Wedding Terror

Ratna Aleefa
Chapter #2

1. Tanpa Naik Pelaminan

Setelah adik sepupunya menikah beberapa minggu yang lalu, Eka mendadak tertekan sendiri.

Stres berat!

Sebelumnya dia selalu dapat pertanyaan rese 'kapan lulus?'

Duh, skripsi saja ribetnya minta ampun, udah dibebani soal calon.

Eka kelabakan harus menjawab pertanyaan 'kapan menikah' dengan lugas nan santuy. Mulutnya kena jejal lem tak kasat semata belum punya pacar. Jadi, Eka nggak pernah siap kena todong pertanyaan soal gebetan, pacaran dan menikah.

"Embuh! Masih ingin sekolah lagi!" jawab Eka ketus banget terhadap pakde, bude, mbah kakung, mbah uti, pak lik, bulik dan para sepupu yang lebih tua.

Kekesalan eka makin memuncak dari hari ke hari. Kelulusan kuliah semakin dekat.

Tentunya Eka takut menjadi dewasa. Apalagi berjumpa dengan yang namanya komitmen.

Eka paling parno soal komitmen yang diingkari pasangannya di kemudian hari. Pokoknya Eka sering ragu tiap menerima tawaran kenalan dari cowok mana pun.

Eka ciut lebih kecil daripada keberanian semut. Dia langsung mimpi buruk tiap mendengar batinnya bertanya.

Apa cowok itu bisa menerima aku apa adanya?

Ada.

Tapi siapa?

Meneketewe. Cari sendiri, Monyet!

Eka mengembuskan napas lelah. Dia berkaca ke cermin dengan pandangan kuyu.

Cewek itu aslinya punya wajah cantik. Dia tanggap dan cerdas. Berasal dari keluarga baik-baik. Tapi sayangnya, kenapa dia nggak dikenali warga di kampungnya?

Yah, salahnya sendiri kurang pandai bersosialisasi di kampung. Sejak masih belasan tahun, Eka sudah meninggalkan rumah. Dia tumbuh besar di luar kampung. Semakin tinggi pendidikannya, tinggal semakin jauh dari rumahnya.

Tiap musim liburan, Eka ngendon di kamar sambil membaca ulang koleksi novel fantasi berseri macam Harry Potter.

Dunia makin absurd di mata Eka. Keluarganya memegang teguh nilai pernikahan sehormat-hormatnya orang. Adat diutamakan. Pernikahan anak perempuan harus lebih meriah dibandingkan laki-laki. Mengundang seni Kuda Lumping, Janger Jogoboyo, Electon, dan pokoknya sekampung kudu tau jika keluarga Prayitno punya gawe.

Eka merasa apes sebagai anak bungsu Prayitno. Dia satu-satunya cucu perempuan yang belum menikah dari garis ayah maupun ibunya. Dia adalah gadis terakhir dari yang terakhir.

Pernikahannya kudu megah. Undangannya kudu estetik.

Tapi....

Lihat selengkapnya