Sian berdiri di halte terminal trans-kota. Di dalam hati, dia menghitung sampai sepuluh dan mengulanginya lagi begitu angka telah mencapai sepuluh. Tangannya memutar pensil dengan gerakan canggung dan dia mendongak.
Langit hari itu sangat biru. Tanpa awan. Terlalu biru hingga rasanya dia kepanasan setengah mati di dalam terminal bus ini. Pelipisnya mengeluarkan keringat sebesar jagung. Di tangan kirinya, dia memegang sebuah botol kaca.
Apa yang bisa dilakukan seorang pria dewasa untuk mengubah masa lalu?
Entah kenapa tiba-tiba Sian berpikir untuk mengubah masa lalu. Tetapi di sorot matanya yang tampak lelah, dia terlihat begitu kesepian, begitu menyedihkan.
Mungkin, pikirnya, aku memang hidup untuk menjadi menyedihkan.