Wellang

Hadis Mevlana
Chapter #8

Bernasab Kepada Bapak

Raya memutar tubuhnya menghadap padaku. Sejenak kami bersitatap. Matanya tajam menatap hingga menembus jantungku. Aku bingung mesti berekspresi seperti apa. Aku terima jika ternyata aku bersalah. Aku hanya menundukkan kepala saat dia berjalan mendekat. Kini, Raya tepat berada di hadapanku. Hanya beberapa jarak saja. Sangat dekat.

Aku sangat kaget saat tiba-tiba dia memegang kedua lenganku. Aku makin membenamkan kepalaku. Tanpa sepatah kata, Raya langsung memelukku erat dan kudengar ada isak tangis yang tertahan darinya. Raya yang sedari tadi bersikap dingin padaku, akhirnya mulai menghangat. Aku merasakan tepukan pelan pundakku oleh kedua tangannya. Dadaku bergemuruh, air mataku tumpah membasahi pundaknya.

“Ingat, Wellang, bagaimanapun kau bernasab kepada bapakmu,” bisik Raya di telingaku.

***

Ucapan Raya beberapa saat setelah kami mendarat di Changi Airport Singapore masih terngiang di telinga. Saat itu aku sempat mendebat Raya karena aku kesal dengan nasihatnya. Selalu saja nasihat itu tidak jauh-jauh tentang bagaimana seorang anak harus berbakti pada orang tua.

“Kau tak perlu menghitung-hitung seberapa banyak kelalaian yang sudah dilakukannya. Kau tak perlu menghisab seberapa banyak penderitaan yang sudah kau alami akibat perbuatannya. Kau pun tak perlu menuntut pertanggungjawabannya kepadanya atas sikapnya selama ini sebagai seorang bapak kepada anaknya. Biarkan itu menjadi urusan bapakmu dengan Allah. Tugasmu hanya berbakti, selama tidak dalam rangka bermaksiat kepada-Nya.”

Lihat selengkapnya