Wellang

Hadis Mevlana
Chapter #4

Bernasab Kepada Bapak - NEW

Mengapa Tuhan memilihku untuk menjalani hidup seperih ini?

Mengapa Dia memilihkan langit gelap untuk memayungi hidupku tanpa henti?

Mendung dan hujan badai seperti tak berkesudahan

Petirnya menyambar sampai ke hati membuat tubuh gemetar

 

Kadang aku berpikir mengapa Tuhan begitu jahat sekali?

Mengapa Dia membuat hatiku remuk hingga tak bisa terangkai lagi,

Darahku tak panas lagi

Napasku tak lega lagi,

Aku seperti disiksa perlahan untuk menuju kematian

 

Jika hidup ibarat merajut jubah yang elok, mengapa begitu sulit untukku merajutnya? Terlalu banyak benang kusut yang mesti kuurai. Bukan enggan berikhtiar. Aku lelah. Sebab setiap langkahnya ranjau. Setiap sandarannya adalah pohon berduri.

Berkali-kali perasaan dan pikiran jahat itu datang. Berkali-kali pula Raya berusaha meluruskannya. Tak jarang dia menjadi malaikat yang hadir untuk menenangkan. Dia menjadi pendengar yang baik di setiap kali keluh kesah kuungkapkan. Sering kali, dia menasihatiku hingga terngiang-ngiang di ruang kalbu.

Aku masih mengingat betul kata-kata Raya waktu itu, "Manusia dan masalah itu ibarat api dengan panasnya. Tidak pernah bisa dipisahkan. Akan selalu ada seperti hujan di musim kemarau. Namun, Allah juga tidak akan memberikan masalah yang kita tidak bisa menghadapinya. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya."

Aku percaya itu. Kata-kata indah yang membuat semangatku bangkit lagi usai terpuruk dalam sebuah masalah. Ibuku juga sering berkata seperti itu, tapi sampai kapan? Apakah sampai aku mati?

***

Pesawat transit di Changi Airport Singapore. Kami bermalam di ruang tunggu bandara di Terminal 2. Esok, baru kami akan melanjutkan perjalanan untuk kembali pulang ke Indonesia. Seandainya saja pemerintah membuka jalur penerbangan langsung dari Indonesia ke New Zealand, tentu kami tak perlu susah-susah harus transit di negeri orang. Meski sebenarnya kami bisa pulang melalui jalur lain, melalui Australia.

Lihat selengkapnya