Perubahan tampilan yang terlihat secara kasat mata ini hanyalah cara untuk mengingatkan untuk lebih dekat kepada-Nya. Pun sebagai cara menumbuhkan rasa malu agar tak terjerumus dalam dosa. Semua berjalan tak sesempurna seperti yang orang lain lihat.
Mulanya hijrah ini setengah hati. Lalu, dengan ilmu dan sahabat yang saleh semua berproses mencari setengahnya lagi. Sambil terus memohon agar Allah melimpahkan kesabaran dan menguatkan langkah sepenuh hati. Lalu, istiqomah hingga mati.
Pada kesempatan itu aku pun kembali mengungkapkan rasa penyesalan padanya. Aku tertunduk malu dan meminta maaf lagi sedalam-dalamnya atas perbuatanku waktu itu. Runi merasa tak nyaman saat aku mengukit kembali cerita masa lalu. Aku kembali meminta maaf dan berjanji tak akan pernah mengungkitnya. Kesalahan masa lalu adalah pelajaran berharga untuk melangkah dan sejarah yang tak perlu terulang.
Runi hanya berpesan padaku untuk fokus berubah menjadi hamba yang selalu taat dan mulia di hadapan Allah dan manusia. Sebab, setiap manusia tentu pernah berbuat salah dan sebaik-baiknya mereka yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat.
Beberapa menit saja kami berbincang Runi sudah memberikan banyak pencerahan untukku. Bukan seperti sebuah nasihat yang berat. Kata-katanya berpetuah dan yang paling terpenting aku sebagai pendengarnya tak merasa seperti hamba di hadapan tuannya. Dia menyampaikannya dengan bahasa ringan tapi menembus sukma.
Lalu, aku mengajaknya untuk berkumpul dengan Rona dan Raya. Tak jauh dari kami kulihat Raya sedang asik memotret Rona dengan berbagai gaya dengan kemegahan Canterbury Museum sebagai latar belakangnya. Kami beranjak dan berjalan makin dekat. Mataku menyisir area sekitar karena merasakan adanya keganjilan.