Wellang

Hadis Mevlana
Chapter #2

Dua Pilihan

Aku manarik napas dalam, lalu membuannya perlahan. Ada sesuatu yang harus aku tahan. Sebuah emosi yang mampu meledak kapan saja saat siapa pun yang membahas tentang sosok itu. Dia ibarat luka dan aku sedang berusaha bersusah payah untuk menyembuhkan dengan tidak lagi mengingatnya. Aku mati-matian berjuang dengan perasaanku agar kisah suram di masa lalu itu tak pernah terlintas kembali di benakku. Aku lelah. Aku trauma dengan itu semua. Hampir sembuh luka itu, lalu Raya mengungkit-ungkitnya, hingga kembali mengalir darah.

Aku membuka mata lalu menoleh sedikit ke arah Raya. Aku melihat ada raut wajah tulus seorang sahabat terpancar dari matanya. Namun, aku masih belum bisa menerima kenyataan ini. Hatiku masih belum siap untuk kembali pulang ke tanah kelahiranku sendiri.

Meski perjalanan kali ini aku mendapat banyak bantuan biaya dari Raya, jujur kali ini aku sangat kesal dengannya. Diam-diam dia telah mengganti tiket pulangku. Mendadak, tiket yang seharusnya mengantarkanku pulang ke Bandung, dia ganti menjadi ke Makassar tanpa sepengetahuanku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Raya yang memegang tiket kami semua. Kalau pun aku tetap ngotot untuk balik ke Bandung rasanya hanya sia-sia. Jangankan untuk membeli tiket, sisa-sisa uang yang kupunya hanya cukup untuk membeli sepotong roti dan air mineral di bandara.

“Jangan mentang-mentang kau orang kaya jadi bisa seenaknya padaku,” ucapku ketus.

“Astaghfirullah, Wellang…,” ucap Raya pelan dengan raut sedih menghiasi wajahnya.

Matanya berkaca-kaca. Aku yang tengah marah mendadak tak tega. Hatiku luluh seketika saat melihat sahabat terbaikku harus menitikkan air mata.

Rona terbangun dari tidurnya. Raya segera menghapus air mata yang hampir jatuh di pipinya. Sepertinya tadi Rona memang sedang tertidur pulas. Kupikir dia terbangun lantaran mendengar obrolan kami sebelumnya. Ternyata dia hanya menanyakan berapa lama lagi pesawat akan mendarat di Singapura.

Lihat selengkapnya