Rona mengajukan pertanyaan yang sulit untukku jawab. Aku enggan membahasnya. Bukan karena ada rasa sakit hati sebagaimana umumnya ketika seseorang mengakhir hubungan percintaan. Bukan! Bukan itu. Sama sekali aku tak sakit hati. Entah, bagaimana dengan perasaan Runi. Semoga dia pun demikian. Tak menyimpan sakit hati lagi kepadaku.
“Nggak baik pacaran, Rona, bener nggak Raya?”
“Betul itu. Banyakan mudharat dibanding maslahatnya,” jawab Raya.
“Halaaahhh … bukannya kalian putus karena kamunya cemburuan?” tanya Rona.
“Cemburu? Aku cemburu?” jawabku.
“Iya… Runi cerita kamu mutusin dia gara-gara kamu mergokin dia lagi jalan sama laki-laki lain, kan?”
“Emang kamu mergokin lagi jalan sama siapa?” tanya Raya penasaran.
Aku tak menggubris Raya. Aku tetap berusaha fokus mengemudi.
“Makanya sebelum kamu putusin, kamu tanya dulu siapa laki-laki yang kamu pergoki jalan sama Runi waktu itu?”
“Emang siapa?” ucap Raya masih penasaran.
“Pamannya Runi.”
“Hahahaha… Wellang… Wellang …,” tawa Raya.