“Kami akan menikah.”
Berita “menggembirakan” yang disampaikan oleh sepasang kekasih yang duduk di hadapannya itu membuat Karen tersedak hebat hingga air putih yang sedang ditenggaknya langsung menyemprot ke atas piring, membasahi daging steak-nya yang tinggal separuh porsi. Ia masih terbatuk – batuk berusaha untuk bernafas saat Dave yang sebelumnya tersenyum beranjak panik dari kursi yang ada di hadapannya ke sampingnya sambil mengelus – elus punggungnya.
“Minum lagi?” tanya Dave menyodorkan segelas air lagi.
Karen menggeleng melambaikan tangan menolak. Ia mengusap air matanya yang keluar akibat tersedak barusan dan memandang Melisa yang menatapnya khawatir. “Aku tidak apa,” katanya meyakinkan. Ia menoleh ke sekelilingnya dan mendapati beberapa orang di restoran juga mengamatinya dengan tatapan terkejut. Pura – pura tidak peduli, ia mengebaskan air yang membasahi gaun hitam pendeknya.
“Kau benar tidak apa?” Dave tidak yakin.
Karen menggeleng masih terbatuk. “Sepertinya aku mau muntah,” ucap Karen lagi sambil mengernyit menelan ludah, lalu pergi meninggalkan dua manusia yang terus menatapnya dengan tatapan khawatir hingga ia menghilang dalam lorong menuju toilet.
Karen mendorong bilik kamar mandi kedua dan segera duduk di atas toilet duduk yang tertutup. Jantungnya berdebar keras dan terasa sakit. Serangan jantung? Tidak. Ia hanya merasa dunianya baru saja hancur. Kakak yang sangat disayanginya akhirnya memutuskan untuk menikah. Menikah yang artinya akan membuat Dave mungkin melupakannya karena adanya keluarga baru, membuatnya bukan lagi jadi orang nomor satu Dave.
Karen membungkam mulutnya dengan tangan menahan suara isak tangis yang keluar dari mulutnya. Ia tidak baik – baik saja. Dadanya terasa sakit, ia tidak bisa bernafas. Tiba – tiba ia ingin dunianya segera berakhir.
***
“Aku pulang lebih dulu. Entah kenapa tiba – tiba perutku sakit. Maaf sudah mengacaukan makan malam ini. Selamat atas pertunangan kalian! :D”
Dave membaca pesan singkat yang Karen kirim sambil menyisir rambut pendek hitamnya yang di gel dengan sela jari. Tanpa sadar ia mendesah frustrasi.
“Ada apa? Ada sesuatu?” tanya Melisa khawatir.