Setelah menunjukkan ruangan Darius, pria yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Kedua pasang mata terkejut saat melihat penampilannya. Pria berkepala lima itu datang dalam keadaan tidak baik. Mukanya penuh lebam dan pakaiannya compang-camping.
“Laut, apa dia ayahmu?” bisik Darius.
Pria yang ditanya mengangguk. Kedua bola matanya masih tak lepas dari ayahnya.
“Apa dia preman?” Darius melanjutkan pertanyaannya.
Belum sempat menjawab Ayah Laut tertawa sambil menggaruk kepala. “Yah ... maaf karena datang dengan kondisi seperti ini,” katanya lalu mengenalkan diri. “Angkasa, ayahnya Laut,”
Darius bangkit dan menjabat tangannya. Dalam hatinya berbisik, “Apa kalian keluarga alam semesta? Jangan bilang kalau nama istrimu Bulan.”
Melihat ekspresi Darius yang kebingungan Angkasa kembali tertawa. “Yah ... kebanyakan orang yang mendengar nama kami bakal mengira kalau nama istriku Bulan, dan itu benar. Hahaha....”
Dahi Darius berkerut. Ia sulit berkata-kata. “Silakan duduk,”
Angkasa duduk di hadapan Dairus, sedangkan Laut kembali pada soal-soal di hadapannya.
“Bapak Angkasa....”
Melihat ekspresi lawan bicaranya yang masih kebingungan, Angkasa menjelaskan apa yang baru saja ia alami. “Ada sedikit kecelakaan di tempat kerja, tapi ini bukan masalah,”
Darius mengembus napas lalu bertanya, “Kau tahu kan aturan berkendara?”
Pria itu mengangguk.
“Kenapa membiarkan anakmu pakai motor, padahal dia baru lima belas tahun?” imbuhnya.
“Yah.... kau tahu? Anakku malas untuk bangun,” jawab Angkasa dengan tawa khasnya.
“Sudah kubilang, aku belajar sampai malam,” sela Laut membuat kedua pria itu terkejut.
“Hahaha....” Angkasa menyambung kalimatnya, “tapi anak itu lebih malas telat ke sekolah,”