Weak Hero

Penulis Noname
Chapter #3

2. Lesson

Pukulan itu menghantam tepat di wajah Laut, membuatnya ambruk bersama meja dan kursinya. Kala semua mata tertuju ke arahnya dan kata-kata cemoohan terlontarkan, ia diam sambil memegangi pipinya. Bibirnya bergerak, bukan untuk memaki melainkan mengulas materi yang disedang dipelajari: algoritma.

“Apa yang kalian lakukan?” Hadi bertanya hampir berseru melihat kerusuhan yang terjadi di kelasnya. Pria itu datang bersama dua pengurus kelas lainnya sembari membawa buku paket yang akan dibagikan.

Sambil bangkit dan membenarkan tempat duduknya, Laut melanjutkan kalimatnya yang bagai rapalan mantra. Walau samar tapi masih cukup terdengar bagi orang-orang di sekitarnya. “Variabel input dari pukulan adalah tulang, otot, dan energi. Sementara pipiku jadi variabel outputnya,”

“Apa yang kau katakan, brengsek?!” geram Bambang.

“Energi yang dikeluarkan menekan otot untuk melilit tulang lebih kencang,” Laut menyambung ucapannya dengan membereskan buku dan alat tulisnya. “sehingga membuatnya jadi lebih kuat. Itu seperti kumparan,”

Melihat Laut terus saja mengoceh membuat emosi Bambang naik pitam. Ia kembali mengepal tangan dan melancarkan serangannya.

Namun kali ini Laut sigap menangkap tinju itu lalu berkata, “Beberapa orang mengira perundungan sebagai sesuatu yang mengasikan, tapi sebetulnya itu bukanlah perpindahan melainkan gaya. Kau tahu? Semakin banyak gaya yang dikeluarkan, semakin sedikit perpindahan yang terjadi,”

“Hentikan!” Hadi berseru memaksa Laut melepas genggamannya. “Kembalilah duduk, guru sedang ke sini,” tambahnya lalu membagi buku paket.

Sementara Bambang dengan raut wajah kesalnya melangkah ke tempat duduknya sambil berkata, “Kutunggu kau sepulang sekolah.”

***

Hari pertama masuk sekolah, seperti kebanyakan sekolah pada umumnya membolehkan siswa-siswinya untuk pulang gasik, tak terkecuali salah satu SMA favorit di negara ini. Pada tengah hari, di mana semestinya para siswa menyantap bekal makan siang mereka, kini justru berebut diri untuk segera keluar dari gerbang sekolah. Meski sebagian besar memilih untuk berkeliling mencari ekstrakuli-kuler yang sekiranya cocok untuk mereka.

Laut, sebagai siswa yang diancam oleh Bambang pun berdiri ketika wali kelas membolehkan kelas X IPA-10 pulang. Namun segera dihadang oleh Bambang beserta gengnya.

“Mau ke mana kau?” Reza bertanya dengan nada intimidasi. “Mau kabur, heh?!”

Di belakangnya Mardhi menekan kedua pundak Laut keras, memaksanya tetap duduk.

Sedangkan Bambang berdiri angkuh tepat di hadapannya. “Urusan kita belum selesai,”

Laut menengadah kepala, membalas tatapan mata Bambang deng-an pandangan menusuk membuat pria itu kian emosi sampai berteriak, “Cari mati, ya?!”

Namun selanjutnya tak terjadi apa pun karena wali kelas yang kembali ke kelas sambil berseru, “Laut! Kenapa masih di kelas? Cepat ikut Bapak ke kantor!”

Mau tidak mau Bambang meminta rekannya membiarkan Laut pergi. Walau harus menekan amarahnya hingga memukul meja.

“Gimana nih, Bos?” tanya Reza kesal setelah Laut dan wali kelas pergi. “Mau ditunggu?”

Gemeletuk gigi Bambang terdengar jelas. Wajahnya penuh kejengkelan yang tertahan.

“Tapi, aku harus pergi ke gym,” sahut Mardhi.

Lihat selengkapnya