Were bangkit dari duduknya lalu meminta izin karena sebentar lagi ia akan mengumandangkan azan isya. Sesekali kudengar lolongan anjing bersahut-sahutan, angin malam dinginnya begitu menusuk padahal aku sudah menggunakan jaket yang cukup tebal. Beberapa kali dedaunan yang terbawa angin menampar wajahku. Puang Bahar pun bangkit dari duduknya. Kulihat ia melangkah menuju tempat wudu. Dari serambi masjid kulihat Were sedang mempersiapkan sajadah untuk imam lalu mengatur suara mic untuk azan isya yang sebentar lagi akan berkumandang.
“Rasanya aku belum siap jika harus pulang ke rumah malam ini.”
Enre yang terlihat asyik menuliskan pesan di WhatsApp langsung melihat ke arahku.
“Maksudmu?”
“Bolehkah aku menginap di rumahmu malam ini?”
“Rumahmu kan dekat dari rumahku. Tinggal jalan lima menit juga sampai. Memangnya kau tidak rindu dengan Ibu dan Uleng?”
“Please, Re. Malam ini saja. Bisa kan?”
Aku membujuk Enre agar bisa menginap di rumahnya. Aku berjanji hanya untuk satu malam saja menginap di rumahnya. Enre menarik panjang napasnya. Ia menasihatiku agar segera pulang bertemu dengan ibu dan adik yang sudah lama menungguku. Aku memang tak memberitahukan kepulanganku hari ini pada Ibu dan Uleng. Aku pun sudah men-setting agar Uleng tak bisa melihat instastory-ku. Namun ternyata Enre sudah memberitahukannya sejak pertama kali menjemputku di bandara. Baru saja ia mengirimkan pesan WhatsApp kepada Uleng untuk mengabarkan bahwa Enre akan mengantarkanku malam ini pulang ke rumah. Dengan sedikit memelas akhirnya Enre pun mengabulkan permintaanku.