Wellang

Hadis Mevlana
Chapter #49

Kejutan dari Raya

Raya mengemudikan campervan dengan laju yang lebih cepat dari biasanya. Kami harus mengejar waktu menuju ke Christchurch International Airport yang terletak sekitar 12 kilometer ke arah barat laut dari pusat kota. Jarak tempuh normal seharusnya sekitar 20 menit. Namun, dengan kecepatan tinggi kami bisa tiba lebih cepat. Dari Sungai Avon menuju Christchurch International Airport melalui Memorial Ave Street kami tempuh hanya dalam waktu 15 menit saja.

Kami terlambat sekitar 10 menit dari jadwal yang sudah kami rencanakan. Perkiraan 30 menit menyusuri Sungai Avon ternyata mengalami kendala. Perahu yang kami tumpangi tersangkut akar willow, sejenis pohon semak yang tumbuh di pinggir sungai. Sehingga, waktu tempuh menyusuri Sungai Avon pun jadi lebih lama dari biasanya.

Sejak awal kami memilih kantor Wilderness untuk menyewa campervan karena lokasi pengambilan dan pengembalian yang fleksibel. Kami tidak harus mengembalikannya ke tempat asal kami menyewa. Kami bisa mengembalikan campervan ke kantor cabang Wilderness di dekat bandara.

Beruntungnya prosedur mengembalikan campervan pun tak berbelit-belit dan petugasnya cukup ramah dan membantu. Pengembalian biaya asuransi dan uang jaminan yang kami bayarkan di muka pun prosesnya sangat mudah. Total biaya yang kami keluarkan kurang dari NZ$ 500 untuk tujuh hari perjalanan dengan kondisi bensin telah kami isi penuh. Tidak ada biaya tambahan apa pun meski kami mengambilnya dari Bandara Queenstown dan mengembalikanya di Bandara Christchurch.

Akhirnya, kami tiba di Christchurch International Airport sesuai rencana. Kami tiba satu setengah jam lebih awal dari jadwal pesawat kami pukul 14.20 waktu setempat. Tiket pulang dari New Zealand ke Bandung dengan transit di Singapura sudah di tangan. Kami sudah memesan tiket pulang dan pergi sejak jauh-jauh hari sebelumnya. Setibanya di bandara, kami langsung menuju counter check in dan semua selesai satu jam sebelum pesawat take off.

Sambil menunggu, kami sempatkan duduk di salah satu kafe. Kami memesan secangkir kopi sambil menumpang wifi gratis. Kulihat Rona membuka kotak kecil hadiah dari Runi dengan wajah yang tampak sangat bahagia. Dia mendapatkan syal cantik terbuat dari wool terbaik asli dari New Zealand. Sementara, aku dan Raya belum sempat membukanya.

Aku sempat bingung bagaimana tadi harus membalas pemberian Runi. Aku tak ada persiapan apa pun untuk memberikan sesuatu untuknya. Begitu pun dengan Rona dan Raya. Usai menyusuri Sungai Avon dan sebelum kami berangkat ke bandara kami memberikan sedikit kenangan untuk Runi meski ala kadarnya.

Rona memberikan beberapa hijabnya dan bros cantik berbentuk siluet Gedung Sate. Raya pun tak mau kalah, dia memberikan pin berbentuk kujang senjata khas Jawa Barat yang selalu menempel di tas selempang kecilnya. Sementara, aku bingung harus memberikan apa sebagai tanda terima kasih padanya.

Aku membuka tas selempangku sambil berharap menemukan sesuatu yang bisa kuberikan padanya. Aku mencoba mencari benda yang sekiranya berharga, tapi aku tidak menemukannya. Hanya ada sebuah buku yang beberapa akhir ini sering kubaca dan kubawa. Sebuah buku karya Kahlil Gibran yang berisi puisi-puisi cinta. Tanpa pikir panjang, kuberikan buku itu kepada Runi.

Runi tersenyum seraya menoleh ke arahku sesaat dia membuka halaman pertama buku yang kuberikan padanya. Awalnya aku bingung mengartikan senyumannya. Setelah kuingat-ingat aku malah malu sendiri. Aku menulis kata-kata di halaman pertama. Runi pasti membaca coretanku di sana.

Lihat selengkapnya