“Cepetan masuk!” Bentak Alex kepada Karin, yang sejak tadi terus menolak masuk ke dalam sebuah rumah sederhana berpagar hitam seluas 108m2.
Adhis dan Yunan sudah dibawa masuk terlebih dulu. Karin masih berusaha ditarik oleh dua orang bodyguard.
“Udah nggak usah ngelawan! Nanti kontraksi lagi.” Cemooh Alex.
Karin yang sudah tak ada tenaga akhirnya pasrah dibawa masuk ke dalam rumah yang hanya satu lantai tersebut. Mereka melewati teras sempit, memasuki ruang tamu dengan sofa coklat model jadul dan ia langsung dimasukkan ke kamar persis depan ruang tamu.
“Astaga Adhis!” Karin shock melihat Adhis terlentang diatas kasur dengan tatapan kosong. Yunan tampak sedang menggoyang – goyang tubuh Adhis pelan sambil terisak. Karin langsung mendekati mereka.
Mereka kemudian mendengar suara pintu kamar terkunci.
“Bu Karin……Adhis, bu.” Yunan terisak.
“Pssttt…” Karin menenangkan pria remaja itu kemudian membungkuk disebelahnya untuk melihat kondisi Adhis. Ia meletakkan satu tangannya pada kening Adhis.
“Adhis.” Panggilnya lembut. “Kamu tadi udah makan, sayang?”
Gadis itu hanya diam tak bergeming.
“Badannya panas banget ini.” Karin mencoba mencari – cari apapun yang ada di kamar itu. Apapun untuk meredakan panasnya. Ia membuka lemari kamar dan melihat ada handuk kecil putih. Maka langsung diambilnya.
Ia masuk ke kamar mandi yang kebetulan terletak di dalam kamar tersebut, membasahi handuknya dengan air hangat kemudian ia peras, lipat rapih dan membawanya keluar.
“Adhis, ibu kompres dulu ya.” Karin pun langsung meletakkan handuknya pada kening gadis itu.
Namun, gadis itu malah menepis dan berteriak histeris.
“Haaaaaaaaa!!!!!!” Pekiknya kencang. “Jangan pegang - pegang!”
Sontak Karin dan Yunan langsung terperanjat.
“Ini Bu Karin sayang, gapapa.” Karin coba menenangkan.
Namun, gadis itu semakin menjadi – jadi. Ia turun dari kasur, berdiri di pojokan, meringkuk sambil terus berteriak.
“Ampun pak….sakit pak.” Pekik Adhis.
Yunan kini mendekatinya.
“Adhis…Adhis, ini aku.” Ujarnya. “Kamu aman sekarang. Ada aku sama Bu Karin.”
Yunan pun menyentuh pundaknya dan Adhis malah semakin histeris.
“Huaaaaaa……Jangan pegang!!!!” Pekiknya lebih keras dari sebelumnya.
“Oke….oke Adhis. Kita nggak pegang - pegang.” Ujar Karin lembut sambil mengangkat kedua tangannya. “Sekarang kamu tidur lagi ya, kamu harus istirahat.”
Namun Adhis tak mau berhenti berteriak.
“Dia trauma, Bu.” Yunan pun sedih dan pasrah. “Tadi saya dipaksa lihat waktu pria bejat itu……………”
Pria remaja itu sampai tak sanggup menyelesaikan kalimatnya dan malah menggeleng kencang.