Wedding in Pandemic

Tinta Teje
Chapter #4

Sinoman

Dua puluhan orang telah berkumpul membentuk halakah di ruang tamu rumahku. Sebagian besar dari mereka merupakan tetangga samping kanan-kiri rumah, sementara sisanya adalah kerabatku. Mereka merupakan tim sinoman1 yang akan menyukseskan acara pernikahanku nanti. Malam ini adalah pertemuan kedua bagi kami semua sekaligus tahap finis persiapan untuk menyambut hari H. Jadi, tidak boleh ada PR lagi yang tersisa atau belum tuntas. Semua permasalahan harus beres malam ini juga.

Paklik Farhan, adik laki-laki pas dari almarhum ayahku, sejak pertemuan yang pertama telah ditunjuk menjadi ketua tim sinoman. Ia terpilih sebab pembawaannya yang cukup tegas dan fisiknya yang masih awas. Selain itu, ia juga dikenal lebih dekat dengan ibuku dibandingkan dengan famili yang lain. Menurutku, tak ada orang lain yang punya perhatian lebih besar dibandingkan dirinya. Bahkan di usia segede ini, ia masih sama seperti dulu, sering memberiku uang saku. Hanya saja, saat ini ia sudah tidak mengusap-usap kepalaku lagi seperti momen asyura belasan tahun lalu.

Seperti lazimnya sebuah pertemuan sinoman, sang ketua sinoman lah yang memimpin jalannya musyawarah. Dan usai menyampaikan sambutan secukupnya, paklik Farhan menyilakan satu per satu dari semua yang hadir untuk menyampaikan perkembangan seluruh tahapan persiapan sesuai dengan bagian yang ditangani.

Yang pertama menyampaikan paparannya adalah Pak Waluyo. Ia yang juga merupakan pak ketua RT di lingkungan sekitar rumah kami, telah ditunjuk secara aklamasi sebagai koordinator tim perlengkapan. Dengan suara basnya yang bertenaga, ia bertutur dengan lugas kalau semua peralatan yang diperlukan untuk hajatan sudah terpantau aman dan terkendali. Anggotanya tinggal beraksi saat hari H nanti.

Kami sebagai warga pak Waluyo tak pernah sekalipun menyangsikan sikap amanahnya. Ia amat cermat merawat barang-barang inventaris RT hingga jelang masa jabatannya yang kudengar telah memasuki periode yang ketiga. “Nanti tinggal minta kunci ruangan saja ke bu RT karena dia yang nyimpen,” katanya lagi mengingatkan. Malam ini, tak ada orang yang mempertanyakan lebih lanjut atas apa yang ia utarakan.

Setelah pak Waluyo, paklik Farhan menyilakan satu-satunya perempuan yang ada dalam halakah untuk mengemukakan progres dari bidang yang dikelolanya. Perempuan yang diserahi tugas untuk mengurus perkara konsumsi itu bernama bu Farida. Ia lain daripada yang lain. Ia bukan tetanggaku. Bukan pula kerabatku. Tak ada pertalian darah, afinitas hubungan bisnis, atau interelasi geografis yang bisa jadi indikasi untuk membentuk keterikatan di antara kami. Tapi kedekatan antara bu Farida dengan keluargaku terkadang melebihi kedekatan antarkeluarga atau antartetangga.

Bu Farida merupakan salah satu murid ngaji generasi pertama dari ibuku. Asalnya dari Kebumen. Ia dipasrahkan oleh orang tuanya pada medio tahun 80-an, separuh dekade lebih sebelum aku dilahirkan ke dunia. Setelah menghabiskan waktu ngaji selama 8 tahunan, secara tidak resmi ia diangkat menjadi murid senior, baik oleh ibuku maupun adik-adik tingkatnya. Sebagai santri senior, ia dianggap sukses membangun sebuah kultur husnul adab di mana santri, selagi masih dalam jalur syariat yang benar, akan memiliki sikap takzim yang besar terhadap gurunya. Dan sebagai wujud takzim, sampai-sampai ia bersedia mengikuti saran untuk dijodohkan dengan laki-laki pilihan ustazahnya itu.

Sekarang, keluarga bu Farida tinggal di kecamatan sebelah. Ia dan suaminya, pak Salman, selalu ajek berupaya menjalin silaturahmi dan hubungan yang baik dengan keluarga kami. Tiap selapan2 tepatnya saat Sabtu Paing, mereka selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi ibuku. Dan tiap kali berkunjung, hampir bisa dipastikan kalau mereka selalu membawa serta buah tangan. Kalau tidak membawa sembako, mereka kadang tiba dengan membopong sebuah bagor berisi hasil bumi. Dalam kesempatan yang lain, mereka juga kadang mencangking beberapa kemasan plastik berisi kudapan yang bermacam-macam. 

Dulu, sebagai pasangan anyar sekaligus pendatang yang menjalani hidup di lingkungan baru, mereka berdua sering diarahkan oleh ibuku. Dalam hal apapun mereka selalu berkonsultasi; menentukan domisili, mencari pekerjaan untuk matapencaharian, memilih lembaga pendidikan anak, hingga pentingnya pengelolaan zakat atas bisnis yang kini sukses mengantarkan mereka berdua menjadi juragan. Doa dan restu ibuku selalu mereka harapkan dalam tiap langkah dan kesempatan.

Lihat selengkapnya