Wedding in Pandemic

S Tajudin
Chapter #13

Tamu dari Depok

Mudah saja bagi Namira untuk menyimpulkan kalau belasan perempuan basah kuyup di hadapannya itu adalah jemaah pengajian binaan tantenya yang kini tinggal di Depok Jawa Barat.

Kedatangan mereka kali ini adalah kunjungan yang kedua setelah yang pertama dilakukan pada bulan Juli 2 tahun yang lalu. Kata tante Izah, kunjungan pertama waktu itu amatlah berkesan. Mereka jadi punya keinginan untuk datang kembali ke Jogja. Dan ternyata, pernikahan Namira adalah momen yang telah mereka nanti-nantikan karena selain bisa melakukan silaturahmi dengan mengunjungi kembali keluarga tante Izah di kampung halamannya, mereka sekaligus dapat bertamasya mengunjungi tempat-tempat wisata yang alami nan jauh dari hiruk pikuk ibu kota.

Dan mereka semua saat ini telah menginjakkan kaki di kediaman Namira. Tetapi sayangnya, antusiasme yang sempat diceritakan oleh tantenya itu tak begitu tampak karena wajah mereka tertutup masker dengan rapat. Saat dirinya dan ibu Maya mengajak bersalaman, mereka tak menyambut jabat tangan itu dengan hangat. Tetapi hanya merespons dengan merapatkan kedua tangan tepat depan dada sebagai balasan. Tak ada kontak fisik sama sekali layaknya sebuah perjumpaan usai penantian yang panjang. Namira dan ibu Maya pun tak tahu bagaimana ekspresi wajah yang tersembunyi di sebalik tirai wajah itu apakah tersenyum, datar, atau bahkan merengut. Mereka tak banyak menunjukkan sikap, hanya sedikit bercakap, dan langsung mengikuti tante Izah untuk terus berjalan hingga masuk ke dalam rumah nenek Namira.

Air hujan terus turun dan baru mereda jelang isya. Setelah orang-orang kembali dari sembahyang di musala, sebagian perempuan yang menjadi sinoman kembali datang ke rumah Namira untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum kelar. Tak banyak, jumlah mereka hanya 4 orang saja. Atau sepertiga dari keseluruhannya. Mereka berempat langsung menuju dapur untuk menyiapkan konsumsi bilamana ada tamu sehabis isya ini.

Dan benar saja, para tetangga yang tadi sore menerima ater-ater mulai berdatangan untuk melakukan kondangan. Mereka datang secara bergelombang dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 3 atau 4 orang.

Terhadap para tamu, Namira dan ibu Maya memberikan ikram1 dengan penjamuan yang hangat. Mereka berdua menyimak dengan khidmat bilamana ada yang membagikan cerita, mengamini dengan penuh harap bila didoakan, serta murah ekspresi bila digoda atau sekadar diajak bercanda.

“Mbak Namira, bismillah ya. Semoga dilancarkan untuk acara besok,” ucap seorang tamu berkerudung biru dongker. Ia terus mengumbar senyum.

“Ya bu. Aamiin ya rabbal aalamiin. Terima kasih banyak atas kerawuhannya2.”

“Mbak Namira, saya lihat-lihat memang tambah glowing ya. Auranya makin ke sini makin terpancar. Anakku diajari dong cara make up dan pakai skin care yang benar biar glowing juga terus cepat ketemu jodohnya. Allahuma nular ya, Mbak, hehehe.”

“Ah njenengan bisa saja, Bu,” ucap Namira tersipu malu. “Kalau sudah waktunya pasti ketemu sama jodohnya, Bu.”

“Oh ya Mbak Na, saya tanya sedikit boleh ya. Penasaran soalnya. Hehe.” Seorang tamu yang lain tiba-tiba menyeletuk. Suaranya yang khas begitu mudah dikenali oleh semua tamu yang hadir. Ia adalah tetangga yang tinggal selang lima rumah dari kediaman Namira. Kali ini ia mengenakan kudung warna hijau tentara.

“Ya Bu. Ada apa ya?” ucap Namira polos.

“Apa benar rombongan yang datang tadi sore itu jemaahnya mbak Izah dari Depok Jawa Barat?”

“Ya Bu, betul. Jemaah tante Izah dari Depok,” jawab Namira apa adanya.

“Ooo,” ucapnya dengan nada menggantung seperti belum selesai. Lalu disusulinya dengan pertanyaan yang sungguh mengejutkan Namira, “Mohon maaf ini, saya tanya lagi ya daripada kepikiran terus sampai nanti malam. Kalau saya tidak salah info, Depok kan jadi salah satu pusat penyebaran corona ya … nah, Depoknya mbak Izah ini apakah dekat dengan kasus yang pertama merebak itu ya? Apa dekat dengan pasien corona yang viral itu?”.

Namira kaget hebat, tetapi mencoba tetap tenang saat menjawabnya, “Jujur Bu, saya kurang tahu kalau masalah itu. Coba njenengan tanya langsung dengan yang bersangkutan.”

Selang hitungan detik, para tamu yang kesemuanya adalah perempuan itu tiba-tiba saling berbisik dengan teman di sampingnya hingga menimbulkan dengungan seperti lebah. Satu-dua orang yang sedari tadi mengalungkan maskernya tiba-tiba memakaikannya kembali dengan benar.

Lihat selengkapnya