bawah tampaknya adalah lobby masuk dan tentu saja terdapat pintu kaca disitu. Di pintu kaca seperti terdapat logo dan ia berusaha memicingkan mata agar terlihat jelas.
Ah, sayang sekali tak terlihat. Ia hanya bisa melihat logo tersebut berwarna gold dan berbentuk lingkaran, namun tak bisa melihat huruf yang tertera. Kini ia sudah dibawa masuk ke unit penthouse tadi. Dirinya mencoba berpikir keras, mengapa logo itu sangat familiar. Ia coba mengingat – ingat dimana pernah melihatnya, tapi otaknya sungguh buntu. Jika dirinya merasa familiar, apa mungkin tempat ini ada kaitannya dengan keluarga Ario maupun Laura? Mengingat mereka empat tahun berteman.
Mereka kemudian menaiki anak tangga menuju kamarnya. Sekali lagi ia memerhatikan goresan – goresan pada pegangan tangga, dan langsung terbelalak begitu melihat logo seperti di luar tadi dengan lebih jelas.