“Lihat siapa ini?” tanya Slamet setengah berteriak sesudah Laut bersimpuh di hadapan mereka. “Kau ini sebenarnya pemberani atau bodoh?!” sentaknya sambil mendekatkan wajah.
Dan seperti biasa, Laut sama sekali tidak membuka mulut. Hanya matanya yang masih tampak tajam.
“Jangan buang-buang waktu!” ucap Ghazi angkuh.
Ketiganya melangkah masuk ke dalam gang lebih jauh.
Menyadari kalau Mentari juga mengikutinya, Laut seketika berhenti lalu berkata, “Pergilah ... ini bukan urusanmu,”
“Heh! Apa kau mencoba jadi pahlawan kesiangan?!” Slamet kembali menunjukkan kalimat intimidasinya. “Apa kau takut ... pacarmu ini jadi mainan kami setelah kau pingsan?” sambungnya sambil memegangi rambut Mentari.
Mentari cepat menjauh, sementara Laut sama sekali tidak memedulikannya. Pandangannya masih tertuju pada tangan kiri Ghazi.
“Minggir! Dasar preman pasar! Apa kau lupa siapa yang baru saja dibuat pingsan?!” Mentari mencoba membentak meski benaknya ge-metar takut.
“Whoaaa.... kau memang kucing nakal,” ucapnya yang disambung dengan tarikan rambut keras.
Mentari memekik membuat Ghazi sedikit terkejut. Sementara Laut memanfaatkan kesempatan itu untuk menghantam dagu Slamet, tapi kali ini pria gundul itu berhasil menepisnya sambil menampilkan senyum iblis.
Saat kedua siswa itu masih kaget akan apa yang terjadi, Ghazi mengembus napas lalu melayangkan jab. Hal yang mengejutkan terjadi, Laut menghindarinya dan melakukan teknik yang sama.
“Kau boleh juga,” ucap Ghazi yang seakan tak terpengaruh oleh pukulan Laut. Jelas saja, tinju dari tangan sekecil itu mustahil melukai tubuh seorang profesional sepertinya. Meski sebelumnya ia terkapar akibat lengah, tapi berbeda jika ia dalam kondisi fokus 100 persen.
Baru saja mengatur jarak, Slamet menjejak punggung Laut sampai membuatnya menubruk Ghazi. Si pimpinan para preman itu menggunakan momentum tersebut dengan melakukan hook. Tak berhenti di situ, ia melancarkan straight yang membuat bocah itu sampai terbang dan menghantam tembok.
Mentari yang melihat itu terkejut tanpa bisa berkata-kata, matanya gelagapan mencari batu yang sekiranya bisa ia pakai seperti sebelumnya. Sayangnya, Slamet menyadari itu dan langsung menutup arah pandang Mentari sambil menampilkan raut wajah mengerikannya.
“Apa yang kau cari, hah?!” gentak preman gundul itu.
Di sisi lain, Laut baru saja berdiri setelah mengusap ujung bibirnya yang berdarah lalu mencari sebuah benda di dalam tasnya. Mulutnya menggumamkan sesuatu yang tak jelas didengar oleh orang-orang di sekelilingnya.
“Apa yang kau cari, hah?!” sorak Slamet bagai mengulang kalimatnya, pria itu seketika telah berdiri depan Laut sambil melempar-kan tinju.
Cepat, Laut menghalaunya memakai buku paket yang ia ambil dari dalam ransel. Kala Slamet merasakan nyeri, Laut menggunakan jeda waktu itu untuk menghantam dagu Slamet menggunakan buku paket tersebut. Saat si preman gundul hampir tersungkur, Laut kembali menghantamkan buku paketnya ke wajah lawannya sampai buat hidungnya berdarah. Bahkan ketika si preman gundul telah terbaring di tanah, Laut terus menghantam wajahnya menggunakan punggung buku.
Ghazi yang melihat itu cepat-cepat meninju muka Laut, tapi bukannya berhenti Laut hanya menjeda sesaat untuk sekadar berkata, “Tunggu giliranmu,” lalu kembali melancarkan serangannya sampai bukunya benar-benar tidak bisa lagi digunakan.
Melihat bawahannya dibuat tak berdaya, Ghazi bersorak lalu melakukan serangan brutal. Bahkan setelah ia menindihi Laut, Ghazi terus melancarkan tinju bertubi-tubi tanpa jeda.
Tidak kehabisan akal, Laut menutup mukanya dengan kedua lengan dan lembaran kertas yang lepas dari pengikatnya sambil menunggu selang waktu di mana Ghazi mengambil napas. Dan tepat pada masa yang ia incar, Laut mengangkat kedua kepalan tangannya kuat, menjotos hidung Ghazi. Melihat lawannya tersentak, Laut dengan sengaja mengadu keningnya dengan wajah Ghazi.
Darah yang merembes keluar dari hidung makin banyak, tapi Ghazi tak memedulikan nyeri yang menjalar kuat, ia kembali melakukan tinju yang berhasil mengenai wajah Laut. Baru saja ia merasa bahwa dirinya akan benar-benar menghabisi bocah di depannya, Mentari memukul belakang kepalanya menggunakan kayu yang sembarang ia ambil.
“Rasakan!” teriak Mentari.
Mengejutkannya, pria itu tak tumbang. Ia hanya menoleh sambil menampilkan tatapan tajamnya, buat Mentari makin takut dan melangkah mundur. Namun Laut justru memanfaatkan kesempatan itu dengan melayangkan cross, pukulan tipis nan kuat yang mengarah tepat ke rahang bawah Ghazi menyebabkan keseimbangannya kacau meski sementara waktu, tapi itu cukup untuk Laut kembali melakukan uppercut yang sukses membuat Ghazi kembali tumbang.
Setelah menyingkirkan pria bongsor yang menindihinya, Laut bangun dengan napas memburu udara. Sambil menahan nyeri di sekujur tubuhnya, ia merasakan perasaan aneh yang mulai menyelimuti.